Eddi Widiono Bakal Lolos
Hendarman dilempari telur busuk.
Direktur Utama Perusahaan Listrik Negara (PLN) Eddi Widiono bebas dari dugaan korupsi. Penyidik Tim Koordinasi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi tak menemukan aliran dana ke para tersangka, termasuk Eddi. Sudah kami cek rekening (mereka), kata Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung Hendarman Supandji dalam rapat kerja dengan Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat di Senayan kemarin.
Menurut dia, tindak pidana korupsi harus memenuhi tiga unsur: ada perbuatan melawan hukum, merugikan negara, dan memperkaya diri sendiri dan/atau orang lain. Tak adanya aliran dana kepada para tersangka membuat unsur memperkaya diri sendiri tak terbukti. Bahkan kerugian negara akibat proyek Pembangkit Listrik Tenaga Gas dan Uap di Borang, Sumatera Selatan, itu pun belum jelas. Hanya satu unsur yang terbukti, yaitu perbuatan melawan hukum, ujarnya.
Sebelumnya, penyidik Kepolisian Republik Indonesia menetapkan empat tersangka: Eddi Widiono, Direktur Pembangkit Listrik PLN Ali Herman Ibrahim, Deputi Direktur Pembangkit Listrik Agus Darnadi, dan Direktur PT Guna Cipta Mandiri John Kennedy Aritonang. Saat ini berkas penyidikan belum lengkap karena dua unsur korupsi tak bisa dibuktikan oleh penyidik. Itu sebabnya, tiga kali kejaksaan menolak berkas penyidikan.
Kejaksaan pertama kali menerima berkas penyidikan dari Markas Besar Polri untuk ditingkatkan ke penuntutan pada Juli 2006. Tapi syarat formal dan material berkas kasus ini belum lengkap karena tak ada alat bukti. Bahkan dari hasil pemeriksaan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) tak ditemukan bukti penggelembungan (markup) harga mesin turbin.
Kejaksaan lalu mengembalikan berkas untuk dilengkapi, termasuk memeriksa Direktur Magnum Power Australia David John McDonald. Ternyata polisi hanya melengkapi syarat formalnya, yakni meneken berita acara pemeriksaan--sesuatu yang sebelumnya tak dilakukan. Syarat material sama sekali tak diperbarui. Kejaksaan kembali menampik berkas polisi pada 25 Agustus sore. Senin sore (28 Agustus), berkas dikembalikan (lagi) dengan syarat material yang tak dipenuhi, ujar Hendarman. Eddi terpaksa dibebaskan dari tahanan polisi karena berkas belum lengkap, sedangkan masa penahanan Eddi habis pada 31 Agustus.
Hendarman menjelaskan, kerugian negara berdasarkan pemeriksaan BPKP sebesar US$ 6 juta. Perinciannya: harga mesin turbin truck mountain 2.500 dari pabrik General Electric (GE) sebesar US$ 16 juta, tapi BPKP menemukan harga jual GE kepada rekanan PLN, PT Guna Cipta Mandiri, US$ 21 juta. Dalam tender, nilai kontrak PT Guna US$ 27 juta.
Ternyata PT Guna mendapatkan mesin turbin dari Magnum Power di Australia. Artinya, GE menjual turbin kepada Magnum, lalu Magnum menjualnya kepada PT Guna. Dalam pemeriksaan diketahui Direktur Magnum Power David John McDonald memberikan keterangan tertulis (affidavit) bahwa Magnum menjual mesin turbin US$ 23 juta kepada PT Guna. McDonaldlah yang meneken kontrak pembelian dari GE.
Juru bicara Polri, Inspektur Jenderal Paulus Purwoko, menyatakan polisi kehilangan jejak McDonald. Australia Federal Police sudah dikontak, tapi McDonald tak berada di sana. Kami belum tahu (apakah McDonald di Indonesia), kata Paulus di kantornya.
Desakan terhadap pengusutan kasus PLN terus terjadi. Kemarin di DPR Hendarman dilempari telur busuk oleh aktivis Gerakan Mahasiswa Anti Manipulasi BUMN. Fariz, si pelempar, lalu ditangkap polisi. Komisi Hukum DPR meminta maaf kepada Hendarman atas insiden itu. FANNY FEBIANA | ERWIN DARYANTO
Sumber: Koran Tempo, 12 September 2006