Dugaan Setoran Dana Abadi Umat untuk Menteri Agama
Pendahuluan
Menurut Undang-Undang 13 No 2008 tentang penyelenggaraan ibadah haji, Dana Abadi Umat merupakan sejumlah dana yang diperoleh dari hasil pengembangan Dana Abadi Umat dan/atau sisa biaya operasional penyelenggaraan ibadah haji serta sumber lain yang halal dan tidak mengikat.
Dalam rangka pengelolaan dan pengembangan DAU secara lebih berdaya guna dan berhasil guna untuk kemaslahatan umat Islam, pemerintah membentuk
Badan Pengelola DAU. Tugas utamanya menghimpun, mengelola, mengembangkan, dan mempertanggungjawabkan DAU.
Sedangkan fungsinya adalah menghimpun dan mengembangkan DAU sesuai dengan syariah dan ketentuan peraturan perundang-undangan, merencanakan, mengorganisasikan, mengelola, dan memanfaatkan DAU, serta melaporkan pengelolaannya kepada Presiden dan DPR.
Walau DAU dikelola oleh badan khusus, tapi sebelum disahkan UU 13/2008, mayoritas pengurus didalamnya adalah pejabat departemen agama. Menteri agama menjabat ketua Badan Pengelola, sekjen depag menjadi ketua Dewam Pengawas, sedangkan direktur jenderal penyelenggaraan haji dan umrah menjadi ketua dewan pelaksana.
Monopoli penyelenggara DAU oleh pejabat depag ternyata diiiringi ketertutupan dalam pengelolaan. Tidak ada keterbukaan mulai dari proses penghitungan pendapatan hingga penggunaan dana. Akibatnya, potensi penyelewengan anggaran-digunakan untuk kepentingan diluar kemaslahatan umat- sangat terbuka.
Dalam rentang tahun 2002 hingga 2005, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan menemukan banyak penyimpangan dalam penyelenggaraan ibadah haji, termasuk berkaitan dengan penggunaan DAU. Kasus tersebut akhirnya mengantarkan mantan Menteri Agama, Said Agil Hussain Al-Munawar dan Dirjen bimas Islam dan penyelenggaraan haji, Taufik Kamil, masuk penjara.
Aliran DAU Kepada Menteri Agama
Tujuan utama pengelolaan DAU adalah untuk kemaslahatan umat. Dalam keputusan presiden 22/2001 tentang badan pengelola DAU, bentuk kegiatan yang dibiayai DAU antara lain, pendidikan dan dakwah, kesehatan, sosial keagamaan, ekonomi, pembangunan sarana dan prasarana ibadah, serta pelayanan ibadah haji.
Dalam prakteknya, DAU ternyata juga digunakan untuk kepentingan diluar kemaslahatan umat. Diduga dana juga mengalir kapada menteri agama yang antara lain untuk kepentingan pribadi. Paling tidak ada tiga bentuk aliran DAU yang diberikan kepada menteri agama, yaitu:
a. Tunjangan fungsional
Berdasarkan data yang diperoleh ICW, Menteri Agama Muhammad Maftuh Basyuni, menerima tunjangan fungsional bulanan yang bersumber dari bendaharawan dana pengelolaan biaya penyelenggaraan ibadah haji. Paling tidak pada 21 April 2005, Menag menandatangani kwitansi tunjangan fungsional sebesar Rp. 10 juta, masing-masing untuk maret dan april 2005.
Kwitansi bernomor CZ 286497 juga ditandatangani oleh Dirjen Bimas Islam dan penyelenggaraan haji, H.Taufik Kamil serta bendaharawan BPIH, H. Enin Yusuf Suparta.
b. Tunjangan hari raya
Selain tunjangan fungsional, pada 11 November 2004 Menteri Agama Muhammad Maftuh Basyuni juga menerima tunjangan hari raya idul fitri 1435 H/2004. Jumlah uang yang diterima senilai Rp. 25 juta yang bersumber dari bendahara Badan Pengelola Dana Abadi Umat.
Dalam kwitansi yang diperoleh ICW, sangat jelas menteri agama tanda tangan sebagai penerima dana. Sedangkan bendahara pengelola DAU, H.Moch. Abd. Rosjad bertindak sebagai pemberi dan sekretaris BP DAU, H.Taufiq Kamil yang memberikan persetujuan,
c. Perjalanan dinas ke Arab Saudi
Menteri Agama, Muhammad Maftuh Basyuni pada 6 mei 2005, juga menerima uang senilai USD 5.000 atau setara Rp. 50.085.000 yang bersumber dari Badan Pengelola Dana Abadi Umat. Dalam kwitansi disebutkan bahwa uang digunakan untuk pembayaran taktis perjalanan dinas Bapak Menteri Agama ke Arab Saudi tanggal 10 Mei 2005.
Selain sebagai pelengkap data dugaan korupsi penyelenggaraan haji yang pernah kami sampaikan pada 4 Desember 2008 lalu, berdasarkan data/temuan dugaan aliran dana DAU dan BPIH tersebut kami ingin meminta penjelasan atau fatwa dari KPK apakah seorang menteri dapat menerima dana atau tunjangan lain selain dari gaji pokok yang diterima? Jika tidak, kami meminta KPK menindaklanjuti temuan ini.
Jakarta, 26 Desember 2008
Ade Irawan
Koordinator Divisi Monitoring Pelayanan Publik
Indonesia Corruption Watch