DPR Tutup Akses Publik Bahas RUU Pengadilan Tipikor
INDONESIA Indonesia Coruption Watch (ICW) menuding DPR sengaja menutup akses publik terkait dengan pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Lembaga anti korupsi itu khawatir, UU Tipikor akan disahkan menjelang akhir jabatan DPR pada bulan September 2009 tanpa partisipasi publik.
Demikian pernyataan Koordinator ICW Danang Widoyoko di Jakarta kemarin, terkait ketidakjelasan pembahasan RUU Pengadilan Tipikor.
Menurut dia, keputusan terbitnya UU tersebut berada di tangan Panitia Khusus (Pansus) RUU Tipikor. "Pemerintah sudah menyerahkan dari tahun lalu, kini wewenang ada di DPR," kata Danang, di Jakarta, Minggu.
Danang mengatakan, semua pihak terutama Pansus harus fokus kepada pembuatan UU Pengadilan Tipikor tersebut. Sekarang ini, kata dia sudah tidak ada waktu untuk membahas pasal demi pasal, partisipasi publik pun kurang.
Menurut dia, penyelesaikan RUU Pengadilan Tipikor itu sebenarnya merupakan hal yang mudah bagi DPR. DPR tinggal menambahkan putusan MK tahun 2006, Bab 7 pasal 53 hingga pasal 62 ke dalam UU Pengadilan Tipikor yang baru. Pada bagian pertimbangan diubah dengan mengacu pada putusan Mahkamah Konstitusi.
"Kami khawatir terjadi kemacetan pada kasus-kasus yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi, sehingga banyak kasus berhenti begitu saja," kata Danang.
Danang menambahkan, banyak kasus yang akan dilimpahkan ke pengadilan umum, karena landasan hukum dalam penyidikan oleh KPK tidak ada.
"DPR periode 2004-2009 masih mempunyai waktu 2,5 bulan masa sidang efektif hingga September 2009 untuk menyelesaikan pembahasan RUU Pengadilan Tipikor," kata Danang.
Ia menambahkan, UU Tipikor dapat merujuk pada pengesahan UU Mahkamah Agung yang diselesaikan dengan cepat, meski anggota DPR tidak semua hadir.
Menurut dia, hal tersebut dapat menjadi acuan pengesahan UU Tipikor, karena lembaga yang membahasnya masih sama yaitu Pansus di Komisi III DPR. Ant [by : M. Yamin Panca Setia]
Sumber: Jurnal Nasional, 8 Juni 2009