Golkar Siap Bela Hamka dan Antony
Badan Kehormatan segera berkoordinasi dengan KPK.
Badan Kehormatan segera berkoordinasi dengan KPK.
Dewan Pimpinan Pusat Partai Golkar siap membela dua kadernya yang kemarin menjadi tersangka dalam kasus aliran dana Bank Indonesia ke Dewan Perwakilan Rakyat, yakni Antony Zeidra Abidin dan Hamka Yandhu. Terlalu pagi untuk mengatakan mereka bersalah. Kami akan memberikan bantuan hukum, kata Wakil Sekretaris Jenderal DPP Golkar Rully Chairul Azwar semalam.
Rully menjelaskan, Golkar masih menunggu proses lebih lanjut di Komisi Pemberantasan Korupsi sebelum memutuskan sanksi apa bagi kedua bekas anggota Komisi Keuangan dan Perbankan DPR periode 1999-2004 itu. Selain harus mempertimbangkan bobot keterlibatan keduanya, Kami akan memberikan sanksi kalau fakta cukup kuat.
Tak hanya Golkar yang masih menunggu, Badan Kehormatan DPR pun tak akan buru-buru mengambil keputusan menyangkut nasib Hamka Yandhu, yang kini masih menjadi anggota Dewan. Menurut Ketua Badan Kehormatan Irsyad Sudiro, mereka masih harus berkoordinasi dengan Komisi Pemberantasan Korupsi pekan depan. Lembaganya akan meminta fakta-fakta terkait dengan pelanggaran etika oleh wakil rakyat itu. Mungkin Rabu atau Kamis mendatang.
Wakil Ketua Badan Kehormatan Gayus Lumbuun menambahkan, pihaknya bisa saja langsung memberikan sanksi begitu menemukan fakta-fakta pelanggaran etika dalam kasus senilai Rp 31,5 miliar itu. Tidak selalu harus menunggu putusan hukum tetap, katanya.
Dari Jambi, penetapan status tersangka terhadap Antony Zeidra, yang kini menjabat wakil gubernur di provinsi itu, ditanggapi dengan pernyataan prihatin. Sebab, setidaknya sudah dua pejabat tinggi di daerah ini yang menjadi tersangka kasus korupsi oleh KPK, kata Soewarno Soerinta, Wakil Ketua DPRD Jambi.
Pejabat Jambi lainnya yang kini ditahan Komisi sebagai tersangka adalah Sekretaris Daerah Chalik Saleh. Ia diduga terlibat dalam kasus korupsi proyek pembangunan kantor perwakilan provinsi itu di Jakarta. Ini merusak citra Jambi secara nasional, ujar Soewarno.TOMI | KURNIASIH | SYAIPUL BAKHORI
Kisah Dua Rapat
Persoalan dana Bank Indonesia yang masuk ke kantong anggota Dewan Perwakilan Rakyat pada 2003--dan membuat dua legislator dari Partai Golkar saat itu, yaitu Antony Zeidra Abidin dan Hamka Yandhu, menjadi tersangka--bermula dari dua rapat Dewan Gubernur BI pada 2003. Rapat itu memutuskan menyiapkan uang untuk kebutuhan insidental Rp 100 miliar. Dari jumlah itu, Rp 31,5 miliar masuk ke saku anggota DPR dan Rp 68 miliar sebagai bantuan hukum bekas pejabat Bank Indonesia.
Rapat:
# Dewan Gubernur Bank Indonesia
Tanggal: 22 Juli 2003
Agenda: Melanjutkan keputusan rapat sebelumnya, 3 Juni. Rapat sebelumnya memutuskan meminta Yayasan Pengembangan Perbankan Indonesia (YPPI) menyediakan Rp 100 miliar untuk kebutuhan insidental dan mendesak: bantuan hukum, mengamankan pembahasan revisi Undang-Undang BI, dan memulihkan citra.
Keputusan: Menyuntikkan modal kepada YPPI Rp 100 miliar.
Peserta:
1. Burhanuddin Abdullah
# Gubernur Bank Indonesia
# Ditahan sejak 10 April 2008.(*)
2. Aulia Pohan
# Deputi Gubernur (*)
3. Bun Bunan Hutapea
# Deputi Gubernur (*)
4. Anwar Nasution
# Deputi Gubernur
# Sekarang Ketua Badan Pemeriksa Keuangan. Sebagai Ketua BPK, ia memberi tahu KPK soal dana itu.
5. Maulana Ibrahim
# Deputi Gubernur
6. Maman Somantri
# Deputi Gubernur
7. Rusli Simanjuntak
# Kepala Biro Gubernur, sekarang Kepala Bank Indonesia di Surabaya.
# Ditahan sejak 14 Februari 2008.
# Mencairkan dan menyerahkan dana kepada anggota DPR.(*)
# Mereka juga ikut rapat pada 3 Juni.
Oey Hoey Tiong
# Deputi Direktur Hukum, sekarang Direktur Hukum Bank Indonesia.
# Ditahan sejak 14 Februari 2008.
# Bertugas menyerahkan dana YPPI kepada direksi.
Versi Rekonstruksi
KPK menggelar rekonstruksi penyerahan uang pada akhir Februari silam. Tidak ada penjelasan rekonstruksi, tapi tersirat seperti ini penyerahan uangnya:
-- Antony Zeidra Abidin
# Anggota Komisi Keuangan dan Perbankan DPR periode 1999-2004.
# Sekarang menjadi Wakil Gubernur Jambi.
# Menerima uang di rumahnya.
-- Hamka Yandhu
# Anggota Komisi Keuangan dan Perbankan DPR periode 1999-2004.
# Menerima uang di Hotel Sultan.
naskah: nurkhoiri/KURNIASIH BUDI
Sumber: Koran Tempo, 18 April 2008