DPR Juga Minta Dana Saat Bahas UU BUMN
Anggota Komisi IX DPR Tahun 2003 Terima Uang
Anggota Komisi IX DPR saat membahas berbagai undang-undang, selain mendapat anggaran dari Dewan, juga meminta dana dari institusi yang menjadi mitra kerjanya.
Demikian dikatakan mantan Ketua Subkomisi Keuangan Komisi IX DPR Hamka Yandhu YR, Selasa (24/3) di Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi, Jakarta. Ia menyatakan, tak hanya dalam pembahasan amandemen UU tentang Bank Indonesia (BI), perilaku anggota Dewan itu juga terjadi dalam pembahasan UU tentang badan usaha milik negara (BUMN) yang melibatkan Komisi IX dan Komisi V. Namun, soal besar dana yang diminta DPR, Hamka menyatakan lupa.
Hamka diperiksa sebagai saksi dalam sidang korupsi penggunaan dana Yayasan Pengembangan Perbankan Indonesia (YPPI) dan BI, dengan terdakwa mantan Deputi Gubernur BI Aulia Tantowi Pohan, Maman H Soemantri, Bunbunan EJ Hutapea, dan Aslim Tadjudin.
Pengakuan mengenai permintaan anggaran dari mitra diakui Hamka saat ditanya anggota majelis hakim Hendra Yospin.
”Apakah setiap rancangan UU yang dibuat ada harganya. Jawab dengan jujur?” tanya Hendra.
”Ya. Kalau UU dibahas sesuai dengan kepentingan masing-masing,” jawab Hamka.
Atas jawaban itu, Hendra bertanya lagi, ”Selain anggaran di DPR, apakah diminta lagi kepada mitra?”
Hamka menjawab, ”Ada juga.”
Hendra meminta contoh, dan oleh Hamka dijawab waktu pembahasan UU BUMN.
”Siapa yang minta waktu itu?” tanya Hendra. Hamka menjawab tidak tahu karena kala itu pembahasan UU itu dilakukan oleh gabungan Komisi V dan IX.
”Ini harus dibuka. Perilaku ini harus berhenti supaya institusi pemerintah harus berhenti melayani cara-cara gelap DPR ini,” ujar Hendra.
Dia melanjutkan, ”Saya harap DPR dengar ini. Jangan setiap UU dibuat ada kepentingan pribadi dan kelompok di sana. Buatlah UU untuk kepentingan negara dan bangsa. Hancur negara ini kalau hal ini diteruskan sekarang.”
Semua terima dana BI
Saat ditanya soal kucuran dana dari BI, Hamka mengakui, semua anggota Komisi IX DPR periode 1999-2004 yang berjumlah 52 orang menerimanya, dengan total Rp 21,6 miliar. Saat menerima uang itu tidak ada anggota fraksi apa pun di komisi tersebut yang mempertanyakan dari mana uang itu. Semua rata-rata diam saja.
Dana itu diserahkan Rusli Simanjuntak dan Asnar Ashari dari YPPI kepada anggota Komisi IX DPR Antony Zeidra Abidin dalam empat tahap. Antony lalu meminta Hamka membagi-bagikan dana itu kepada tiap-tiap fraksi yang ada di Komisi IX DPR. Jumlah yang diterima anggota DPR bervariasi antara Rp 250 juta, Rp 300 juta, Rp 400 juta, dan Rp 500 juta. Jumlah terbesar diterima Ketua Komisi IX Paskah Suzetta sebesar Rp 1 miliar.
Selain dicecar pertanyaan oleh tim jaksa penuntut umum, Hamka juga mendapat pertanyaan dari majelis hakim. Ketua Majelis Hakim Kresna Menon pun menanyakan, apakah ada anggota Komisi IX yang bertanya ketika penyerahan uang itu. ”Rata-rata diam saja,” kata Hamka. Ia juga mengakui sempat menyampaikan bahwa uang itu uang aman.
Hamka mengakui, penyerahan dana BI kepada semua anggota Komisi IX tanpa tanda terima. Penyerahan uang itu atas perintah Antony. Namun, ia sebelumnya sempat melaporkan kepada Paskah Suzetta, selaku pimpinan. Paskah bilang bantu saja.
Jaksa mempertanyakan kenapa jumlah yang diterima Paskah lebih besar daripada anggota lain. Namun, Hamka menjawab tidak tahu alasannya. ”Saya hanya disuruh menyerahkan,” ujarnya.(SON)
Sumber: Kompas, 25 Maret 2009