Dugaan Gratifikasi Dalam Kasus Prita Mulyasari

Kasus Prita Mulyasari –pasien RS Omni Internasional Tangerang yang dilaporkan dugaan pencemaran nama baik-- merupakan tindakan kriminalisasi. Dalam press briefing di kantor ICW 11 Juni 2009, diungkapkan bahwa muncul pula dugaan gratifikasi yang dilakukan oleh pihak rumah sakit Omni International. Menurut Febri Diansyah yang merupakan peneliti hukum ICW ada temuan awal adanya pengumuman di Kejaksaan Negeri Tanggerang bahwa pegawai Kejari Tanggerang bias mengikuti medical general check up dan pap smear (pemeriksaan lender dari leher rahim atau dalam istilah kedokteran disebut lender serviks) di rumah sakit Omni Internasional secara gratis. Pengumuman ini dikeluarkan pada tanggal 18 Mei 2009. Sementara Prita ditahan pada tanggal 13 mei 2009.  Sehingga jika dihitung ada selisih lima hari sejak Prita ditahan oleh kejaksaan. Beberapa jaksa di Kejaksaan Negeri Tanggerang mengaku memanfaatkan fasilitas ini pada tanggal yang sama.

pengumumanNamun Kapuspenkum Kejaksaan Agung mengatakan bahwa pengobatan gratis ini tidak jadi dilaksanakan, kalau pun pengobatan itu dilakukan dalam rangka bakti sosial terhadap jaksa, karena selama ini jaksa menerima gaji kecil. Sementara Kepala Kejari Tanggerang mengatakan bahwa kegiatan itu merupakan kerjasama dengan PT ASKES, sehingga ada pemotongan gaji. Pernyataan Kepala Kejari Tanggerang menurut Febri Diansyah menimbulkan kontradiksi. Memang benar PNS, termasuk jaksa menerima manfaat kerjasama dengan program ASKES sosial. Namun yang perlu dicermati, general check up ternyata termasuk pelayanan yang tidak dijamin dalam program tersebut. Selain itu juga tidak ada layanan pap smear dalam jenis pelayanann yang dijamin PT ASKES.  Jadi jika terjadi pengobatan gratis terhadap jaksa yang diberikan oleh RS Omni Internasional, dapat dikategorikan sebagai gratifikasi. Apabila pengobatan gratis tersebut masih berhubungan secara kausalitas dengan kelalaian atau ketidakprofesionalan jaksa dalam penahanan Prita, maka gratifikasi itu dapat disebut suap. Menurut UU 31 tahun 1999 jo UU 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, gratifikasi merupakan salah satu bentuk korupsi yang mana mengandung pengertian:

“pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya”  
(pasal 12B ayat (1) UU 20 tahun 2001)

Jika terbukti ada unsur gratifikasi, maka jaksa yang diduga menyimpang dapat dijerat dengan UU No. 20 tahun 2001 pada pasal 11 dan pasal 12 B dengan masing-masing ancaman hukuman 1-5 tahun dan 4-20 tahun.

Kasus Prita sebenarnya dapat menimbulkan pemicu atau bisa dijadikan momentum dalam memperbaiki sistem pelayanan kesehatan di Indonesia. Seandainya RS Omni Internasional yang notabene swasta dan bergantung pada pasien saja dapat melayani konsumennya dengan baik. Tentu ini jadi preseden yang bagus.

Namun, yang jadi pertanyaannya adalah bagaimana pelayanan kesehatan pasien dari kelompok miskin? Data temuan ICW menyebutkan ada penolakan pasien. Dari hasil riset dengan metode  Citizen Report Card (CRC) menunjukan 87,5 persen tidak pernah ditolak oleh pihak rumah sakit, namun 12,5 persen pernah ditolak oleh rumah sakit dengan berbagai alasan seperti, penuhnya daya tampung rumah sakit, administrasi yang diajukan pasien tidak lengkap, dan peralatan rumah sakit tidak cukup lengkap dalam menangani pasien. Kemudian juga masih ada pungutan uang dalam administrasi. Riset tersebut juga menyebutkan bahwa ada pungutan dari rumah sakit kepada pasien dalam hal pengurusan administrasinya. Ada 77, 9 persen yang mengaku tidak ada pungutan terhadap pasien namun 21,1 persen selebihnya mengatakan ada pungutan, dan rata-rata pungutan administrasi adalah sebesar Rp 437.000,00. Pungutan ini jika dilihat dari besaran biaya yang harus dikeluarkan oleh pasien rumah sakit miskin ini cukup berat. Selanjutnya dibutuhkan waktu yang lama untuk menunggu jadwal operasi, yang mana dalam menggunakan layanan bedah rata-rata menunggu sampai sebelas hari untuk jadwal operasi bedah dari rumah sakit. Dan yang terakhir adalah masih adanya beragam beban biaya yang harus dikeluarkan oleh pasien rumah sakit miskin ini rata-rata untuk rawat inap sebesar Rp 556. 986,00 dan rawat jalan sebesar Rp 70.835,00.

Dari temuan ini perlu adanya reformasi pelayanan kesehatan yang meliputi tiga aspek penting yakni, aspek kebijakan, aspek anggaran, dan aspek pelayanan. Dari aspek kebijakan negara, seharusnya membuat regulasi yang mendukung seluruh warga negara sehingga pelayanan kesehatan makin berkualitas terutama bagi warga miskin. Aspek kebijakan ini akan menjamin terciptanya pencapaian kebijakan kesehatan yang bersifat preventif dan promotif sesuai dengan paradigma sehat. Selain dari itu perlu adanya reformasi di bidang anggaran. Yaitu perlu adanya kebutuhan anggaran untuk menyediakan pelayanan kesehatan berkualitas bagi warga negara. Dan juga perlu adanya transparansi dan pengawasan penggunaan anggaran semua institusi penyedia layanan kesehatan (mulai dari departemen kesehatan sampai pukesmas) sehingga dapat meminimalisasi penyimpangan-penyimpangan yang akan terjadi. Terakhir dalam mereformasi pelayanan kesehatan adalah meliputi aspek pelayanan. Di sini perlu diperhatikan bahwa memperbaiki standar pelayanan minimal dalam pelayanan kesehatan, perlu adanya pengawasan implementasi kebijakan yang ideal dalam pelayanan kesehatan bagi pasien miskin agar tidak terjadinya penyimpangan yang merugikan. Penting kiranya dapat menghilangkan hambatan biaya dan diskriminasi pelayanan terutama bagi kelompok miskin.

Perlu ada kerjasama antar berbagai pihak, mulai dari  pemerintah, masyarakat, maupun pihak yang berhubungan langsung dengan masalah ini untuk berusaha sebaik mungkin menemukan  solusi masalah dengan berbagai cara. Permasalahan ini juga harus diselesaikan dengan pendekatan terintegrasi dan focus. Kasus Prita sudah selayaknya dapat terselesaikan secara tuntas sehingga dapat dijadikan momentum dalam reformasi pelayanan kesehatan nasional. (GHALI dan Abid)

File presentasi ICW

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan