Gugatan Kasus Soeharto Diajukan Lebih Cepat
Kasus korupsi mantan Presiden Soeharto segera bergulir lagi di meja hijau. Tim jaksa pengacara negara (JPN) berancang-ancang menyiapkan pendaftaran gugatan di PN Jakarta Selatan dalam beberapa hari ini.
Kalau nggak tanggal delapan, ya sembilan (8-9 Juli) masuk ke pengadilan. Itu ancar-ancar kami, kata Ketua JPN Dachmer Munthe kepada koran ini kemarin.
Rencana pendaftaran tersebut lebih cepat dari target penyelesaian draf gugatan pada 22 Juli. Menurut Dachmer, tim JPN sudah merampungkan penyusunan draf gugatan pekan lalu. Draf tersebut setebal 15 halaman. Tim perlu sekali lagi mempertajam materi pembuktian agar dalam persidangan kelak tidak mudah dipatahkan oleh tim pengacara Soeharto.
Kami hanya mengurangi atau menambah beberapa poin, jelas direktur Pemulihan dan Perlindungan Hak pada JAM Perdata dan Tata Usaha Negara (Datun) tersebut.
Dua belas jaksa anggota JPN mengadakan pertemuan rutin di sekretariat gedung JAM Datun.
Dia menyatakan, jaksa agung percaya seratus persen terhadap kinerja JPN. Karena itu, sebelum masuk ke pengadilan, draf tidak perlu lagi diajukan ke meja jaksa agung. Kami hanya melapor secara lisan, ujar mantan wakil kepala Kejati NTT tersebut.
Dalam laporan jaksa agung ke Komisi III DPR, draf gugatan Soeharto mencakup dua tergugat. Tergugat pertama adalah Soeharto dan tergugat kedua adalah Yayasan Beasiswa Supersemar. Nilai gugatan material sekitar Rp 1,4 triliun dan immaterial sekitar Rp 10 triliun.
Jaksa Agung Hendarman Supandji mengungkapkan, dalam penyempurnaan draf gugatan, JPN telah berkoordinasi dengan bidang pidana khusus (pidsus) dan intelijen. Itu dalam rangka pemutakhiran alat bukti, baik tulisan maupun pencarian saksi-saksi yang mendukung gugatan, jelasnya.
Tim JPN mengacu pada ketentuan hukum acara perdata sesuai pasal 164 HIR jo pasal 1888 KUH Perdata.
Dia menyatakan, tim JPN mengalami hambatan dalam penyempurnaan draf. Di antaranya, sebagian saksi yang diundang kejaksaan meninggal atau lanjut usia. Sebagian lagi tidak diketahui posisinya lagi, ujarnya.
Selain itu, tanggung jawab memenuhi undangan dalam kasus perdata berbeda dari kasus pidana. Dengan demikian, JPN punya beban saat menghadirkan calon saksi dalam pemanggilan di kejaksaan. Atas kendala tersebut, JPN tidak mengalami hambatan berarti dalam membuktikan surat gugatan, kata Hendarman.
Di tempat terpisah, mantan pengacara Soeharto, M. Assegaf, menjelaskan bahwa tim pengacara belum menyikapi rencana pendaftaran gugatan tersebut. Kami juga belum dikontak (Soeharto) untuk bertemu, ujarnya kepada koran ini kemarin.
Meski demikian, dia mempertanyakan gugatan tersebut. Sebab, Soeharto sudah tidak menjadi pengurus yayasan, sehingga tidak bisa dikenai pertanggungjawaban perdata atas kerugian negara kasus tujuh yayasan. Yang bertanggung jawab adalah pengurus. Saya tidak tahu siapa pengurus (yayasan) sekarang, tegasnya. (agm)
Sumber: Jawa Pos, 2 Juli 2007