Dugaan Gratifikasi Nazaruddin; Mahfud Tantang Diperiksa KPK
Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD siap buka-bukaan soal pemberian uang oleh Bendahara DPP Partai Demokrat M Nazaruddin kepada Sekjen MK Janedjri M Gaffar. Mahfud berharap KPK segera memeriksanya.
Mahfud mengatakan, kasus itu gencar diberitakan di media massa. Seharusnya, KPK segera menindaklanjuti informasi yang beredar di masyarakat.
“Saya nggak mau lapor KPK, tapi Anda (maksudnya KPK-Red) baca koran, ada berita itu, wajib datangi MK, periksa,” tegas Mahfud.
Menurut dia, bukti-bukti cukup banyak, termasuk tanda terima pengembalian uang 120.000 dolar Singapura. Karena itu, Mahfud siap memberikan segala informasi yang dibutuhkan KPK.
“Saya akan datang atau Sekjen (yang) saya antar,” tandasnya dalam wawancara dengan Metro TV yang disiarkan secara langsung, Minggu (22/5) sore.
Menanggapi hal itu, Wakil Ketua KPK M Jasin mengatakan, pihaknya tengah mengumpulkan bahan keterangan dan informasi.
’’Kami pulbaket (mengumpulkan bahan keterangan dan informasi) terlebih dahulu atas pemberian tersebut,’’ ujarnya.
Menurut Jasin, pengumpulan bahan keterangan dilakukan untuk menemukan ada atau tidaknya pidana dalam pemberian uang tersebut.
’’Diselidiki dulu, ada pidananya atau tidak,’’ ujarnya.
Mahfud mengaku sengaja tidak melaporkan kasus itu ke KPK. Sebab, jika dugaan gratifikasi itu dilaporkan maka kasus tersebut akan hilang.
“Mau dilaporkan penyuapan tidak bisa, karena (Nazaruddin) dia tak punya kasus di MK. Kalau dilaporkan ke KPK sebagai gratifikasi, maka kasus itu selesai, sebab dalam kasus gratifikasi yang memberi tak diapa-apakan, yang menerima asal melapor juga tak diapa-apakan,” ujarnya.
Dia mengaku sering melaporkan gratifikasi ke KPK. Hasilnya hanya dua macam, uang sah dimiliki atau diambil oleh negara. Tak ada tindakan hukum bagi pelaku gratifikasi.
Mengenai alasan dirinya memerintahkan Janedjri mengembalikan uang pemberian Nazaruddin, Mahfud mengatakan hal itu dilakukan karena khawatir MK akan menjadi sasaran tembak. Dengan uang itu, Nazaruddin bisa menyandera putusan MK.
Janedjri akhirnya mengembalikan uang tersebut melalui penjaga rumah Nazaruddin. Nazaruddin bahkan sempat menghubungi Janedjri, kenapa uang itu dikembalikan. Nazaruddin menyebut uang itu sebagai ’’uang persahabatan’’.
“Ketika bicara (melalui hubungan telepon), ada yang mendengarkan, yaitu kepala biro (MK). CDR (call data record) pembicaraan itu bisa dicari,” tandasnya.
Mahfud juga mengungkapkan bahwa Nazaruddin sering berhubungan dengan Janedjri. Nazaruddin bahkan pernah mengajak Janedjri makan bersama untuk menemui Ketua Umum DPP Partai Demokrat Anas Urbaningrum. Karena itu, Mahfud minta Anas ikut berbicara dan menjelaskan soal kedekatan Nazaruddin dengan Janedjri.
Dipahami Keliru
Ketika dikonfirmasi, Anas mengakui pernah makan bersama Janedjri dan Nazaruddin pada 2008 di sela-sela kegiatan yang diselenggarakan oleh MK bersama DPP Partai Demokrat (PD) di Hotel Sultan, Jakarta.
Pada waktu itu dirinya menjabat ketua Bidang Politik DPP PD, belum menjadi anggota DPR dan ketua umum PD. MK masih dipimpin Jimly Asshiddiqie.
Karena itu, menurutnya tidak tepat bila Mahfud mengaitkannya dengan isu gratifikasi oleh Nazaruddin. “Pada 2008 ada Temu Wicara Kesadaran Berkonstitusi, kerja sama DPP PD dengan MK. Satu kali di sela acara itu kami makan bersama,” ujar Anas.
Menurutnya, ada sejumlah pengurus DPP PD yang ikut makan bersama tersebut. Tidak ada hal-hal khusus yang mereka bicarakan, selain materi kegiatan Temu Wicara Kesadaran Berkonstitusi.
Anas berharap Mahfud meletakkan duduk permasalahan pada konteks yang sesungguhnya dan fakta yang tepat.
“Baik sekali bila Pak Mahfud, senior yang saya hormati, berkenan memberikan penjelasan secara tepat. Tidak baik bila dipahami keliru oleh masyarakat dan saya dikait-kaitkan,” ujarnya.
Janedjri juga mengakui pertemuan mereka bertiga. Namun ia membantah itu ada kaitannya dengan pemberian uang 120 ribu dolar Singapura dari Nazaruddin.
“Pertemuan yang dimaksud Pak Mahfud itu sama sekali tidak berhubungan dengan pemberian uang itu,” tegasnya.
Sementara itu Nazaruddin mengaku tidak mengetahui motif di balik langkah Mahfud MD. Sebab, hingga kemarin dia tidak pernah berbicara secara langsung dengan ketua MK tersebut.
Dia juga mengaku tidak memiliki nomor telepon Mahfud, dan tidak pernah mempunyai kepentingan seperti perkara di MK hingga harus memberikan uang pada Sekjen MK.
’’Jadi, urusan apa saya memberi uang kepada Sekjen MK sebanyak itu? Kasus apa sampai saya harus memberi uang sebanyak itu. Pak Mahfud lebih tahu hukum. Jadi, tolong tanyakan apa maksudnya ia berbicara fitnah seperti itu,’’ tutur Nazaruddin. (J22,J13,F4,D3,dtc-25,59)
Sumber: Suara Merdeka, 23 Mei 2011