Dukung Vonis BK; Aziddin Menolak Dipecat sebagai Anggota DPR
Keputusan Badan Kehormatan DPR memberhentikan anggota DPR harus didukung. Keputusan itu malah diharapkan bukan sekadar mencari sensasi, tetapi juga merupakan awal dari penegakan aturan dan kode etik bagi para anggota DPR.
Sekarang tinggal bagaimana konsistensi dan kebesaran hati semua pihak menjalani keputusan itu, ujar anggota Badan Pekerja Indonesia Corruption Watch (ICW) Adnan Topan Husodo dan Direktur Lingkar Madani untuk Indonesia (Lima) Ray Rangkuti secara terpisah di Jakarta, Minggu (16/7).
Keduanya mengingatkan, Badan Kehormatan (BK) DPR harus konsisten dengan keputusannya. Sebaliknya, semua pihak diminta menghormati keputusan itu. Untuk menepis kecurigaan, keputusan itu harus disampaikan secara terbuka. Bagaimanapun, BK bukan kelompok kerja yang steril dari pertanggungjawaban publik, kata Adnan.
Sebaliknya, anggota Fraksi Partai Demokrat DPR Aziddin (Jawa Barat X) ketika dikonfirmasi wartawan melalui telepon yang volumenya dikeraskan, Minggu sore, mengaku baru mendapatkan informasi tentang pemecatan dirinya langsung dari Ketua Fraksi Partai Demokrat di DPR Sjarifuddin Hasan (Jawa Barat II). Namun, Aziddin secara tegas menolak keputusan BK yang telah memberhentikan dirinya sebagai anggota DPR. Badan Kehormatan bukan lembaga penyidik. BK tidak punya kewenangan seperti itu, katanya tegas.
Menurut Aziddin, tindakan BK itu bertentangan dengan UU. Fraksi Partai Demokrat pun telah menyatakan penolakan secara resmi atas keputusan BK itu. Tadi Pak Sjarif Hasan sudah menggelar konferensi pers menolak keputusan BK, ucap Aziddin.
Aziddin juga kembali menegaskan dirinya sama sekali tidak merugikan keuangan negara, melakukan perbuatan asusila, atau korupsi. Karena itu, berdasarkan UU, dia tidak bisa diberhentikan sebagai anggota Dewan. Tidak ada kerugian negara dalam kasus ini. Apa yang dirugikan? kata Aziddin dengan nada tinggi.
Seperti diberitakan Kompas, Minggu (16/7), BK DPR dalam rapat di Wisma DPR Kopo sejak Jumat (14/7) akhirnya memutuskan sanksi pada 19 anggota DPR dengan beragam kasus. Sanksi terberat adalah pemberhentian seorang anggota DPR. Menurut catatan Kompas, Aziddin pernah dimintai keterangan atas dugaan percaloan pondokan haji.
Bela diri
Adnan dan Ray Rangkuti setuju jika anggota DPR yang akan dijatuhi sanksi diberi hak untuk membela diri. Namun, Ray yakin keputusan BK memberhentikan anggota DPR tentu bukan keputusan yang main-main dan sudah melalui proses panjang dan didasari argumentasi kuat.
Karena itu, Adnan mengingatkan, yang penting jangan sampai BK memutuskan itu hanya mencari sensasi untuk merebut simpati publik. Bagaimanapun, adanya sanksi pemberhentian menunjukkan ada pelanggaran kode etik sangat berat.
Ray berharap pemberian sanksi terberat itu menjadi peringatan dan memberi efek jera terhadap anggota DPR lain agar tidak melakukan kesalahan serupa. Kalau peringatan biasa, orang mungkin merasa belum apa-apa. Tapi kalau pemberhentian, orang akan takut, katanya.
Yang dikhawatirkan, kata Ray, hasil kerja BK itu dimentahkan lagi oleh pimpinan DPR, pimpinan partai politik, atau bahkan presiden. Itu akan jadi aib terbesar, ujarnya. (SUT/DIK)
Sumber: Kompas, 17 Juli 2006