Dugaan Korupsi di Hutan; Paru-paru Dunia Itu Rusak
Dalam 20 tahun terakhir, luasan hutan alam di Provinsi Riau berkurang 56,8 persen. Jika dirata-rata, setiap tahun Riau kehilangan 182.140 hektar hutan alam atau setiap bulan 15.178 hektar. Bahkan, data dari World Wild Fund, akhir 2005 hutan yang tersisa tinggal 33 persen dari luas daratan Riau atau hanya 2,743 juta hektar (National Geographic Indonesia, Oktober 2007).
Dalam 20 tahun terakhir, luasan hutan alam di Provinsi Riau berkurang 56,8 persen. Jika dirata-rata, setiap tahun Riau kehilangan 182.140 hektar hutan alam atau setiap bulan 15.178 hektar. Bahkan, data dari World Wild Fund, akhir 2005 hutan yang tersisa tinggal 33 persen dari luas daratan Riau atau hanya 2,743 juta hektar (National Geographic Indonesia, Oktober 2007).
Pagi masih belum beranjak pergi ketika sampai di Kabupaten Pelalawan, Kepulauan Riau. Pelalawan adalah kabupaten yang jalanan aspalnya penuh dengan truk besar pengangkut kayu gelondongan.
Kini, meski Bupati Tengku Azmun Jaafar sedang diadili di Pengadilan Khusus Tindak Korupsi Jakarta, truk penuh muatan kayu masih tetap menjadi pemandangan sehari-hari rakyat Pelalawan.
Mobil pun berbelok ke sebuah gerbang besi yang besar. Di sisi kanan tertulis larangan masuk dengan menyitir satu pasal di Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), lengkap dengan ancaman hukuman, yang membuat gentar siapa pun yang hendak masuk. Itulah gerbang PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP), sebuah perusahaan bubur kertas di Indonesia. Perusahaan ini berinduk pada Asia Pacific Resources International Holdings Limited di Singapura.
Penjagaan di pintu gerbang PT RAPP sangat ketat. Beruntung akhirnya bisa masuk juga. Begitu masuk ke areal RAPP, setiap tamu disuguhi sebuah peradaban yang kontras dengan pemandangan di jalanan Pangkalan Kerinci, Pelalawan.
Areal begitu bersih dan rapi, sambil di sana-sini terlihat petugas berseragam menggunakan motor yang siap menangkap pelanggar aturan di areal RAPP. Beberapa aturan itu antara lain tidak boleh membuang sampah sembarangan dan harus memakai helm. Jika melanggar aturan mereka, siap-siap saja ditangkap petugas bermotor.
Iringan jajaran pohon yang berbaris rapi dilengkapi dengan jalan beraspal hotmix mulus menyapa. Di sisi kanan, deretan rumah putih elegan lengkap dengan mobil yang terparkir di garasi masing-masing, menunjukkan tingkat kesejahteraan karyawan perusahaan itu.
Tak jauh dari sana, sebuah tanah merah kosong yang luas terbentang menanti untuk dilirik. Entah akan digunakan untuk apa tanah seluas itu. Belum sempat berpikir jauh, pemandangan berganti dengan pabrik besar hijau. Pabrik itu tak persis berada di pinggir jalan, tetapi agak menjorok masuk. Tepat di depan pabrik, tumpukan kayu kira-kira setinggi rumah berlantai satu, dengan panjang dan lebar sekitar 5 x 4 meter, menjadi pemandangan yang menarik. Belasan tumpukan ada di sana.
Mobil melaju kencang meninggalkan pabrik, rumah, dan jalan beraspal hotmix, yang jauh belasan kilometer di belakang. Kini jalan batu kapur yang diratakan dan penuh debu menjadi pemandangan berikutnya.
Sepanjang perjalanan selama 1,5 jam, tidak satu mobil pun yang berpapasan. Hanya truk aneka ukuran, entah mengangkut kayu gelondongan besar, kayu berukuran kecil, atau malah mengangkut kelapa sawit. Yah, di beberapa tempat yang dilalui tadi, beberapa hektar tanah ditanami pohon sawit. Di jalan ini pulalah truk build up besar dan panjang yang tak pernah ditemui di jalan raya terlihat lalu lalang melewati jalan poros ini.
Hutan nyaris habis
Bayangan akan memasuki kawasan hutan tropis yang lebat dan sulit dilalui sirna sudah. Realitas yang dihadapi sungguh kontras dengan cerita itu.
Sepanjang perjalanan, tak banyak pohon tinggi besar yang menjulang. Pohon ramin besar atau meranti sangat jarang dijumpai. Pohon akasia yang berumur muda atau pohon kelapa sawit merupakan pemandangan umum sepanjang menyusuri jalan poros ini. Di beberapa areal kosong dan luas terlihat akar pohon besar yang berwarna hitam akibat terbakar.
Begitulah pemandangan yang berawal dari gerbang RAPP. Tak ada jalan lain masuk ke kawasan hutan ini selain dari pintu gerbang itu.
Jalan poros itu memang dibangun PT RAPP untuk menuju kawasan hutan alam yang dikelola mitra kerjanya. Mitra kerja inilah yang menyuplai kayu, baik gelondongan besar maupun kayu bulat kecil, kepada PT RAPP, yang selanjutnya diolah menjadi bubur kertas. Jalan poros ini juga menghubungkan antara hutan alam dan Pelabuhan Futong di Kabupaten Siak.