Fitra Minta Remunerasi Pegawai Direvisi
Moratorium perekrutan pegawai negeri sipil dinilai tak cukup menjadi solusi atas masalah pemborosan ongkos birokrasi. Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) berpendapat, pemerintah perlu mengkaji ulang sistem pemberian remunerasi atau penggajian.
"Remunerasi tanpa punishment tak efektif untuk meningkatkan kinerja birokrasi," kata Sekretaris Jenderal Fitra, Yuna Farhan, di Jakarta kemarin.
Ia mencontohkan kasus mafia hukum dan perpajakan dengan tokoh Gayus Halomoan P. Tambunan serta kasus suap hakim Imas Dianasari. Menurut Yuna, kedua kasus itu menunjukkan remunerasi di Kementerian Keuangan dan Mahkamah Agung tak mampu menahan laju korupsi.
Yuna pun mengungkapkan, Fitra menemukan fakta 124 daerah dengan belanja pegawai di atas 60 persen dari total anggaran daerah. Sebanyak 16 daerah di antaranya bahkan di atas 70 persen.
Menteri Keuangan Agus Martowardojo berkali-kali menyatakan belanja pegawai semakin membebani anggaran negara. Belanja pegawai pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2011 membengkak dua kali lipat lebih, yakni 233 persen (Rp 126,5 triliun) dibanding pada anggaran 2005.
Adapun Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Ernest Everett Mangindaan pada medio bulan ini mengatakan, pemerintah masih mengolah pelaksanaan moratorium dan pemerataan pegawai negeri. Menurut Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi, kebijakan moratorium akan dituangkan dalam keputusan presiden. "Sedang dilakukan kajian mendalam," ucap Gamawan.
Yuna menjelaskan, daerah yang dianggap gagal mengefisiensikan pegawai mestinya dihukum. Sedangkan daerah yang berhasil mengoptimalkan pegawai bakal menerima penghargaan. Tanpa cara ini, Fitra menganggap moratorium tak akan signifikan mengurangi beban negara. Menurut Yuna, anggaran bagi birokrasi bisa diminimalkan dengan aturan pemberian tunjangan bagi pejabat dan pegawai daerah. Pembenahan dan pembatasan jumlah lembaga ad hoc, seperti satuan tugas, komite, dewan, komisi, dan lembaga nonstruktural lain, sudah saatnya dilakukan.
Lembaga swadaya masyarakat ini merekomendasikan pemberlakuan pembuktian terbalik terhadap pegawai negeri yang diketahui memiliki harta yang tak wajar. Rekomendasi lainnya, menyusun rasio jumlah pegawai berdasarkan variabel kondisi geografis dan kemampuan keuangan serta reformulasi skema dana perimbangan. ISMA S | EKO ARI W | PURWANTO
Sumber: Koran Tempo, 25 Juli 2011