Dugaan Pansus Century dari Temuan Investigasi, Rekening Fiktif Berbau Politik
Aliran dana bailout Bank Century terus ditelusuri. Banyaknya rekening fiktif temuan tim investigasi di lima kota (Jakarta, Surabaya, Denpasar, Medan, dan Makassar) menguatkan dugaan adanya keterkaitan kasus itu dengan kepentingan politik tertentu.
Pernyataan itu diungkapkan anggota Pansus Hak Angket Bank Century dari Fraksi Partai Golkar Melchias M. Mekeng. Banyaknya rekening fiktif itu, menurut dia, bukan sekadar kebetulan. ''Terkesan disengaja atau by design,'' ujarnya saat dihubungi kemarin (14/2).
Mekeng menambahkan, rekening-rekening tersebut sangat mungkin itu dibuat oleh kelompok-kelompok tertentu. Sebab, akan sulit itu terwujud jika pembuatnya perseorangan.
''Kalau dilihat modusnya, banyak rekening fiktif yang dibuat sebelum Bank Century di-bailout. Setelah dana Rp 6,7 triliun dari LPS (Lembaga Penjamin Simpanan) masuk, barulah pemilik rekening fiktif itu menarik dana,'' katanya.
Mekeng mengatakan, memang tidak mudah mencari keterkaitan langsung antara penarikan dana melalui rekening fiktif dengan kelompok politik tertentu. Meski demikian, hal itu bisa saja dilakukan melalui penelurusan data oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Pusat Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), serta investigasi lapangan. ''Saat ini, data terus kami kumpulkan,'' terangnya.
Menurut Mekeng, dalam kasus rekening fiktif, bisa jadi orang yang namanya terdaftar sebagai pemilik rekening benar-benar fiktif. Namun, bisa jadi pula, rekening fiktif tersebut mencatut identitas seseorang. Karena itu, meski benar-benar ada, orang tersebut tidak mengetahui bahwa namanya digunakan untuk membuka rekening. ''Berbagai kemungkinan bisa saja terjadi. Lihat saja kasus seorang sopir taksi di Ciputat (Jakarta) yang punya rekening Rp 200 miliar,'' jelasnya.
Dugaan adanya kaitan rekening fiktif dengan kepentingan politik tertentu mengemuka setelah adanya beberapa temuan pansus. Selain nilainya mencapai puluhan hingga ratusan miliar rupiah, sebagian rekening fiktif juga mencatut nama tokoh parpol atau pejabat tertentu.
Di luar itu, masih ada dugaan aliran dana dari rekening Bank Century ke beberapa anggota DPR. Ditambah lagi adanya nasabah besar seperti PT Asuransi Jaya Proteksi (AJP) yang menarik dana besar dari Bank Century. Pada saat pemilu, perusahaan tersebut juga menyumbang dana miliaran rupiah untuk pasangan capres tertentu.
Selain itu, ada pula kasus nasabah Bank Century di Makassar, yakni Amirudin Rustan. Menurut sumber di pansus, pemilik bengkel di Makassar yang memiliki dana puluhan miliar tersebut punya hubungan dekat dengan salah seorang tim sukses capres tertentu dan teman dekat seorang anggota Komisi XI DPR.
Data PPATK menunjukkan, dana dari Bank Century yang mengalir mulai 24 November 2008 -setelah bailout- hingga bank yang kini berganti nama Bank Mutiara itu keluar dari pengawasan khusus BI pada 10 Agustus 2009 mencapai Rp 11,41 triliun. Aliran dana inilah yang saat ini terus ditelusuri oleh pansus, BPK, dan PPATK.
Sebelumnya, dugaan hubungan kasus Bank Century dengan kepentingan politik tertentu disuarakan oleh anggota pansus dari FPKS Andi Rahmat. Menurut Rahmat, di Indonesia, kasus perbankan sering terjadi menjelang even pemilu. ''Seperti ada siklus lima tahunan,'' ujarnya.
Rahmat mengungkapkan, menjelang Pemilu 2004, ada kasus Bank Global. Lantas, menjelang Pemilu 2009 menyeruak kasus Bank Century. Menurut dia, kejahatan sektor perbankan merupakan kejahatan terbesar dari segi nilai uang. Kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), lanjut dia, melibatkan uang negara Rp 600 triliun lebih, sedangkan kasus Bank Century Rp 6,7 triliun. ''Karena itu, kasus Bank Century ini harus diusut tuntas. Jika tidak, kasus semacam ini bisa saja terulang setiap menjelang pemilu,'' katanya.
Sementara itu, anggota pansus dari Fraksi PPP M. Romahurmuzy menyatakan, di lapangan pihaknya juga menemukan bahwa tanpa rapat Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) pada 21 November dini hari sekalipun, Bank Century sudah pasti akan di-bailout. "Jadi, rapat panjang tengah malam itu sebenarnya tidak ada gunanya alias sia-sia," ujarnya.
Sebab, menurut temuan pansus, ternyata pada detik-detik akhir menjelang rapat dimulai ada perubahan mekanisme penanganan yang disampaikan BI. Isinya ternyata hanya penyelamatan Bank Century. Padahal, seharusnya ada beberapa opsi lain. Misalnya, penutupan bank. "Tapi, ternyata yang diminta sudah jelas, yakni bailout (dana talangan, Red), tanpa ada opsi lain," tegas Romi -sapaan akrab Romahurmuzy.
Mendukung temuan tersebut, Wasekjen DPP PPP itu juga mengungkapkan bahwa karena usul perubahan tersebut, jadwal rapat KSSK ikut berubah. Rencana awalnya dilakukan 20 November pukul 20.00 menjadi 21 November pukul 01.00 dini hari.
Apakah fakta-fakta tersebut akan makin mengarahkan kesimpulan bahwa Boediono sebagai gubernur BI saat itu menjadi pihak paling bertanggung jawab? Romi belum bisa memberikan analisis lebih jauh. "Kami akan rekonstruksi dulu, untuk nantinya disampaikan di pandangan akhir fraksi," ujarnya.
Pada 17 Februari nanti, rencananya, pansus mendengar kesimpulan akhir dari fraksi-fraksi terkait dengan hasil keseluruhan Pansus Hak Angket Bank Century. Kesimpulan akhir tersebut akan dibawa ke sidang paripurna DPR untuk diambil keputusan hingga menjadi keputusan resmi DPR guna diproses lebih lanjut. (owi/dyn/iro)
Sumber: Jawa Pos, 15 Februari 2010