Gugatan Perdata terhadap Soeharto Tidak Efektif

Guru Besar Hukum Universitas Padjadjaran Romli Atmasasmita pesimistis terhadap langkah Kejaksaan Agung yang akan menggugat Soeharto secara perdata. Selain tidak efektif, dia menilai gugatan itu sangat terlambat. Saya pesimistis. Seharusnya ini dilakukan dari dulu, kata Romli Atmasasmita, yang dihubungi Tempo melalui sambungan telepon kemarin.

Rencana pemerintah menggugat Soeharto secara perdata memang santer diberitakan dalam sepekan terakhir. Tim Jaksa Pengacara Negara terus mengumpulkan bukti yang akan digunakan dalam gugatan ini. Sayangnya, semua bukti berupa dokumen yang dimiliki kejaksaan hanya berbentuk salinan (fotokopi). Sedangkan dokumen asli--yang pernah disita untuk digunakan dalam penyidikan perkara pidana dugaan korupsi yayasan Soeharto--dikembalikan kepada pihak yayasan.

Masalah bukti-bukti tersebut mendapat sorotan tajam dari Romli. Menurut master hukum dari University of California, Berkeley, ini, bukti otentik sangat penting dalam gugatan perdata. Jika semua bukti itu berada di tangan tergugat, kejaksaan akan menghadapi persoalan besar. Sebab, lembaga hukum ini tidak memiliki wewenang meminta dokumen secara paksa. Kalau yang aslinya dipegang yang punya, ya, wassalam, ujarnya.

Menurut Romli, seharusnya gugatan perdata itu diajukan setelah ada keputusan pidana yang menyatakan Soeharto bersalah. Namun, yang terjadi, pada masa kepemimpinan Abdul Rahman Saleh, kejaksaan justru mengeluarkan surat penghentian penyidikan (SP3) terhadap Soeharto. SP3 bisa dikeluarkan kalau kurang alat bukti, bukan karena tersangka sakit, ujarnya.

Praktisi dan ahli hukum perdata Luhut Pangaribuan menyampaikan pendapat senada. Dia melihat sejumlah kejanggalan. Gugatan perdata ini lebih merupakan konsumsi politik daripada suatu perbuatan melawan hukum yang serius.

Pengacara Soeharto, Elsa Syarief, menyatakan belum mengambil sikap berkaitan dengan rencana pemerintah yang akan mengajukan gugatan perdata terhadap kliennya. Saya belum bisa berkomentar, katanya.

Menurut Elsa, dia baru mengetahui tuntutan itu dari media massa. Tim pengacara Soeharto pun, kata dia, belum menyiapkan langkah hukum selanjutnya. TITO SIANIPAR | KURNIASIH BUDI

Sumber: koran Tempo, 11 Juni 2007
---------
Baru Terkumpul Satu Dokumen Asli
Alat Bukti Kasus Soeharto

Kejaksaan Agung (Kejagung), tampaknya, sulit menyiapkan alat bukti terkait dengan gugatan terhadap mantan Presiden Soeharto. Saat ini, tim jaksa pengacara negara (JPN) baru mengumpulkan satu dokumen asli sebagai alat bukti kasus korupsi tujuh yayasan senilai Rp 1,7 triliun.

Dokumen asli itu diserahkan seorang saksi yang kami periksa dua pekan lalu, kata Yoseph Suardi Sabda, salah seorang anggota tim JPN, saat dihubungi koran ini kemarin.

Saat ditanya soal identitas saksi yang menyerahkan dokumen tersebut, dia menolak menyebutkan. Kami baru membukanya dalam persidangan kelak, ujar Yoseph yang menjabat direktur perdata Kejagung tersebut.

Yang pasti, kata dia, dokumen asli tersebut sangat membantu langkah kejaksaan menyiapkan gugatan. Sebab, dokumen itu merupakan induk beberapa barang bukti berupa dokumen fotokopian. Kami berharap ada saksi lain yang juga menyerahkan dokumen asli lagi, ungkapnya.

Menurut Yoseph, tim JPN saat ini berharap mendapatkan dokumen asli surat perintah membayar uang (SPMU) yang ditandatangani Soeharto selaku ketua yayasan. Itu akan menunjukkan peran Soeharto yang memerintahkan mengeluarkan uang yayasan untuk beberapa perusahaan kroni, jelasnya.

Sayangnya, tim JPN hanya punya dokumen fotokopian sebagaimana yang disimpan dalam sembilan brankas penyimpanan (filling cabinet) berkas kasus Soeharto.

Yoseph menyatakan, untuk mengganti SPMU dan dokumen asli lain, tim JPN melanjutkan pemeriksaan beberapa saksi fakta yang mengetahui dokumen-dokumen terkait dengan kasus Soeharto. Di antara 43 saksi, tim JPN baru memeriksa sepuluh saksi. Sebagian dari pengurus yayasan (Supersemar), ujarnya. Mereka bukan pengurus inti, ketua atau bendahara, melainkan staf pengurus.

Ditanya tentang rencana pemeriksaan Soeharto, Yoseph menegaskan bahwa tim JPN tidak mengagendakan. Itu kan kasus perdata. Lagi pula, Pak Harto kan masih sakit permanen, tegasnya.

Di tempat terpisah, pengacara Soeharto, O.C. Kaligis, menjelaskan bahwa tim pengacara terus memantau rencana kejaksaan mengajukan gugatan kliennya dan pengurus yayasan.

Menurut dia, sejauh ini tim pengacara tidak membicarakan perkembangan gugatan dan kasus Tommy Soeharto saat menghadiri perayaan HUT Soeharto pekan lalu. Nggak lah. Kalau soal itu, saya tidak bicara dengan Pak Harto, ungkapnya.

Pengacara berambut putih itu menyatakan, saat bertemu Soeharto, dirinya hanya mengucapkan selamat ulang tahun dan menanyakan soal kesehatannya.

Soal kondisi kesehatan Soeharto, Kaligis menegaskan tidak ada perbaikan. Dia menuturkan, gangguan kesehatan di bagian otak secara permanen (permanent brain damage) masih terjadi. Beliau memang bisa berkomunikasi, tapi sangat lambat berbicara, katanya.

Sebelumnya, JAM Perdata dan Tata Usaha Negara (Datun) Alex Sato Bya mengaku terkejut begitu mendapati alat bukti kasus Soeharto yang disimpan di sembilan filling cabinet merupakan dokumen fotokopian. Dia tidak tahu apakah dokumen aslinya hilang atau sengaja dihilangkan. Nah, kejaksaan kini berupaya mendapatkan dokumen-dokumen asli sebagai materi gugatan kasus Soeharto.

Muchtar Arifin, koordinator tim jaksa penuntut umum (JPU), mengungkapkan, dokumen asli kasus Soeharto dititipkan kepada manajemen yayasan saat terjadi penggeledahan di gedung Garanadi, Jakarta Selatan. Hal itu dilakukan untuk mencegah kemungkinan hilangnya dokumen tersebut. (agm)

Sumber: Jawa Pos, 11 Juni 2007

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan