Dugaan Makelar Kasus PLN, KPK Diminta Terbuka
Pengawasan internal harus ditingkatkan.
Komisi Pemberantasan Korupsi diminta lebih terbuka dalam pembenahan jajaran internalnya. Apalagi KPK merupakan harapan satu-satunya masyarakat dalam pemberantasan korupsi. "KPK harus bersikap lebih jujur kepada masyarakat, khususnya terkait dengan permasalahan internal," ujar Hasril Hertanto, Koordinator Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia, saat dihubungi kemarin.
Menurut Hasril, jika kalangan internal KPK diduga melakukan pelanggaran, harus ditindak tegas. Demikian juga dengan sanksi. "Hal itu pun harus diumumkan," ujarnya.
Pada Jumat lalu, ayahanda terdakwa Saleh Abdul Malik, Abdul Malik M. Aliun, membeberkan kasus pemerasan terhadap anaknya oleh seseorang yang mengaku-aku sebagai kaki-tangan KPK. Menurut Aliun, anaknya dimintai Rp 8 miliar agar kasusnya beres. Meski sudah membayar hampir separuh dari jumlah itu, anaknya, yang merupakan Komisaris PT Altelindo Karya Mandiri--rekanan dalam proyek pengadaan customer management system atau CMS PT PLN Jawa Timur--tetap dijadikan tersangka.
Aliun menuturkan, kejadian itu berawal dari pertemuan anaknya dengan Obi dan Tri Harnoko Singgih, seorang pengacara, di salah satu kafe di kawasan Jakarta Selatan. Dalam pertemuan itu, Saleh sepakat memberikan kuasa hukumnya kepada Harnoko. Sedangkan Obi menjadi perantara informal antara mereka dan KPK. Singkat cerita, Saleh tak sengaja bertemu dengan Obi dan langsung menagih kekurangan dana yang diminta. Menurut Aliun, anaknya diancam, bila kekurangan dana itu tak dilunasi, Saleh akan dijadikan tersangka. "Saat itu Obi bilang, 'Ini perintah Ari Muladi. Ari sudah ngomong dengan Ade Rahardja (Deputi Penindakan KPK). Kalau tak bayar, masuk penjara'," kata Aliun. "Dua hari setelah diancam, anak saya jadi tersangka."
Nama Ade muncul untuk kedua kalinya. Pertama, saat kasus dugaan kriminalisasi Bibit Samad Rianto dan Chandra M. Hamzah, dua pemimpin KPK. Saat itu, Ade dikaitkan dengan Ari Muladi. Kini muncul melalui pengakuan Aliun, ayah terdakwa Saleh Abdul Malik, yang terbelit kasus PLN.
Hasril menilai, jika seperti itu, KPK harus menindak tegas Ade sebagai bagian dari KPK. "Dengan membebastugaskannya," katanya. KPK, dia melanjutkan, juga harus menyelidiki adanya pelanggaran kode etik atau tidak. Menurut dia, jika ada, harus dilakukan sidang etik. Tahap-tahap ini mesti dilakukan KPK agar kepercayaan masyarakat meningkat. Tapi, jika hanya rumor, kata Hasril, "KPK harus memberi klarifikasi."
Indonesia Corruption Watch, pegiat antikorupsi, mendesak KPK lebih sensitif menindaklanjuti berbagai pengaduan masyarakat. Menurut Koordinator ICW, Danang Widoyoko, KPK juga perlu mengintensifkan pengawasan internal.
Adapun juru bicara KPK, Johan Budi S.P., menyatakan Ade Rahardja sudah diperiksa Direktorat Pengawasan Internal KPK. "Hasilnya hingga saat ini tidak ditemukan bukti keterlibatannya dalam kasus pengadaan CMS PT PLN Jawa Timur yang ditangani KPK," ujarnya saat dihubungi kemarin.
Menurut Johan, hasil pemeriksaan internal tersebut sudah dilakukan dua pekan lalu. Johan mengakui hasil tersebut tidak dilansir ke publik. Alasannya, kata Johan, "KPK memang tidak berkewajiban untuk itu. Intinya, Ade tidak terbukti terlibat," katanya. SUTJI DECILYA | EVANA DEWI
Sumber: Koran Tempo, 15 Februari 2010