Dua Eks DPR Kompak Sakit; Mangkir dari Panggilan KPK
KPK melanjutkan pemeriksaan saksi dan tersangka kasus aliran dana Bank Indonesia. Kemarin (5/2), lembaga antikorupsi itu memanggil Direktur Hukum BI Oey Hoey Tiong, mantan Direktur BI Paul Sutopo, mantan Direktur BI Hendro Budiyanto, serta dua mantan anggota DPR periode 1999-2004, Antony Zeidra Abidin (AZ) dan Hamka Yandu (HY). Kepala BI Surabaya Rusli Simanjuntak juga ikut diperiksa.
Rusli dan Oey ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus tersebut. Selain mereka, Gubernur BI Burhanuddin Abdullah ikut ditetapkan sebagai tersangka. Oey disebut-sebut berperan menyalurkan uang Rp 68,5 miliar kepada pejabat BI yang terkena kasus hukum. Rusli disebut-sebut menjadi penyalur dana ke DPR.
Wakil Ketua KPK Bidang Penindakan Bibit Samad Riyanto menyatakan, tidak semua orang yang direncanakan diperiksa datang. Dua mantan anggota DPR mangkir dari panggilan KPK. AZ dan HY sakit. Ada suratnya. Kita harus sabar ya, ujar Bibit di gedung KPK kemarin.
Menurut dia, KPK akan kembali menjadwalkan pemeriksaan terhadap penerima aliran dana BI ke DPR tersebut. Kami akan memanggil mereka lagi, katanya.
Ditanya soal kapan penahanan tiga tersangka BI, dia tak bisa memastikan. Kalau cukup bukti, ya akan kami tahan, tegasnya.
Sampai pukul 22.00 tadi malam, hanya dua terperiksa, yakni Oey Hoey Tiong dan Paul Sutopo, yang belum keluar dari ruang pemeriksaan. Pukul 21.18, Hendro Budiyanto selesai diperiksa. Sayangnya, pria paro baya tersebut tak mau berkomentar dan langsung masuk ke Terrano biru tua nopol B 2883 LQ yang menunggu di lobi KPK.
Sementara itu, di tempat terpisah, Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Anwar Nasution mengaku siap ditahan kalau memang terbukti turut campur dalam persetujuan aliran dana BI tersebut. Saya mau dihukum kalau saya salah, tegasnya usai sidang uji materiil di Mahkamah Konstitusi kemarin.
Meski dalam rapat dewan gubernur 20 Maret 2003 ikut menandatangani risalah persetujuan pemberian dana masing-masing Rp 5 miliar kepada tiga mantan pejabat BI, pria paro baya tersebut tetap berdalih tak ikut campur. Anwar berdalih, yang dibicarakan adalah soal pengembalian dana YPPI, bukan pengaliran dana.
Kalau itu (pengembalian), saya setuju. Saya tidak mengerti mengapa harus ambil dari sumber lain (YPPI, Red). Apa dasarnya? Dan mengapa yang ambil itu si Oey (Oey Hoey Tiong, direktur hukum BI) dan Rusli (Rusli Simanjuntak, kepala BI Surabaya)? Dia ndak ada urusannya dengan pembukuan, keuangan. Mengapa nggak Wahyu (kepala keuangan internal BI)? ujar Anwar.
Pengusutan aliran dana BI mulai membuat bursa calon gubernur Bank Indonesia (BI) semakin panas. Ada sinyalemen, kasus yang mencoreng bank sentral itu akan membuat nama yang diajukan Presiden Susilo Bambang udhoyono ke DPR bukan berasal dari kalangan BI.
Sinyalemen tersebut disampaikan Menteri PPN/Kepala Bappenas Paskah Suzetta. Menurut dia, kalangan perbankan di luar BI memiliki kompetensi yang bisa diandalkan untuk memimpin bank sentral.
Paskah menyatakan, calon gubernur BI sedang dibahas di tingkat menteri koordinator (Menko). Menko Perekonomian Boediono nanti menyampaikan kepada presiden soal nama-nama yang layak memimpin BI. Nanti presiden yang punya hak prerogatif untuk menentukan, jelasnya setelah pembukaan rapat teknis nasional Badan Pusat Statistik (BPS) kemarin.
Menurut dia, mungkin yang diajukan presiden hanya satu nama. Dalam undang-undang, kata Paskah, hanya disebutkan maksimal tiga nama. Berarti, kalau hanya satu nama juga tidak apa-apa kan? katanya.
Hanya, dirinya belum berani membocorkan nama-nama calon yang sedang dibahas para Menko. Dia hanya memberikan sinyal bahwa calonnya bisa jadi tidak berasal dari kalangan internal BI. Gara-gara kasus itu (aliran dana BI ke DPR), mungkin calonnya dari luar BI. Undang-undangnya begitu, tidak harus orang dalam, tegasnya.
Kalau sinyalemen Paskah tersebut benar, berarti harapan Deputi Senior Gubernur BI Miranda Goeltom atau mantan Deputi Gubernur BI Aulia Pohan pupus sudah. (ein/agm/tom/yun)
Sumber: Jawa Pos, 6 Februari 2008