Gubernur Banten Dituntut 4 Tahun
Gubernur Banten nonaktif Djoko Munandar yang menjadi terdakwa kasus dugaan korupsi dana APBD 2003 sebesar Rp14 miliar, kemarin, dituntut hukuman empat tahun penjara.
Tuntutan tersebut diajukan jaksa I Gede Sudiaatmaja dalam sidang yang dipimpin ketua majelis hakim Husni Rizal di Pengadilan Negeri Serang.
''Dari bukti-bukti yang ada, diperkuat keterangan para saksi, Djoko terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan perbuatan itu sehingga kami meminta majelis hakim agar menjatuhkan hukuman empat tahun penjara ditambah denda Rp300 juta subsider enam bulan kurungan,'' kata Sudiaatmaja yang juga Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Banten.
Menurut jaksa, korupsi antara lain terjadi pada pos tak terduga. Meski tidak menikmati dana yang dikucurkan untuk 75 anggota DPRD Banten itu, Djoko terlibat karena mengeluarkan surat keputusan persetujuan penggunaan dana di luar peruntukan.
Padahal, dana yang dikucurkan kepada para anggota Dewan itu seharusnya untuk keperluan mendesak, antara lain penanganan bencana alam. Keputusan Djoko bertentangan dengan Peraturan Pemerintah (PP) No 105 Tahun 2000 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah.
Usai pembacaan tuntutan, ketua majelis hakim bertanya kepada Djoko. Gubernur Banten nonaktif tersebut menyatakan memahami isi tuntutan jaksa dan akan berkonsultasi dengan pengacaranya untuk menentukan langkah selanjutnya. Ketika dicegat wartawan saat meninggalkan ruang sidang, Djoko mengaku pasrah atas tuntutan itu.
Sementara itu, 11 mantan anggota DPRD Banyumas, Jawa Tengah (Jateng), divonis hukuman penjara masing-masing satu tahun dalam sidang di Pengadilan Negeri Purwokerto, kemarin. Majelis hakim yang diketuai Marihot Lumban Batu menyatakan para mantan anggota dewan periode 1999-2004 itu melakukan korupsi sebesar Rp15 juta hingga Rp55 juta.
Putusan majelis hakim ini lebih ringan dibandingkan tuntutan jaksa Suprapto yang sebelumnya minta hakim mengganjar mereka dengan penjara antara 15 hingga 17 bulan. Kesebelas mantan anggota DPRD itu adalah Moethia Hardjatmo, Sarjono, Wiyono, Mussadad Bikry Nur, Muke M Saleh, Hussen Al Kaff, Guno Purtopo, Untung Sarwono Hadi, Sri Supangat, Sunarto Arief, dan Haris Subyakto.
Rokan Hulu
Sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat dan Mahasiswa Riau di Jakarta (Ammarta), kemarin, mendatangi Gedung Bundar Kejaksaan Agung (Kejagung). Mereka mengadukan sekaligus menanyakan proses pengusutan kasus korupsi dana APBD 2003 di Kabupaten Rokan Hulu, Riau, sebesar Rp13 miliar.
Menurut Koordinator Ammarta, Andra S, kasus dugaan korupsi yang melibatkan Bupati Rokan Hulu Ramlan Zas itu telah dilaporkan ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau beberapa waktu lalu. Tetapi, hingga kini kejaksaan belum menetapkan tersangka meskipun hasil penyelidikan Kejati Riau menunjukkan telah terjadi penyalahgunaan dana APBD Rp13 miliar yang dilakukan pejabat Pemkab Rokan Hulu.
Sesuai ketentuan, jelas Andra, penanggung jawab pengelolaan keuangan dan penguapan dana adalah bupati yang saat ini dijabat Ramlan Zas.
Dari Bandung dilaporkan, Bupati Karawang Achmad Dadang dinonaktifkan dari jabatannya karena menjadi tersangka kasus penjualan tanah negara seluas 31,3 hektare di Desa Margakaya, Kecamatan Teluk Jambe, Kabupaten Karawang, Jawa Barat (Jabar), pada 2003. Dari penjualan itu, dia diduga mengeruk keuntungan sebesar Rp2,4 miliar.
Mantan Wali Kota Banjarmasin Midfai Yabani yang menjadi terdakwa utama kasus dugaan korupsi dana APBD Kota Banjarmasin berkedok dana asuransi sebesar Rp7,9 miliar, kemarin, juga dituntut hukuman empat tahun penjara di Pengadilan Negeri Banjarmasin, Kalimantan Selatan.
Di Palu, Tersangka dugaan korupsi dana bantuan bahan bangunan dan rumah untuk pengungsi Poso dari Departemen Sosial senilai Rp18 miliar ditangkap oleh jajaran Polda Sulawesi Tengah (Sulteng). ''Tersangka Agus masih kita periksa secara intensif,'' kata Kepala Polda Sulteng Brigjen Oegroseno saat dihubungi Media, kemarin. (Hil/San/LD/SG/DY/IH/JN/*/Ant/N-1).
Sumber: Media Indonesia, 29 November 2005