Gubernur Terpilih Harus Bisa Hapus Pungutan Liar

Dapat menata transportasi kereta api yang sudah terkoneksi.

Pertarungan calon Gubernur DKI Jakarta belum dimulai. Namun, calon gubernur Adang Daradjatun dan Fauzi Bowo tampak sibuk mencari dukungan massa. Siapa pun gubernur yang akan terpilih nanti, sederet pekerjaan rumah telah menantinya.

Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) meminta gubernur terpilih nanti harus berani melaksanakan reformasi di tingkat birokrasi. Reformasi itu harus bisa menghapus pungutan liar, ujar Arif Nur Alam, Ketua Fitra, Kamis lalu.

Menurut dia, selama ini pungutan liar terus terjadi karena terlalu banyak birokrasi. Orang ngurus KTP saja harus keluar duit banyak, ujarnya. Pungutan liar terjadi di mana-mana, dari pengurusan akta kelahiran, sertifikat tanah, sampai pembayaran pajak.

Karena itu, gubernur terpilih nanti, kata Arif, harus dapat membuat kebijakan strategis untuk menghapus pungutan liar. Pelayanan satu atap dengan tingkat pengawasan yang tinggi mungkin bisa menghapus pungutan liar, ujarnya

Di bidang transportasi, Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia Bambang Susanto mengatakan gubernur terpilih harus memperhatikan sistem transportasi, terutama angkutan umum massal, seperti busway, monorel, transportasi air, dan subway.

Moda transportasi itu harus saling terintegrasi. Dengan satu tiket, penumpang bisa pindah dari monorel ke busway. Selain itu, sistem transportasi di Jakarta harus terintegrasi dengan wilayah di sekitarnya, seperti Bogor, Depok, Bekasi, dan Tangerang.

Koneksi tersebut tak harus dengan membangun infrastruktur busway. Tapi daerah penyangga bisa diajak untuk menyediakan feeder. Selain itu, gubernur harus dapat membenahi sistem transportasi kereta api yang sudah terkoneksi antara Jakarta, Depok, Bogor, Bekasi, dan Tangerang.

Apalagi, dengan Undang-Undang Kereta Api yang baru, kereta api menjadi tanggung jawab gubernur atau wali kota setempat. Ini kesempatan untuk membenahi kereta api dan monorel, ujarnya.

Dari sisi lingkungan, Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia DKI Jakarta Selamet Daroyni menekankan penataan lingkungan hidup. Selama ini pemerintah membangun Ibu Kota tanpa memperhatikan lingkungan.

Lahan terbuka hijau atau hutan kota terus berkurang karena pembangunan. Dampaknya adalah kerusakan lingkungan. Sebuah penelitian melansir 63 persen air bawah tanah di Jakarta telah tercemar bakteri E. coli (bakteri yang menyebabkan diare). Bahkan ada yang menyebutkan tingkat pencemaran sampai 80 persen, ujarnya.

Dari kalangan pengusaha, Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) DKI Jakarta Sofyan Pane meminta gubernur terpilih membenahi regulasi tata ruang dan perpajakan.

Untuk masalah tata ruang, kata Sofyan, para pengusaha mengeluh tidak efektifnya ongkos transportasi akibat kemacetan di hampir semua ruas di Jakarta.

Kerusakan infrastruktur jalan dan kemacetan dinilai sebagai dampak disatukannya kawasan industri di daerah perkotaan. Karena itu, kawasan industri harus dipindahkan ke luar kota. Agar Jakarta terkonsentrasi menjadi kota dagang dan jasa, ujar Sofyan.

Kadin juga meminta pemerintah menghapus kebijakan birokrasi daerah yang berbelit-belit. Misalnya pungutan pajak lingkungan. Itu menimbulkan ekonomi biaya tinggi, ujarnya. INDRIANI DYAH | YUDHA SETIAWAN | FERY FIRMANSYAH

Sumber: Koran Tempo, 2 April 2007

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan