Dua Pejabat Kota Batam Ditahan
Kejaksaan Negeri Kota Batam, Kepulauan Riau, menahan dua pejabat Pemerintah Kota (Pemkot) Batam yang diduga terlibat kasus dugaan korupsi dana bantuan sosial dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kota Batam 2009 senilai Rp 22,5 miliar. Kedua pejabat itu dititipkan di Rumah Tahanan Kelas II A Batam sejak Senin (17/1) malam. Kepala Kejaksaan Negeri Batam Ade E Adhyaksa, Selasa, mengatakan, dua pejabat Pemkot Batam itu adalah Kepala Bagian Keuangan Erwinta Marius dan Bendahara Raja Abdul Haris. Sebelum ditahan, mereka menjalani pemeriksaan dan telah ditetapkan sebagai tersangka. Kedua tersangka diduga bersama-sama melakukan penyelewengan pengelolaan dan penyaluran dana bantuan sosial dari APBD 2009. (LAS)
-------------------------------
SPORC Tetapkan Tiga Tersangka
Satuan Polisi Kehutanan Reaksi Cepat Brigade Bekantan Kalimantan Barat (SPORC Kalbar) menetapkan tiga tersangka, setelah penangkapan dua tronton kayu olahan. Ketiga tersangka diduga menggunakan dokumen pengangkutan kayu yang tidak sah. Komandan SPORC Kalbar David Muhammad, Selasa (18/1) di Pontianak, mengatakan bahwa tiga tersangka itu yakni SF, RB, dan RG, diduga melanggar Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Minggu lalu, SPORC Kalbar menangkap dua tronton pengangkut kayu olahan jenis rimba campuran di Kota Pontianak. Kayu itu rencananya diekspor ke Korea melalui Pelabuhan Dwikora Pontianak (Kompas, 18/1). (aha)
-------------------------------
Gubernur Kaltim: Jumlah Izin Bisa Dikurangi
Pemerintah telah menerbitkan 1.271 izin usaha pertambangan batu bara di Kalimantan Timur (Kaltim). Menurut Gubernur Kaltim Awang Faroek Ishak, jumlah itu dinilai amat banyak sehingga dapat saja dikurangi, terutama yang diterbitkan oleh para bupati dan wali kota. Awang Faroek mengatakan itu saat meninjau sejumlah lokasi tambang batu bara di Samarinda, Selasa (18/1). Turut mendampingi peninjauan Wakil Wali Kota Samarinda Nusyirwan Ismail. Di Kaltim, izin usaha pertambangan dari pemerintah pusat mencakup luas lahan konsesi lebih dari 5.000 hektar, sedangkan izin dari bupati dan wali kota mencakup luas konsesi kurang dari 5.000 hektar. Awang Faroek mengatakan, berdasarkan kewenangan yang dimiliki seorang gubernur, ia akan terus mengimbau bupati dan wali kota mengevaluasi izin yang pernah diterbitkan. Izin yang belum mencapai tahap eksploitasi sebaiknya dibatalkan. Selain itu, Awang Faroek mengimbau bupati dan wali kota benar-benar mengawasi praktik pertambangan di daerah. Izin pihak yang banyak melanggar aturan patut dicabut dan aktivitas pertambangannya ditutup atau dihentikan. (BRO)
Sumber: Kompas, 19 Januari 2011