DPRD Kota Bandung Akan Diadukan [24/06/04]
Direktur Bandung Institute of Governance Studies Dedi Haryadi mengatakan akan melanjutkan laporannya mengenai dugaan korupsi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah oleh DPRD Kota Bandung ke Komisi Ombudsman Nasional apabila Kejaksaan Negeri Bandung tidak juga merespons. Melalui Ombudsman, berkas laporan kasus itu akan diteruskan ke Kejaksaan Agung.
Rencana tersebut disampaikan Dedi kepada wartawan, Rabu (23/6), bersamaan dengan rencana melayangkan surat ke Kejaksaan Negeri Kota Bandung hari ini, Kamis (24/6). Dalam surat itu, BIGS meminta kejelasan sikap Kejari mengenai laporan dugaan korupsi di lembaga legislatif yang diserahkan tanggal 11 Juni lalu.
Saya akan melayangkan surat ke Kejari untuk meminta kejelasan soal isi laporan, kelengkapan, dan rencana tindak lanjut Kepala Kejari (Yuswa Kusumah). Selain itu, kami juga minta kesempatan hearing untuk menjelaskan temuan kami, ungkap Dedi.
Menurutnya, surat itu merupakan surat pertama yang dilayangkan ke Kejaksaan Negeri (Kejari). Apabila tidak juga direspons, Bandung Institute of Governance Studies (BIGS) masih akan mengirimkan surat kedua. Namun, apabila tidak dijawab oleh Kejari, laporan dugaan korupsi itu akan diserahkannya ke Komisi Ombudsman Nasional (KON).
Setelah surat kedua, yang berarti 21 hari setelah pengaduan itu, kami tidak akan menunggu lebih lama. Kasus ini akan segera diserahkan ke Ombudsman. Nanti, dari Ombudsman, kasus ini bisa diteruskan ke Kejagung. Tugas Kejagung untuk menindaklanjuti dengan meminta penjelasan dari Kejari. Untuk itu, saya telah berkonsultasi dengan Antonius Sujata (Ketua KON), ujar Dedi.
Secara terpisah, Kepala Kejari Kota Bandung Yuswa Kusumah menjelaskan bahwa pihaknya telah membentuk tim guna menyidik kasus itu lebih lanjut. Kami sudah bentuk tim untuk mengumpulkan sebanyak mungkin data keuangan, menindaklanjuti apa yang dilaporkan BIGS, katanya.
Namun, Yuswa mengatakan bahwa laporan BIGS belum cukup kuat karena hanya berupa potongan kliping koran dan lembaran foto kopi.
Sementara itu, Kepala Seksi Intel Kejari Jaya Kesumah selaku salah satu ketua tim yang menangani kasus tersebut mengatakan, tim tersebut saat ini sedang menyusun pola dan langkah yang akan dilakukan. Tim tersebut terdiri atas sembilan anggota yang berasal dari berbagai bagian, seperti intelijen dan tindak pidana khusus.
Kami akan melakukan klarifikasi dan mengumpulkan data serta mengundang para pihak yang terkait. Kemudian kita akan teliti sejauh mana kebenaran laporan BIGS tersebut, kata Jaya.
Rencananya, tambah Jaya, mulai minggu depan sejumlah pejabat pemerintah dan anggota DPRD Kota Bandung akan dimintai keterangan. Meskipun kasus ini bernuansa politis karena melibatkan sejumlah pejabat, Kejari tidak ingin gegabah karena blunder-nya akan ke kita semua. Karena itu, kita harus hati-hati melangkah, katanya.
Belanja DPRD
Seperti diketahui, BIGS mempertanyakan anggaran belanja DPRD Kota Bandung tahun 2001 dan 2002, khususnya pencantuman alokasi dana (nomenklatur) untuk kegiatan observasi dan penyuluhan serta operasional. Pada tahun 2002, jumlah kedua nomenklatur itu mencapai Rp 5,7 miliar atau sekitar 37 persen dari total belanja DPRD, yaitu Rp 15,1 miliar.
Adapun dua nomenklatur tersebut, dikatakan Dedi, tidak pernah disebutkan dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 110 Tahun 2000 tentang Kedudukan Keuangan DPRD. Namun, hal itu ditolak DPRD Kota Bandung dengan alasan PP tersebut telah dinyatakan tidak berlaku oleh Mahkamah Agung sejak 9 September 2002 sehingga tidak lagi memiliki kekuatan hukum. (K11/K12)
Sumber: Kompas, 24 Juni 2004