DPR Panggil Tutut dan Dua Jenderal untuk Telusuri Kasus Jual Beli Tank Scorpion
Kasus jual beli 100 tank Scorpion ke Indonesia tahun 1994-1996 senilai 160 juta poundsterling (Rp 2,8 triliun) mulai ditelusuri Dewan Perwakilan Rakyat. Komisi I DPR akan memanggil pihak-pihak terkait, yaitu Siti Hardijanti Rukmana, Jenderal TNI (Purn) R Hartono, Jenderal TNI (Purn) Wismoyo Arismunandar, dan Direktur Utama PT Surya Kepanjen Widorini S Sukardono.
Keputusan Rapat Internal Komisi I DPR, Kamis (17/3), itu disampaikan Wakil Ketua Komisi I DPR Effendy Choirie.
Rapat Dengar Pendapat Umum Komisi I DPR dengan putri mantan Presiden Soeharto dan dua jenderal serta satu dirut itu akan digelar pada Senin 21 Maret 2005, pukul 09.00 di Ruang Rapat Komisi I DPR. Suratnya sudah dikirim dengan kurir. Kita tinggal menunggu jawaban dari mereka apakah bersedia datang atau tidak, kata Effendy.
Keputusan tersebut merupakan kelanjutan dari rapat internal Komisi I, 7 Maret 2005, yang menugaskan Kelompok Kerja Pertahanan untuk mengkaji lebih lanjut persoalan skandal pengadaan tank Scorpion itu. Persoalan tersebut mencuat berawal dari adanya pemberitaan di harian The Guardian, Inggris, yang mengungkap terjadinya skandal yang konon melibatkan Siti Hardiyanti Rukmana. Kasus ini terungkap setelah Chan U Seek, warga Singapura, menggugat Alvis Vehicle Ltd, perusahaan pembuat tank Scorpion, ke pengadilan Inggris.
Direktur Avimo Singapura ini mengaku punya andil atas jual beli 100 tank Scorpion ke Indonesia tahun 1994-1996 senilai 160 juta poundsterling (Rp 2,8 triliun). Sebagai konsultan, Chan menuntut jatah komisi enam juta poundsterling yang ternyata tidak diterimanya.
Menurut The Guardian, dalam pembelian itu, penjual harus membayar komisi 16,5 juta poundsterling, termasuk komisi untuk Siti Hardiyanti. Namun, pengacara Siti Hardiyanti, Amir Syamsuddin, membantah berita itu.
Beberapa waktu lalu, Komisi Pemberantasan Korupsi sudah berupaya mendapatkan data- data pembanding tentang pembelian tank Scorpion di Thailand dan Singapura. (sut)
Sumber: Kompas, 18 Maret 2005