Giliran Pejabat Dinas Kimtaru Diperiksa; Dugaan Korupsi di Dinas Koperasi Jateng
Setelah memeriksa para terlapor, giliran Kepala Seksi Pembangunan Gedung Rumah Dinas Kimtaru (Permukiman dan Tata Ruang Kota) Jateng Ir Soepratikno, diperiksa jaksa penyelidik Kejati Jateng, pukul 09.00 kemarin.
Dia diperiksa hingga pukul 13.00, terkait kasus dugaan korupsi pengalihan sembilan rumah dinas yang terjadi di Dinas Koperasi Jateng. Oleh jaksa penyelidik, dia dimintai keterangan dalam kapasitasnya sebagai sekretaris panitia penaksir harga kesembilan rumdin yang dialihkan menjadi milik pribadi tersebut.
Dimintai keterangan usai pemeriksaan, Soepratikno tidak banyak berkomentar. Disampaikannya, selama pemeriksaan, dirinya dimintai keterangan berkaitan dengan kesesuaian harga rumah dinas.
Ya saya sampaikan apa adanya. Setahu saya, harga yang diberikan itu sudah sesuai dengan harga per meter persegi bangunan yang dikeluarkan oleh Departemen Pekerjaan Umum Jateng waktu itu. Hal-hal lain besok (hari ini) saja ya. Saya mau ada keperluan, kata dia.
Sementara itu, mantan Kadinas Koperasi Edhi Susanto (terlapor), ditemui di ruang kerjanya kemarin membeberkan, pelaporan terhadap dia dan rekan-rekannya, bernuansa politis. Dia menceritakan, permasalahan itu bermula dari peristiwa salah seorang stafnya waktu itu yang mencalonkan diri sebagai anggota Dewan.
Saya sendiri sudah empat kali diperiksa Bawasda. Tiap kali Kepala Bawasda ganti, saya diperiksa. Ya dari laporan orang yang sama. Katanya ada barang yang hilanglah, ini dan itulah, ya mau-maunya dia ajalah, akunya.
Pihaknya kemudian memberikan pilihan terhadap orang tersebut, apakah mau tetap mencalonkan diri sebagai anggota Dewan atau tetap menjadi PNS, dan dia lebih memilih untuk nyalon menjadi anggota DPRD.
Orang ini kemudian tidak jadi anggota Dewan, dan karena kecewa, dia kemudian melapor ke Kejati. Kan waktu itu dia dipensiun pada masa jabatan saya. Saya juga ada bukti berkas laporan dia ke Kejati, ujar Edhi, sambil menunjukkan berkas laporan.
Diakuinya, pengusulan untuk sewa beli rumah dinas tersebut adalah inisiatif dari dia dan rekan-rekannya. Latar belakangnya, rumah itu sudah sepuluh tahun lebih tidak ada pemeliharaan dari negara.
Pada beberapa kali pertemuan dengan Menteri Koperasi waktu itu dalam suatu acara kedinasan, kami usulkan saja agar rumah dinas itu dapat disewabeli, tutur staf ahli Gubernur Bidang Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan itu.
Usulan sewa beli itu, menurut dia, terjadi tidak hanya di Dinas Koperasi, tetapi dilakukan juga oleh dinas-dinas lain di Jawa Tengah. Setelah diproses, usulan itu dilanjutkan oleh Menteri Koperasi ke Menteri Pekerjaan Umum (PU) melalui Dirjen Cipta Karya PU.
Setelah mendapat persetujuan dari Menteri Koperasi dan Menteri PU, proses dilanjutkan lagi di Menteri Keuangan, dan Menteri Keuangan menerbitkan penagihan.
Dia juga mengaku, rumah yang disewa beli tersebut, waktu itu statusnya sudah golongan III. Rumah golongan III, dia jelaskan, adalah rumah dinas di luar golongan I dan II yang dapat disewabelikan.
Disinggung mengenai pernyataan Kejati bahwa status rumah dinas yang ia sewa beli itu sebelumnya adalah golongan I yang kemudian dialihkan menjadi golongan II, dan dialihkan lagi menjadi golongan III, Edhi mengaku, hal itu adalah kewenangan menteri.
Saya ini kan hanya sekadar pemohon. Masak yang di-oprak-oprak pemohon? Sebagai pemohon, kalau kemudian direstui apa ya saya mau protes? Tentunya kan saya terima dengan lapang dada tho ya, ucapnya.
Perjanjian sewa beli antara PU Cipta Karya Jateng atas nama Pemerintah RI dan si penyewa beli, dia terangkan, adalah 20 tahun, dan boleh dilunasi setelah lima tahun.
Dia mengangsur rumah dinas itu dengan uang muka sebesar Rp 16,750 juta dan angsuran per bulannya adalah sebanyak Rp 535.000. Angsuran dimulai sejak Juni 2000.
Sementara itu, Sekretaris Masyarakat Antikorupsi (MAKs) Jateng Boyamin mengungkapkan, dari data yang diperolehnya, telah ada dua Keputusan Menteri yang bertentangan dalam persoalan ini.
Pada bulan Juni tahun 2000, menteri telah mengabulkan permohonan sewa beli, namun pada Agustus tahun 2000, ada SK Menteri Koperasi yang isinya berupa penyerahan aset daerah ke Pemprov Jateng.
Jika SK Menteri bulan Agustus 2000 ini tidak fiktif, berarti SK bulan Juni 2000 tadi tidak sah. Berarti sewa beli rumah dinas itu juga tidak sah, tandas Boyamin.
Kepala Kejati Parnomo melalui Asisten Intelijen mengemukakan, pihaknya saat ini akan terus mengusut permasalahan ini secara intensif dengan memeriksa saksi-saksi. Kejati, sebagai lembaga penegak hukum, tidak akan melihat latar belakang pelaporan masalah pengalihan rumah dinas ini.
Dalam korupsi, melawan hukumnya apa dan kerugian negaranya berapa, inilah yang kami kedepankan. Prosesnya masih lama kok. Banyak aspek yang harus ditelusuri dan dikaji. Sementara ini saya tidak banyak ngomong dulu ya. Yang jelas, kasus ini sangat menarik, tuturnya.(yas-41v)
Sumber: Suara Merdeka, 28 Desember 2005