Fahmi Idris Diperiksa KPK

Saksi Kasus Pengadaan Barang Depnakertrans

Menteri Perindustrian Fahmi Idris, Selasa (14/10), datang ke Komisi Pemberantasan Korupsi untuk diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi yang terjadi pada tahun 2004 di Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Saat itu Fahmi adalah Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi.

Namun, saat datang dan pulang, Fahmi tidak melalui pintu depan layaknya tamu atau mereka yang diperiksa KPK pada umumnya.

Menurut catatan Kompas, strategi melalui pintu samping ini pernah beberapa kali dilakukan oleh mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia Aulia Pohan saat diperiksa sebagai saksi dalam kasus aliran dana dari Bank Indonesia, yang antara lain ke Dewan Perwakilan Rakyat.

Juru Bicara KPK Johan Budi membenarkan tentang kedatangan Fahmi ke KPK. Namun, saat ditanya mengapa Fahmi masuk dan keluar melalui pintu samping, Johan mengatakan, ”Akan saya cek dahulu.”

Menurut Johan, Fahmi diperiksa sebagai saksi dalam kasus pengadaan barang di Balai Latihan Kerja Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Depnakertrans) dengan tersangka mantan Sekretaris Dirjen Pembinaan dan Penempatan Tenaga Kerja Dalam Negeri Depnakertrans Bachrun Effendi.

Selain Bachrun, dalam kasus yang diduga merugikan negara sekitar Rp 13,6 miliar itu, KPK juga telah menetapkan lima orang yang merupakan rekanan Depnakertrans sebagai tersangka. Mereka adalah Mulyono Subroto, Erry Fuad, Ines Wulanari Setyawati, Vaylana Dharmawan, dan Karnawi.

Proyek tersebut diduga dilaksanakan dengan penunjukan langsung dan tanpa tender. Dalam pemeriksaan kemarin, Fahmi ditanya apakah mengetahui adanya penunjukan langsung itu.

Dipertanyakan

Pengajar Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Zainal Arifin Mochtar, mengaku heran dengan sikap Fahmi yang masuk dan keluar KPK melalui pintu samping.

Jika memang hanya diperiksa sebagai saksi dan tidak terlibat dalam kasus ini, lanjut Zainal, Fahmi tidak perlu malu atau takut masuk dan keluar lewat pintu depan serta menemui wartawan yang menunggu di tempat itu. ”Fahmi bahkan harus bangga dengan statusnya sebagai saksi. Sebab, saksi itu memiliki tugas mulia, yaitu membuat terangnya suatu perkara,” katanya.

Kebijakan KPK tersebut dinilai berlawanan dengan semangat besar pemberantasan korupsi yang selama ini didengungkan KPK, terutama terkait dengan usaha untuk menimbulkan efek jera dan perlakuan yang sama di muka hukum. (NWO)

Sumber: Kompas, 15 Oktober 2008

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan