Efektivitas Penunjukan Boediono Diragukan
Mantan anggota Dewan Penasihat Presiden, Adnan Buyung Nasution, Selasa (18/1) di Jakarta menegaskan, 12 instruksi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk percepatan penuntasan kasus mafia pajak dan mafia hukum terkait Gayus HP Tambunan itu terlambat. Ia meragukan pula efektivitas penunjukan Wakil Presiden Boediono untuk mengoordinasikan dan mengawasi penuntasan kasus Gayus.
Boediono dan juga Kepala Unit Kerja Presiden untuk Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan Kuntoro Mangkusubroto yang akan membantunya, kata Adnan Buyung, cenderung kompromistis. Padahal, dibutuhkan sosok fighter yang berani menghadapi semua itu.
Namun, Adnan Buyung mengakui, instruksi Presiden itu tetap perlu dikeluarkan daripada tidak ada sama sekali. Ia juga mengingatkan agar instruksi itu bukan retorika belaka, seperti instruksi Presiden mengenai percepatan pemberantasan korupsi yang dikeluarkan tahun 2004.
Ia juga menegaskan, instruksi Presiden soal audit kinerja, termasuk mencopot semua pejabat yang terlibat, harus jelas ukurannya. Artinya, jika dalam tempo seminggu, sesuai batas waktu yang diberikan Presiden, tak ada tindak lanjutnya, pemimpin lembaga itu harus diberhentikan.
Adnan Buyung juga mempertanyakan, jika dalam tempo seminggu, misalnya, Kapolri Jenderal (Pol) Timur Pradopo tak menindak Raja Erizman, pejabat yang membuka blokir rekening Gayus, atau Jaksa Agung Basrief Arief tak menindak jaksa Cirus Sinaga yang mengarahkan dakwaan sehingga Gayus terbebas dari tuntutan, mau diapakan mereka. ”Kalau saya, akan saya berhentikan keduanya kalau tak menindak pejabat sebagaimana instruksi Presiden,” katanya.
Pengamat politik J Kristiadi menilai, pendelegasian penyelesaian kasus Gayus kepada Wakil Presiden (Wapres) adalah keputusan berat. Sebelum mendapat tugas itu, Boediono sudah mendapat tugas dari Presiden untuk menangani sejumlah urusan, antara lain terkait dengan Papua dan pengentasan warga miskin.
”Beban Boediono sangat berat. Menangani urusan ekonomi dan kemiskinan saja sudah sangat berat, apalagi ditambah dengan tugas terkait dengan kasus Gayus,” ujarnya, Selasa di Jakarta.
Kasus Gayus, kata Kristiadi, adalah kasus yang luar biasa pelik dan berat. Kasus ini diduga melibatkan kekuatan politik dan dana di belakang Gayus. Karena itu, sulit rasanya bagi Boediono untuk menanganinya. Apalagi Boediono tidak memiliki latar belakang politik. ”Situasi makin pelik karena Pak Boediono juga diduga tersangkut masalah Bank Century,” ucapnya.
Pembagian tugas seharusnya dilakukan secara tegas antara presiden dan wapres, seperti dilakukan saat M Jusuf Kalla menjadi wapres. Boediono sebaiknya mendapatkan tugas untuk menangani perekonomian.
Bukan hal aneh
Secara terpisah, Selasa, Juru Bicara Wapres Yopie Hidayat di Jakarta menyatakan, penunjukan Wapres oleh Presiden untuk ikut mengoordinasi dan mengawasi penuntasan kasus Gayus adalah hal wajar. Itu bukan hal aneh dan baru. Selama ini banyak tugas yang diinstruksikan kepada Wapres untuk ikut membantu koordinasi dan pengawasannya. ”Wapres selama ini memang difungsikan untuk ikut membantu mengoordinasikan dan mengawasi program serta kebijakan pemerintah. Wapres bukan sebagai ketua tim pelaksanaan instruksi Presiden yang menetapkan 12 langkah penanganan secara tuntas kasus Gayus,” katanya.
Kuntoro mengakui, ada kelambatan penanganan kasus Gayus sehingga harus dituntaskan. ”Ada instruksi Presiden agar bisa diselesaikan,” ujarnya.(fer/ato/har/bdm)
Sumber: Kompas, 19 Januari 2011