Hakim Ad Hoc Antikorupsi Diusulkan Lebih Banyak

Pemerintah menerbitkan amanat presiden pekan ini.

Para pegiat gerakan antikorupsi mendesak agar jumlah hakim ad hoc dalam pengadilan khusus tindak pidana korupsi lebih banyak dibandingkan hakim karier. "Kalau majelis hakimnya lima, maka hakim ad hoc-nya harus tiga, jika majelisnya tiga orang, maka hakim ad hoc-nya harus dua," kata mantan Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia Bambang Widjojanto ketika dihubungi kemarin.

Bambang juga menjadi anggota Tim Task Force, sejenis tim penyusun Rancangan Undang-undang Tindak Pidana Korupsi versi masyarakat. Mayoritas hakim ad hoc dalam susunan majelis dinilai bisa merepresentasikan rasa keadilan. "Putusan hakim kan kolegial, bahaya kalau ada putusan yang divoting," kata dia.

Koordinator Indonesia Corruption Watch Teten Masduki sebelumnya telah menolak kewenangan ketua pengadilan dalam menentukan komposisi hakim karier dan hakim ad hoc. Kewenangan Ketua Pengadilan dinilai bisa menghancurkan pengadilan korupsi dan menghambat pemberantasan korupsi. Ketua pengadilan dinilai bisa sewenang-wenang menentukan komposisi majelis hakim. "Misalnya, jumlah hakim ad hoc lebih sedikit dibanding hakim karier."

Senin pekan lalu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono bersama para menteri membahas rancangan tersebut. Menurut Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Andi Mattalata, pengadilan korupsi akan dibentuk di setiap provinsi. Majelis akan ditunjuk oleh Ketua Pengadilan Negeri di daerah.

Andi Mattalata, Sabtu lalu, mengatakan penentuan majelis hakim disesuaikan dengan kasus yang ditangani daerah. Pihak yang menolak wewenang Ketua Pengadilan dan Mahkamah Agung diminta mempertimbangkan jumlah hakim pengadilan korupsi di daerah.

"Kalau penentuan komposisi hakim diputuskan sesuai dengan undang-undang, nanti jumlahnya kebanyakan, karena per daerah diperlukan 400 hakim," kata dia. Andi menegaskan, putusan kasus korupsi tidak tergantung pada komposisi hakim, melainkan pembuktian jaksa penyidik.

Ketua Muda Bidang Pengawasan Mahkamah Agung Djoko Sarwoko menganggap tak jadi masalah majelis hakim dipilih Ketua Pengadilan Negeri. "Masalah jumlah hakim ini sangat dipengaruhi kepercayaan," kata Djoko. "Jadi kami mengupayakan kemampuan hakim karier makin meningkat."

Menteri Sekretaris Negara Hatta Rajasa mengatakan Amanat Presiden tentang RUU Pengadilan Tindak Pidana Korupsi akan terbit pekan depan. Pemerintah masih menunggu finalisasi teknis dari Menteri Hukum. “Pemerintah masih mempertahankan spirit pemberantasan korupsi,” katanya.

Anggota Komisi Hukum DPR, Topane Gayus Lumbuun, mengatakan komposisi hakim Tindak Pidana Korupsi tidak perlu dikhawatirkan karena komposisi masih menyesuaikan kondisi setempat. Kualitas hakim karier dinilai sebanding dengan hakim ad hoc. "Jangan mendiskreditkan hakim karier," katanya. "Jangan samakan dengan dulu, hakim karier sekarang muda-muda dan berkualitas." Eko A.W.| Ninin D. | Famega S. | Cheta N. | SUTARTO | PUR

Sumber: Koran Tempo, 21 Juli 2008 

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan