Dugaan Suap; Sengketa Si Ikan Naga di Riau
Testimoni mantan Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Komisaris Jenderal Susno Duadji di Komisi III DPR mulai terkuak sedikit demi sedikit. Berdasarkan data yang diperoleh Kompas, dugaan makelar kasus yang dituding Susno terkait gugatan Ho Kian Huat, warga negara Singapura, yang melaporkan kasus penipuan dan penggelapan yang dilakukan oleh Anuar Salmah atau yang lebih dikenal dengan nama Amo, pemilik PT Sumatera Aquaprima Buana.
Pengacara Ho Kian Huat adalah Haposan Hutagalung. Pada 3 Februari 2010, lewat Haposan, Ho Kian Huat mengirimkan surat yang isinya meminta perlindungan hukum kepada Duta Besar Singapura di Jakarta.
Dalam berkas Haposan, kasus penipuan dan penggelapan diawali dengan kerja sama antara Ho dan Anuar Salmah untuk membeli lahan, membangun kolam penangkaran ikan, membeli bibit ikan, serta membangun seluruh sarana dan prasarana pembangunan penangkaran ikan arwana (Sclerofages formosus) senilai 11,5 juta dollar Singapura. Lokasi penangkaran berada di Desa Muara Fajar, Pekanbaru.
Ho kemudian mengirimkan indukan arwana jenis super red, cross black, dan golden red senilai Rp 32,5 miliar. Kerja sama itu dilakukan sejak pertengahan 1992 sampai Oktober 2000.
Dalam perjalanan waktu, Amo berkelit dan mengakui perusahaan penangkaran ikan langka itu murni merupakan milik pribadinya. Ho menggugat Amo secara perdata dan kemudian melaporkan Amo kepada Badan Reserse Kriminal Polri pada 10 Maret 2008 dengan tuduhan penipuan dan penggelapan. Laporan itu tertuang dalam laporan dengan Nomor Polisi TBL/57/III/2008/Siaga II. Penyidikan dilakukan oleh Direktorat I Unit V Bareskrim Polri.
Dalam pemeriksaan Bareskrim, Amo membantah bekerja sama dengan Ho meski ada bukti-bukti transfer dari Ho. ”Patut diduga, Amo terlibat dalam jaringan mafia hukum yang mencoba mengatur dan memengaruhi proses penyidikan dan penuntutan atas laporan Ho. Penyidikan nyaris dihentikan karena adanya intervensi dari oknum perwira tinggi Mabes Polri. Namun, berdasarkan bukti-bukti kuat, baik bukti surat maupun keterangan saksi-saksi, berkas perkara klien kami saat ini telah dinyatakan lengkap oleh jaksa peneliti pada Kejaksaan Agung,” ujar Haposan dalam tulisannya kepada Dubes Singapura.
Sebaliknya, pengacara Anuar Salmah, Jhony Arianto, yang dihubungi secara terpisah, membantah keras keterangan bahwa kliennya menipu, apalagi menggelapkan dana. Dalam persidangan perdata di Pengadilan Tinggi Jakarta Pusat, Amo justru memenangi perkara atas Ho.
”Saya bukan pengacara Pak Amo dalam kasus pidana di Mabes Polri, melainkan pengacara dalam kasus perdata. Namun, saya mengetahui bahwa tuduhan menipu atau menggelapkan uang Ho yang dialamatkan kepada Pak Amo tidak benar dan tidak terbukti di pengadilan. Di pengadilan tidak terbukti Ho menitipkan uang kepada Pak Amo atau tidak pernah pula Pak Amo menerima indukan arwana secara gratis. Pak Amo dan Ho memang bermitra, tetapi penangkaran arwana di Riau milik Pak Amo. Bahkan, Ho yang sebenarnya berutang kepada Pak Amo, nilainya 2 juta dollar AS dan 4 juta dollar Singapura. Kami justru heran, mengapa kasus perdata ini tiba-tiba bisa masuk dalam ranah pidana?” kata Jhony.
Menurut Jhony, sejak 1988, Amo sudah memiliki usaha penangkaran ikan di Riau. Setelah usahanya berkembang pesat, dia mendapat izin dari Departemen Kehutanan untuk perdagangan satwa liar yang dilindungi. Bahkan, Amo memperoleh sertifikat CITES untuk mengekspor arwana ke seluruh dunia.
Di samping kasus pidana dan perdata di atas, ternyata penangkaran ikan milik Amo yang sekarang bernama PT Salmah Arowana Lestari itu juga digugat dalam kasus lingkungan oleh lembaga swadaya masyarakat Riau Madani. Menurut Sekretaris LSM Riau Madani Tommy Freddy Manungkalit, lokasi penangkaran arwana Amo berada dalam kawasan hutan konservasi Taman Hutan Raya Sultan Syarif Kasim II, Minas. Artinya, penangkaran Amo tidak sah secara hukum.
Tentang gugatan LSM Riau Madani, Jhony mengatakan, tidak ada masalah. Dia yakin, kliennya memiliki izin yang sah sesuai peraturan perundang-undangan negara ini.
Beberapa waktu lalu, Kompas pernah menyambangi areal penangkaran PT Salmah milik Amo. Lokasi tersebut berada di tengah-tengah perkebunan kelapa sawit. Areal kolam penangkaran satwa langka berharga mahal itu dikelilingi pagar berkawat duri yang dialiri arus listrik bertegangan tinggi.
Selain kasus Amo dan Ho, menurut sejumlah sumber, bergulir pula informasi tentang sengketa hukum antara pengusaha budidaya ikan arwana berinisial AM di Pekanbaru dan pengusaha AH, pemilik akuarium Rb di Singapura. Pengusaha AM, sebagai pihak yang digugat AH, yang warga negara Singapura, menang di tingkat peradilan pertama. Ia memenangi sengketa senilai 100 juta dollar Singapura atau setara dengan 60 juta dollar AS atau sekitar Rp 550 miliar pada Desember 2008. Namun, AH mengajukan banding. Hingga kini, perkara itu belum selesai.(Sahnan Rangkuti/Iwan Santosa)
Sumber: Kompas, 12 April 2010