DPR Semakin Jauh dari Rakyat
Tolok ukur pengukuran kinerja sebuah lembaga adalah output atau hasil yang dicapai oleh lembaga tersebut. Sementara itu, untuk mengukur hasil pencapaian, muaranya berujung pada sejauh mana fungsi-fungsi lembaga itu dijalankan oleh instrumen-instrumen yang ada di dalamnya.
Demikian pula ketika publik menilai kinerja Dewan Perwakilan Rakyat, yang menjadi alat ukur adalah sejauh mana lembaga yang menjadi ujung tombak berjalannya proses demokrasi ini bekerja secara maksimal. Publik menilai kinerja DPR buruk.
Dari 836 responden yang terjaring dalam jajak pendapat kali ini, sebanyak 68,5 persen menyatakan kinerja DPR buruk. Di tengah realitas saat ini, DPR seolah lebih larut dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang Pemilu. Mereka dianggap meminggirkan apa yang lebih dibutuhkan rakyat. DPR dinilai lebih berpihak pada kepentingan kelompok atau partai.
Buruknya kinerja DPR tidak hanya mendapat sorotan dari pihak di luar lembaga perwakilan itu. Di internal lembaga, ketidakefektifan kinerja DPR pun mendapat sorotan. Sebut saja misalnya salah satu personel dari Tim Kajian Peningkatan Kinerja DPR, Eva Kusuma Sundari (Fraksi PDI Perjuangan), yang mempertanyakan kontribusi DPR selama ini.
Anggota Komisi III yang juga menjabat Wakil Ketua Bidang Anggaran Tim Peningkatan Kinerja DPR itu kepada Kompas, Rabu (5/3), mencontohkan soal laporan Badan Pemeriksa Keuangan yang menyebutkan adanya Rp 25 triliun anggaran pemerintah yang tidak bisa dipertanggungjawabkan. Dalam hal ini, DPR belum memberikan kontribusi kontrol yang jelas.
DPR seharusnya menjalankan fungsi check and balance dengan, misalnya, pembentukan tim dan melakukan hearing lalu kemudian membuat rekomendasi.
Namun, selama ini rekomendasi dan kesimpulan DPR tidak jelas atau bahkan jarang dibuat. Lebih jauh, tidak pernah dibuat laporan soal berapa rekomendasi dari DPR yang diterima pemerintah.