Dugaan Korupsi APBD Provinsi Gorontalo, Gubernur Fadel Jadi Tersangka
Deretan gubernur yang tersandung kasus korupsi makin bertambah. Yang terbaru adalah Gubernur Gorontalo Fadel Muhammad. Dia ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) Gorontalo atas dugaan korupsi penggunaan dana silpa (sisa lebih penggunaan anggaran) Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Gorontalo pada 2001 sebesar Rp 5,4 miliar.
Tim penyidik telah memanggil Fadel hingga dua kali. Fadel kemarin menjalani pemeriksaan pertama sebagai tersangka di Gedung Kejati Gorontalo. Berdasar informasi yang dikumpulkan Gorontalo Post (Jawa Pos Group), fungsionaris Partai Golkar itu diperiksa selama tiga jam mulai pukul 07.00. Selama pemeriksaan, tak seorang pun wartawan mengetahui kedatangan Fadel. Kedatangan orang nomor satu di provinsi penghasil jagung itu terkesan sembunyi-sembunyi.
Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Gorontalo Andi Mohamad Taufik menyatakan penyidik telah memeriksa Fadel yang didampingi pengacaranya, Muchtar Luthfi. ''Saya dan Pak Wakajati (Sugiarto) menjadi tim pemeriksanya. Kami memeriksa lebih dari tiga jam,'' katanya di Gedung Kejati Gorontalo kemarin. Taufik mengaku sempat kaget atas kedatangan Fadel yang pagi-pagi buta.
Menurut dia, tim penyidik menghujani pria kelahiran Ternate tersebut dengan 60 pertanyaan. Materinya seputar pencairan dana mobilisasi kepada 45 anggota DPRD Provinsi Gorontalo yang terindikasi dicairkan tanpa rapat paripurna atau pimpinan dewan, sehingga merugikan negara.
''Pak Fadel mengakui bahwa ada tanda tangannya pada SKB (surat keputusan bersama) dengan Ketua DPRD Amir Piola Isa,'' ungkap Taufik. SKB yang dimaksud itu bernomor 112 Tahun 2002 dan 16 Tahun 2002 tentang Pelampauan APBD 2002.
Soal penahanan, Taufik menyatakan tim penyidik belum mengagendakan. Tim perlu mengevaluasi hasil pemeriksaan, termasuk apakah perlu memanggil lagi Fadel atau tidak. ''Kalau dari BAP (berita acara pemeriksaan) masih dianggap kurang, kami akan melaksanakan pemeriksaan tambahan,'' ujar mantan kepala Kejari (Kajari) Poso itu. Dia menambahkan, penanganan terhadap pimpinan daerah harus mendapat izin lebih dulu dari presiden.
Dari Jakarta, Kapuspenkum Kejaksaan Agung (Kejagung) Jasman Panjaitan membenarkan adanya pemeriksaan Fadel sebagai tersangka korupsi APBD tersebut. ''Tim penyidik telah memintai keterangan gubernur Gorontalo,'' ujarnya di Gedung Kejagung kemarin. Dia menambahkan, pemeriksaan dilakukan setelah kejaksaan memperoleh izin dari presiden.
Menurut Jasman, kasus tersebut ditangani Kejati Gorontalo. Fadel bersama-sama Ketua DPRD Provinsi Gorontalo Amir Piola Isa telah menggunakan dana silpa tanpa dasar hukum yang jelas. ''Seharusnya dana itu dikembalikan ke kas daerah,'' kata mantan Kajari Jakarta Timur tersebut.
Berdasar informasi yang dihimpun, dasar itu adalah SKB No 112 dan 16. Sisa dana APBD 2001 senilai Rp 5,4 miliar, kata Jasman, yang seharusnya dikembalikan ke kas daerah ternyata dibagi-bagikan kepada 45 anggota DPRD periode 2001-2004 sebagai dana mobilisasi.
Dia menegaskan, pemanggilan Fadel oleh Kejati Gorontalo tersebut berdasar surat bernomor SP-38/R.5.5/Fd.1/03/2009 yang ditandatangani Aspidsus Taufik. Rencananya, Fadel dipanggil pada 19 Maret 2009. Sementara surat perintah penyidikan bernomor print 07/R.5/Fd.1/01/2009 diterbitkan 21 Januari 2009.
Dari penelusuran koran ini, izin pemeriksaan dari presiden terhadap Fadel yang sudah turun pernah disampaikan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (JAM Pidsus) Marwan Effendy pada 16 Januari lalu. Namun, ketika itu Marwan menyatakan bahwa Fadel akan diperiksa sebagai saksi.
Ketika dikonfirmasi tadi malam, Marwan mengaku lupa. ''Tanya Kajati Gorontalo saja. Saya lupa, apa sebagai saksi atau tersangka,'' katanya kepada Jawa Pos tadi malam.
Di tempat terpisah, Fadel membantah semua tuduhan kejaksaan. Dia juga menegaskan bahwa dirinya masih berstatus saksi dalam kasus tersebut. ''Saya bukan tersangka kok. Apalagi disebutkan ikut menyelewengkan dana Silpa APBD 2001,'' ujar Fadel saat dihubungi Fajar (Jawa Pos Group) kemarin.
Menurut dia, dana yang disebutkan sebagai silpa itu sudah dianggap selesai oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dengan bukti surat yang dikeluarkan. ''Tapi, kok tiba-tiba menjelang pemilu ini kasus tersebut kembali diungkit. Ini terlalu politis,'' tegasnya.
Fadel juga menyebutkan, dana mobilisasi yang sempat dibagikan kepada anggota DPRD Gorontalo itu sudah dikembalikan ke kas daerah. ''Itu sudah ada pertanggungjawabannya. Juga, proses hukum mantan Ketua DPRD Gorontalo Amir Piola Isa sudah dijalani,'' ungkapnya.
Dia mengaku memang datang ke Gedung Kejati Gorontalo kemarin. Namun, itu tidak terkait dengan pemeriksaan sebagai tersangka kasus tersebut. ''Saya ke sana karena silaturahmi terkait rencana pergantian Kejati pada 29 Maret mendatang,'' ujarnya.
Kuasa hukum Fadel, Muchtar Luthfi, membantah pernyataan kejaksaan telah memeriksa kliennya sebagai tersangka. Dia menegaskan, kliennya menolak diperiksa bila surat izin pemeriksaan (SIP) sebagai tersangka tidak disertai surat izin pemeriksaan dari presiden. ''Kami hanya menerima surat panggilan tanpa disertai SIP. Jadi, kami tak akan memenuhi panggilan tersebut. Lagi pula, klien saya kan kok tiba-tiba sudah jadi tersangka,'' ungkapnya kemarin.
Menurut dia, ada nuansa politis di balik pemeriksaan kliennya. Sebab, kasusnya diungkap lagi bersamaan dengan situasi politik saat Fadel hendak mencalonkan sebagai wakil presiden (Wapres). ''Kasus ini sudah lama, tapi kenapa SIP-nya tiba-tiba baru dikeluarkan Desember 2008? Menurut kami, apa yang dilakukan kejaksaan hanya pepesan kosong,'' tegasnya.
Nama Fadel sebelumnya sempat masuk bursa salah satu cawapres untuk capres dari PDIP Megawati Soekarnoputri dalam pemilu presiden (pilpres) 2009. Dia dianggap bisa menyaingi popularitas Ketua Umum Partai Golkar Jusuf Kalla yang selama ini dianggap menjadi representasi wakil Indonesia Timur. Fadel belakangan juga diisukan menjadi salah seorang kandidat kuat cawapres untuk capres Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) setelah Kalla maju sebagai capres Partai Golkar.
Soal kasus korupsinya, Fadel dianggap ikut bertanggung jawab dalam kasus penggunaan sisa dana APBD pada 2001 senilai Rp 5,4 miliar. Dalam kasus tersebut, Pengadilan Negeri (PN) Gorontalo pada 2005 memvonis Ketua DPRD Amir Piola Isa dengan hukuman 1,5 tahun. Dia ikut bertanggung jawab atas penggunaan dana bantuan mobilitas sewaktu menjabat ketua DPRD periode 2001-2004.
Amir yang kini terpilih lagi menjadi ketua DPRD periode 2005-2009 tersebut hingga kini belum dieksekusi karena masih menunggu putusan di tingkat kasasi oleh Mahkamah Agung (MA). Dalam putusannya, Amir dianggap membuat SKB No 112 dan 16 yang diterbitkan tanpa rapat pimpinan atau rapat paripurna, sehingga bertentangan dengan Keputusan DPRD Provinsi Gorontalo Nomor 3 Tahun 2001 tentang Tata Tertib DPRD. Nah, selain Amir, kasus tersebut menyeret Fadel. (fal/ram/gp-80/jpnn/agm)
Sumber: Jawa Pos, 25 Maret 2009