Gandeng KPK, Layanan Imigrasi Segera Dibenahi
Sadar banyak celah di Kantor Imigrasi yang bisa dijadikan ajang korupsi, Dirjen Imigrasi Baasyir Ahmad Barmawi menggandeng Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Langkah ini dilakukan untuk membenahi layanan di direktorat yang dipimpinnya.
Kami ingin perbaikan sistem dengan melakukan reformasi, ujar Baasyir Ahmad Barmawi ketika ditemui di kantor KPK Veteran, akhir pekan pekan lalu.
Carut marut bidang keimigrasian memang sering dikeluhkan banyak pihak. Dari hasil temuan KPK tahun lalu, ada 12 sumber korupsi di Kantor Imigrasi, di antaranya uang pungli paspor, biaya fiskal, pemalsuan dokumen, dan calo paspor.
Selain soal reformasi, kata Baasyir, yang dibicarakan Dirjen Imigrasi dengan KPK adalah hubungan dua lembaga terkait pencekalan para tersangka kasus korupsi yang ditangani KPK.
Baasyir mengakui, meski telah membuat terobosan dengan menerapkan sistem pembuatan dokumen keimigrasian berbasis biometrik untuk mencegah target keluar masuk dengan mudah, ternyata itu tak cukup. Sebab, sistem itu baru diberlakukan pada 2 Februari 2006.
Orang yang buat paspor setelah tanggal itu tidak mungkin bisa double. Tapi, yang sebelum (tanggal itu, Red) tidak, sehingga tidak bisa tercekal, ujarnyanya tentang celah yang masih dipergunakan pelanggar.
Kendala itulah, lanjut dia, yang juga dibicarakan dengan KPK. Saya minta konfirmasi kontribusi apa yang bisa dilakukan atau pencegahannya, tambahnya.
Secara terpisah, Menteri Negara Pemberdayaan Aparatur Negara (PAN) Taufiq Effendi akhir pekan lalu di jakarta juga menyinggung program kerja reformasi birokrasi ini. Termasuk di Kantor Imigrasi. Sekarang, Kantor Imigrasi harus secara transparan menuliskan berapa biaya untuk pembuatan paspor dan berapa hari selesainya, tegasnya.
Langkah seperti itu, lanjut Taufiq, bisa menghindarkan masyarakat dari ketidakpastian. Kalau jumlah hari selesai pembuatan paspor dan biayanya sudah ditulis, masyarakat tidak lagi dirugikan.
Khusus untuk pembenahan di Kantor Imigrasi ini, Taufiq mengatakan akan berkoordinasi dengan Menteri Hukum dan HAM Andi Matalatta.
Menurut Taufiq, pegawai negeri yang masih menerapkan pungli kepada masyarakat pengguna jasa harus diberi sanksi.(ein/nue)
Sumber: Jawa Pos, 6 Agustus 2007