Eksekutif Juga Terima Amplop RUU PA; Depdagri Juga Harus Diaudit
Pemerintah pusat menganggarkan Rp 1,6 miliar untuk menyelesaikan Rancangan Undang-Undang Pemerintahan Aceh. Salah satu kebutuhan yang dianggarkan dari dana sebesar itu adalah honorarium untuk eksekutif dan legislatif yang bertugas membahas RUU PA.
Ketika ditanya apakah eksekutif juga mendapatkan uang dalam pembahasan RUU PA, Sekretaris Jenderal Departemen Dalam Negeri Progo Nurdjaman, Senin (8/5), hanya mengatakan, Iya, anggaran itu ada di DIPA (Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran) Ditjen Otonomi Daerah, nama anggarannya honorarium.
Ia tidak menyebutkan berapa dana yang dialokasikan untuk eksekutif. Progo mengatakan dana Rp 1,6 miliar itu digunakan dari mulai penyusunan RUU PA sampai pembahasan dan disahkan menjadi undang-undang.
Sebelum dibahas dengan DPR, Depdagri membentuk tim perumus RUU PA yang diketuai Kepala Badan Diklat Depdagri Tursandy Alwi dan dibantu dua pejabat eselon I, Dirjen Otonomi Daerah Kausar AS dan Dirjen Kesatuan Bangsa dan Politik Sudarsono Hardjosoekarto.
Mengenai niat beberapa anggota Pansus RUU PA yang akan mengembalikan uang dari Depdagri, Progo mengatakan pihaknya akan menyesuaikan dengan DPR. Kalau mau dikembalikan, ya monggo saja, tetapi dana itu sudah ada dalam anggaran, kata Progo.
Dari DPR mulai berkembang pemikiran soal pengembalian amplop kepada Depdagri. Ketua Pansus Ferry Mursyidan Baldan (Fraksi Partai Golkar, Jawa Barat II) secara pribadi menilai gagasan pengembalian amplop menjadi pilihan untuk mengakhiri polemik soal bantuan. Sekalipun sebenarnya sudah ada penjelasan mengenai sumber dana dan peruntukannya, tetap saja hal itu dinilai tidak memadai.
Ferry menyebutkan posisi uang bantuan mandek setelah muncul pemberitaan soal amplop bantuan itu. Namun, ia mengaku belum tahu persis berapa anggota pansus yang mengembalikan atau menolak amplop bantuan.
Ketua Badan Kehormatan DPR Slamet Effendy Yusuf (Fraksi Partai Golkar, Jawa Tengah VIII) secara terpisah menilai pengembalian itu merupakan keputusan yang baik dan bijaksana.
Sedangkan Sekjen Forum Masyarakat Peduli Parlemen Sebastian Salang mengemukakan, penyelesaian amplop di Pansus RUU PA tidak cukup dilakukan di internal DPR. Depdagri sebagai pemberi amplop juga harus diaudit dan diproses secara hukum. (sut/sie/dik)
Sumber: Kompas, 9 Mei 2006