Empat Saksi Akui Dapat Uang Lelah
Sidang Kasus Suap KPU dengan Terdakwa Dentjik
JAKARTA - Empat staf Ditjen Perbendaharaan Depkeu menyampaikan kesaksian dalam sidang kasus suap dengan terdakwa Wakil Kepala Biro KPU M. Dentjik kemarin. Mereka adalah staf Depkeu yang menerima uang dari KPU.
Yakni, M. Masduki (bagian penyortiran dokumen), Paruli Lubis (direktur Pelaksanaan Anggaran), Rahmat Sudia (Kasi pada Direktorat Pelaksanaan Anggaran), dan Sudiharjo (Kasub pada Direktorat Perbendaharaan).
Dentjik menjadi terdakwa karena beberapa kali memberikan uang kepada pegawai Ditjen Anggaran. Selain itu, dia memberikan uang kepada beberapa auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan dua anggota DPR RI. Menurut JPU, dana yang diberikan sebesar USD 70.000 dan Rp 564 juta yang diduga dari rekanan KPU dalam pengadaan barang dan jasa pada Pemilu 2004.
Kepada majelis hakim di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, keempatnya mengaku menerima uang beberapa kali. Tapi, mereka menolak bahwa uang itu telah mempengaruhi mereka dalam menjalankan tugas.
Mereka dimintai kesaksian secara berdua di persidangan yang dipimpin Hakim Sutiono. Hakim anggotanya I Made Hendra Kusuma, Martini, Dudu Duswara, dan Achmad Linoh.
Saya menerima uang tiga kali senilai total Rp 5 juta dan USD 3 ribu, aku Masduki saat dihadirkan bersamaan dengan Paruli Lubis. Uang tersebut, kata dia, diterima pada September 2004 (USD 3 ribu), Desember 2004 (Rp 2,5 juta), dan Januari 2005 (Rp 3 juta).
Tapi, kata Masduki, hanya Rp 2,5 juta yang diberikan Dentjik langsung. Yang dolar diberikan Pak Antoniady Sirait (staf Ditjen Anggaran) dan yang Rp 3 juta oleh Pak Utomo (staf KPU), ujarnya. Uang itu diketahui Masduki sebagai uang lelah dari KPU.
Ketika ditanya anggota majelis, apakah Masduki merasa lelah dalam menyortir dokumen KPU, dia menjawab secara spontan. Ya, saya lelah, katanya. Menurut pria yang menjadi PNS sejak 1999 itu, dirinya sering bekerja lembur sampai malam. Bahkan, Sabtu dan Minggu tetap kerja. Masduki bertugas menyortir surat keputusan otorisasi (SKO) yang berisikan alokasi dana untuk operasional KPU. Tapi, semua uang itu sudah saya kembalikan, tuturnya.
Paruli Lubis mengaku menerima uang dua kali. Yakni, akhir Desember 2004 (Rp 15 juta) dan Februari 2005 (Rp 7,5 juta). Menurut dia, uang yang dimasukkan dalam amplop cokelat berlogo KPU itu diberikan Utomo. Waktu memberikan uang, dia (Utomo) bilang, ini uang lelah dari pimpinan KPU, ucapnya. Dia bertugas memeriksa dokumen daftar isian proyek anggaran (DIPA).
Rahmat Sudia, yang dihadirkan bersama Rusdiharjo, mengaku menerima uang sekali lewat Utomo, yakni Rp 5 juta. Saat itu, dia bersama Dentjik, ujarnya. Rahmat bertugas meneliti DIPA secara administratif.
Rusdiharjo mengaku menerima uang tiga kali. Masing-masing Februari, Juni, dan Agustus 2004 sebesar Rp 5 juta setiap pemberian. Dia menerima semuanya dari Dentjik. Mengenakan kemeja putih dan celana abu-abu, Dentjik tidak membantah keterangan para saksi.
JPU yang terdiri atas Wisnu Baroto, Tumpak Simanjuntak, dan Agus Salim akan menghadirkan saksi lain pada sidang berikutnya. Mereka adalah auditor BPK yang menerima uang dari KPU. Yakni, Mochamad Priono, Djapiten Nainggolan, Haedar Rahman, Hilmy, dan Wati. Saat ini, sudah 14 saksi yang telah dihadirkan. Mungkin masih ada 10 saksi lagi yang akan diperiksa, tandasnya. (mon)
Sumber: Jawa Pos, 14 Desember 2005