Gugatan terhadap Soeharto Tak Bisa Dihentikan

Selama ahli waris menolak, seluruh kewajiban Soeharto pun tidak berpindah tangan.

Tim jaksa pengacara negara menyatakan gugatan perdata terhadap bekas presiden Soeharto tidak bisa dihentikan. Apa pun kondisi yang menimpa Soeharto, kata Yoseph Suardi Sabda, salah seorang anggota tim pengacara negara, tidak membuat gugatan yang sedang berjalan di Pengadilan Jakarta Selatan itu gugur atau dihentikan.

Gugatan tidak bisa berhenti walau tergugat meninggal dunia, ujarnya kepada Tempo kemarin.

Yoseph menambahkan, kondisi Soeharto saat ini tak akan mempengaruhi gugatan perdatanya. Alasan dia, ahli waris Soeharto bisa menjadi pihak tergugat, meski Soeharto meninggal dunia.

Selama ini pun tidak bermasalah, karena yang datang sidang kan kuasanya (12 pengacara Soeharto), katanya. Hingga saat ini panggilan sidang perdata masih dialamatkan kepada Soeharto sebagai tergugat dalam kasus perdata Yayasan Supersemar.

Menanggapi pernyataan Yoseph, M. Assegaf, salah satu pengacara Soeharto, mengatakan, walau perkara perdata Soeharto tidak dapat dihentikan, para ahli warisnya bisa mengelak dari kewajiban yang timbul atas gugatan perdata itu. Selama para ahli waris menolak menerima haknya, seluruh kewajiban dan tanggung jawab Soeharto pun tidak berpindah tangan, katanya.

Assegaf mengaku dia dan 11 anggota tim pengacara Soeharto tetap akan meneruskan pembelaan, apa pun kondisi Soeharto. Mereka akan berjuang membebaskan mantan presiden yang berkuasa 32 tahun itu dari tuntutan perkara perdata kasus Soeharto dan Yayasan Supersemar. Kecuali jika beliau meninggal, maka kuasa terhadap kami pun berhenti, ujarnya.

Haryono Suyono, ketua salah satu yayasan Soeharto, yakni Dana Sejahtera Mandiri atau Damandiri, menilai pengungkitan masalah hukum Soeharto merupakan dagelan. Setiap beliau sakit, masalah itu pasti diungkit-ungkit. Itu biasa, dagelannya seperti itu, katanya.

Niat negara menggugat perdata Soeharto saat ini memang belum terhenti. Sumber di Kejaksaan Agung menyatakan lembaga itu telah menyiapkan draf gugatan. Kepada Tempo, sumber itu mengatakan isi rancangan gugatan tersebut antara lain menyebutkan bahwa Soeharto (tergugat I) dan Yayasan Supersemar (tergugat II) telah menyimpangkan dana dari tujuannya, yakni tidak sesuai dengan amanat Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1976 tentang Penetapan Penggunaan Sisa Laba Bersih Bank Milik Pemerintah, yang kemudian diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor 333/KMK.011/1978.

Dana yang diperoleh Yayasan Supersemar berdasarkan dua peraturan yang dibuat pemerintah Orde Baru kala itu mencapai US$ 420.002.910,64 dan Rp 185.918.048.904,75. Dalam drafnya, kejaksaan menilai segerobak dana yang diterima Yayasan itu telah disalahgunakan oleh Soeharto dan Yayasan Supersemar.

Atas penyimpangan dana itu, negara cq pemerintah cq Presiden Republik Indonesia menggugat perdata dengan nilai ganti rugi sebesar dana yang pernah diterima oleh Yayasan Supersemar, yakni US$ 420.002.910,64 dan Rp 185.918.048.904,75, serta gugatan imateriil Rp 10 triliun.

Di tempat terpisah, mantan presiden Abdurrahman Wahid kemarin mengatakan, meski Soeharto sakit, proses hukumnya bisa dilanjutkan. Soal peradilannya, terserah kita (bangsa Indonesia) mau mengampuni atau tidak, ujarnya setelah menjenguk Soeharto di Rumah Sakit Pertamina kemarin. SANDY IP | SUTARTO | IQBAL M | CHETA N

Sumber:Koran Tempo, 7 Januari 2008

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan