Fungsi Penganggaran DPR Dapat Rapor Merah
DPR dinilai tidak mampu mengontrol alokasi anggaran.
SEJUMLAH lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil untuk APBN 2010 menilai DPR periode 2004-2009 masih lemah dalam menjalankan fungsi penganggaran (hak budget). Dalam lima tahun terakhir DPR dinilai tidak mampu mengontrol alokasi anggaran yang diprioritaskan bagi kepentingan masyarakat luas atas RAPBN yang lazim diajukan pemerintah setiap tahunnya. Koalisi LSM ini pun memberikan rapor merah kepada DPR karena dinilai gagal dalam menjalankan fungsi penganggarannya tersebut.
Sekretaris Nasional (Seknas) Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Yuna Farchan mengatakan kewenangan besar yang dimiliki DPR dalam fungsi penganggaran selama ini tidak mampu bekerja untuk menyejahterakan rakyat yang diwakilinya. Fungsi anggaran yang dimiliki DPR masih terkesan hanya menjadi senjata untuk melakukan tawar-menawar eksekutif-legislatif dalam politik anggaran untuk memeroleh kenikmatan di atas kesengsaraan rakyat.
"Hak budget yang dimiliki DPR lebih diartikan seberapa besar DPR memeroleh anggaran," kata Yuna Farchan dalam konferensi pers Koalisi Masyarakat Sipil untuk APBN 2010 kepada wartawan di Jakarta, Selasa (29/9).
Yuna mengatakan rapor merah yang diberikan atas fungsi penganggaran DPR bukanlah tanpa dasar. Selama ini, elemen masyarakat sipil melihat fungsi penganggaran DPR hanya sekedar stempel atas RAPBN yang diajukan pemerintah. Setidaknya, hal itu terlihat dari tiadanya pergeseran signifikan asumsi ekonomi makro yang digunakan DPR dalam menetapkan APBN 2005, 2007, dan 2008. Sementara, pada 2006 dan 2009 memang terjadi perubahan pergeseran anggaran namun hal itu lebih didasarkan atas inisiatif pemerintah karena adanya krisis.
"Dari segi struktur anggaran, baik pendapatan maupun belanja dalam APBN, DPR hanya mampu merubah tidak lebih dari 3 persen alokasi anggaran dari RAPBN yang diajukan pemerintah," kata Yuna.
Meski kental dengan nuansa tawar-menawar anggaran untuk lembaganya, kata Yuna, ternyata DPR juga tidak mampu menunjukkan kinerja yang memuaskan selama ini. Selama 2005 hingga 2009 DPR telah menghabiskan anggaran sekitar Rp 6,315 triliun atau sekitar Rp 1,263 triliun per tahunnya. Dan, selama ini DPR lebih terfokus dalam membahas kebijakan-kebijakan yang terkait dengan kepentingan mereka, seperti kenaikan berbagai macam fasilitas dan tunjangan.
DPR selalu memosisikan kenaikan anggaran lembaganya setiap tahunnya antara 14 persen hingga 55 persen. Pada 2008 alokasi anggaran DPR mengalami kenaikan sekitar 54,9 persen dari Rp 585,15 miliar menjadi Rp 1,65 triliun. Dan, dari setia anggaran yang dialokasikan sekitar 30 persennya habis terserap untuk gaji, tunjangan, dan honor.
"Sepanjang 2005 hingga 2009 terjadi kenaikan penghasilan bersih setiap anggota DPR sebesar 11,4 persen dari Rp 34,11 juta per bulan menjadi Rp 38,01 juta per bulan, ini belum termasuk pemasukan lainnya," kata Yuna.
Hal senada dikatakan AH Maftuchan dari Perkumpulan Prakarsa. Lemahnya fungsi penganggaran DPR juga terlihat dalam pembahasan RAPBN 2010. DPR terlihat tidak serius dalam membahas RAPBN 2010 sehingga tidak optimalnya alokasi anggaran untuk sektor-sektor yang memang menjadi kebutuhan publik. Sejumlah persoalan yang masih menjadi tanda tanya dalam RAPBN 2010 di antaranya turunnya anggaran bantuan sosial untuk masyarakat sebesar 11 persen atau hanya dialokasikan sebesar Rp 8,6 triliun, turunnya alokasi anggaran untuk bidang ekonomi dari Rp 64,9 triliun di RAPBN 2009 menjadi Rp 55,8 triliun di RAPBN 2010. Alokasi belanja subsidi juga mengalami penurunan sebesar 10 persen dibanding 2009 atau turun sekitar 15,5 triliun.
"Jika DPR mendatang tidak segera melakukan perbaikan niscaya kondisi sekarang akan terulang kembali, DPR mendatang memiliki peluang yang besar untuk merevisi RAPBN 2010 yang ditetapkan kalau memang ingin mewujudkan janji-janji kampanyenya kepada rakyat selama ini," ujarnya.[by : Arjuna Al Ichsan]
Sumber: Jurnal Nasional, 30 September 2009