DPR Tolak Gaji Prajurit Dirahasiakan
Dibukanya akses terhadap gaji prajurit juga untuk mencegah adanya korupsi.
Komisi Pertahanan Dewan Perwakilan Rakyat menolak informasi tentang gaji prajurit dimasukkan kategori rahasia negara. Soal ini muncul saat Komisi Pertahanan DPR bersama pemerintah membahas Rancangan Undang-Undang Rahasia Negara di gedung MPR/DPR, Jakarta, kemarin.
Anggota DPR menilai merahasiakan informasi semacam ini bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. "Ini berlebihan," kata anggota Komisi Pertahanan, Zis Muzahid, dalam rapat. Soal gaji prajurit ini ada dalam Pasal 6 ayat 2 huruf a Rancangan Undang-Undang Rahasia Negara.
Pasal 6 rancangan itu mengatur soal apa saja yang dikategorikan rahasia. Pasal itu meliputi cakupan dari rahasia negara, yang meliputi lima hal. Masing-masing rahasia negara yang berkaitan dengan pertahanan negara; rencana, organisasi, dan fungsi mobilisasi penyebaran TNI; intelijen; hubungan luar negeri; dan ketahanan ekonomi nasional.
Zis mengatakan dimasukkannya gaji prajurit sebagai rahasia negara bertentangan dengan Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik, yang mengatur sejumlah informasi yang bisa diakses publik untuk sejumlah keperluan. Pada saat damai, kata Zis, gaji prajurit tak perlu dikategorikan sebagai rahasia negara. "Undang-undang ini terlalu rigid," kata dia.
Wakil Ketua Komisi Pertahanan Yusron Ihza Mahendra menilai gaji prajurit seharusnya tak masuk kategori rahasia negara. Ia menilai itu juga tak jelas kepada siapa informasi tersebut akan dirahasiakan, apakah kepada semua atau kepada pihak tertentu. "Apa Departemen Keuangan juga tidak boleh tahu?" kata Yusron.
Hal senada diungkapkan anggota Dewan lainnya, Abdillah Toha. Kategori rahasia negara untuk gaji prajurit akan menyulitkan Panitia Anggaran di parlemen, yang bertugas menyusun anggaran, termasuk anggaran untuk TNI. "Apa ini juga dirahasiakan dari anggota Dewan yang membahas anggaran?" kata Abdillah.
Anggota staf ahli Menteri Pertahanan, Agus Broto Susilo, yang mewakili pemerintah, mengatakan pengkategorian gaji sebagai rahasia negara tak bertentangan dengan Undang-Undang Rahasia Negara. Dalam undang-undang tersebut, kata Agus, informasi gaji bukan hal yang bisa diakses publik. Namun, ia sepakat jika gaji prajurit tak dikategorikan sebagai rahasia negara.
Direktur Eksekutif Institute for Defense, Security, and Peace Studies Mufti Makarim, saat dihubungi terpisah, menilai sikap pemerintah soal ini sebagai cermin dari rezim yang menerapkan asas kerahasiaan penuh. Ia setuju atas sikap anggota DPR yang menolak gaji dikategorikan sebagai rahasia dan menilai usulan pemerintah tak memiliki dasar kuat. Gaji prajurit, kata Mufti, terkait dengan penggunaan dana publik. “Penggunaannya perlu diketahui publik, untuk menghindari adanya korupsi dan penyimpangan,” kata dia. Hal positif lainnya, kata dia, publik juga bisa tahu kondisi kesejahteraan prajurit sebenarnya dan bisa mengusulkan perbaikan. ABDUL MANAN | DWI RIYANTO AGUSTIAR
Daftar Rahasia Versi Pemerintah
Pasal 6 Rancangan Undang-Undang Rahasia Negara mengatur tentang informasi apa saja yang dikategorikan rahasia. Ini adalah beberapa di antaranya, khususnya yang berkaitan dengan "rencana, organisasi, dan fungsi mobilisasi penyebaran TNI".
* Informasi yang berkaitan dengan struktur terperinci TNI, penempatan, kemampuan staf dan daftar gaji, persenjataan dan sistem kendali TNI, badan/dinas satuan tugas, grup, detasemen, kesatuan khusus atau fasilitas khusus.
* Informasi yang berkaitan dengan tugas dan kemampuan tempur TNI atau kekuatan lain, dinas atau satuan tugas, atau segala sesuatu yang berpotensi untuk menjadi area atau sasaran permusuhan/penghancuran.
* Organisasi, fungsi, dan kemampuan teknis yang dimaksudkan untuk pengumpulan intelijen elektronik.
* Informasi tentang pejabat tinggi negara dan pemerintah yang berwenang dan bertanggung jawab atas kesiagaan pertahanan.
* Informasi yang berkaitan dengan rancang-bangun, pengujian industri, dan penempatan dalam kesatuan tentang prototipe baru persenjataan, teknologi tempur, amunisi, dan kemampuan mobilisasi industri.
* Organisasi, penyebaran, persenjataan, tugas, dan kemampuan kesatuan intelijen dan organ-organnya.
* Materi dan data geodetik dan peta, model dan data digital, citra, film dan photograph, dokumen photographic, yang berisi lokasi, tipe, karakter, penggunaan, atau rekayasa perlengkapan fasilitas dan area penting.
* Informasi yang berkaitan dengan impor dan ekspor persenjataan, teknologi perang, dan amunisi untuk penggunaan (perbekalan) TNI menghadapi perang.
* Data tentang tipe, keberadaan, dan karakteristik dari perlengkapan khusus, senjata, amunisi, perlengkapan perlindungan orang, instrumentasi, dan material yang digunakan TNI.
sumber: daftar inventaris masalah RUU Rahasia Negara versi Pemerintah
Sumber: Koran Tempo, 5 Mei 2009
{mospagebreak title=Menhan Harap RUU Rahasia Negara Dipercepat}
Menhan Harap RUU Rahasia Negara Dipercepat
Menteri Pertahanan Juwono Sudarsono mengharapkan proses pembahasan Rancangan Undang-Undang Rahasia Negara bisa dilakukan dengan tidak berputar-putar pada masalah kata dan kalimat (redaksional) sehingga prosesnya bisa dituntaskan setidaknya bulan Agustus.
Pernyataan itu disampaikan Juwono kepada wartawan, Senin (4/5), saat di sela pembahasan RUU Rahasia Negara bersama Komisi I DPR.
”Saya akan coba mengusulkan proses pembahasan RUU itu nanti dengan membentuk semacam tim keselarasan, yang nanti bertugas me-review seluruh isi RUU Rahasia Negara supaya prosesnya bisa dipercepat. Jadi, bukan membahas satu per satu seperti dilakukan sekarang. Terlalu lama,” ujar Juwono.
Menurut Juwono, nantinya tim keselarasan terdiri dari Tim Perumus, Panitia Kerja, dan pemerintah. Tim itu nanti tidak lagi membahas RUU satu per satu, pasal demi pasal atau per daftar inventarisasi masalah (DIM).
Dengan tim kecil yang akan dibentuk itu pemerintah dan DPR tidak perlu lagi membahas bertele-tele dan berputar-putar karena proses dan pihak yang terlibat lebih sedikit serta efisien. Diharapkan semua proses pembahasan sudah kelar sebelum masa tugas pemerintahan dan DPR periode 2004-2009 selesai.
Proses pembahasan antara pemerintah dan Komisi I sudah menuntaskan enam pasal dari total 52 pasal atau sebanyak 259 poin DIM. Beberapa isu yang mengundang perdebatan, seperti poin tentang alokasi anggaran dan pembelanjaan untuk tujuan keamanan nasional dan daftar gaji prajurit TNI.
Dalam menjawab pertanyaan, Juwono didampingi Staf Ahli Menhan Bidang Ideologi dan Politik Agus Broto, Kepala Biro Hubungan Masyarakat Dephan Brigjen Slamet Hariyanto, dan Sutikno dari Badan Intelijen Negara.
Soal alokasi anggaran dan pembelanjaan untuk tujuan keamanan nasional dan daftar gaji prajurit TNI, masing-masing tercantum dalam pasal enam di poin ke-60 dan ke-65. Sejumlah anggota Komisi I menganggap pencantuman kedua masalah itu terlalu berlebihan dan dapat berdampak buruk mengurangi peran dan kewenangan fungsi pengawasan oleh DPR.
Abdillah Toha dari Fraksi Partai Amanat Nasional menanyakan maksud kalimat ”untuk tujuan keamanan nasional” terutama terkait soal kapan atau dalam kondisi apa hal itu ditetapkan dan diberlakukan serta siapa pihak yang berhak menentukan sesuatu sebagai bertujuan ”untuk keamanan nasional”.
Selain itu, dikhawatirkan juga pengaturan macam itu bakal mengurangi akuntabilitas serta transparansi perencanaan serta penggunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Menurut Happy Bone Zulkarnaen dari Fraksi Partai Golkar, ada kesan pemerintah ingin menghilangkan kewenangan pengawasan anggaran dan pembelanjaan oleh DPR melalui poin tersebut. Padahal, penentuan kebijakan anggaran dan belanja pemerintah haruslah bisa diawasi dan dikontrol oleh legislatif sebagai representasi rakyat Indonesia.
Protes serupa juga dilontarkan Happy terkait aturan dalam RUU itu, yang memasukkan masalah gaji prajurit TNI ke dalam suatu bentuk informasi yang dirahasiakan. Dalam rapat kerja itu pemerintah menegaskan informasi tentang itu dapat disalahgunakan pihak intelijen negara lain sebagai pintu masuk untuk mengetahui kekuatan serta kapabilitas prajurit TNI. (DWA)
Sumber: Kompas, 5 Mei 2009