Hakim dan Jaksa Harus Bongkar Rekayasa dan Kriminalisasi KPK Melalui Persidangan Anggodo
Rilis Media
Kejaksaan akhirnya memilih jalan pengajuan Peninjauan Kembali (PK) terhadap putusan Pra-peradilan PT DKI yang membatalkan SKPP Bibit-Chandra. Padahal, publik mendesak institusi ini untuk mengesampingkan perkara (deponering) demi kepentingan umum. Di sisi lain, kita tahu persis SKPP memang lemah sejak awal, dan substansinya jelas bertentangan dengan temuan Tim 8, bahwa kasus Bibit-Chandra dibangun oleh rekayasa dan alat bukti yang sangat lemah. Muncul kesan kuat, begitu banyak pihak ingin KPK hancur, dengan Bibit dan Chandra sebagai “sasaran antara”.
Sehingga, wajar jika kami menilai, sikap pengajuan PK sebagai salah satu sinyal pelemahan KPK atau bahkan dikawatirkan sebagai sebuah “siasat menghindar”. Bagaimana tidak, PK jelas tidak akan menghentikan eksekusi dan tidak menghilangkan status Bibit dan Chandra sebagai tersangka. Konsekuensinya, dua pimpinan KPK ini terjebak pada posisi hukum yang abu-abu, sehingga sulit mengambil keputusan di KPK. Hal ini sama artinya dengan, kerja KPK akan terhambat dan melemah, seperti: penetapan tersangka baru, penahanan, penggeledahan, penyitaan atau bahkan penangkapan. Para koruptor dan mafia hukum tentu sangat menikmati kondisi seperti ini.
Akan tetapi, langkah yang diambil Kejaksaan tidak dapat dilepaskan dari andil Presiden. Karena satu hari sebelum Kejaksaan mengumumkan pengajuan PK, Jaksa Agung dijadwalkan bertemu Presiden dan membicarakan alternatif penuntasan kasus Bibit dan Chandra. Tentu saja wajar jika publik menilai dan ragu dengan komitmen Presiden menuntaskan rekayasa proses hukum dan kriminalisasi terhadap dua pimpinan KPK tersebut. Bukan tidak mungkin Presiden merestui apa yang dilakukan Kejaksaan saat ini.
Bongkar Rekayasa
Jika dirunut ke belakang, mustahil Presiden tidak mengetahui dugaan rekayasa dan praktek mafia hukum dibalik kasus pimpinan KPK ini. Hasil kerja Tim 8 (Tim Independen dan Verifikasi Fakta kasus Bibit-Chandra) yang dibentuk 2 November 2009 melalui Kepres Nomor 31 tahun 2009 tentu sudah diterima Presiden. Jika Laporan dan Rekomendasi Tim 8 yang disusun 16 November 2009 dibaca secara rinci terlihat jelas beberapa dugaan kuat rekayasa, kriminalisasi dan praktek mafia hukum dibalik kasus Bibit-Chandra. 4 indikasi praktek mafia tersebut adalah:
- Bukti penyerahan uang LEMAH. Hanya didasarkan pada BAP Ari Muladi yang sudah dicabut, dan bukti petunjuk yang lemah.
- Tidak ditemukan bukti yang kuat penyerahan uang terhadap Bibit Samad Rianto di Belagio 15 Agustus 2008. Penyidik hanya punya bukti karcis parkir dan foto adanya mobil KPK di lokasi tersebut. Tidak dapat dipastikan ada Bibit disana. Ternyata, pada waktu yang sama Bibit Samad Rianto sedang berada di Peru dalam melaksanakan tugas bersama sejumlah pihak.
- Tidak ditemukan bukti yang kuat penyerahan uang terhadap Chandra M. hamzah di Pasar Festival, Kuningan 27 Februari 2009. Penyidik hanya punya bukti karcis dan CCTV bahwa ada mobil KPK yang lewat dan parkir disana.
- Terungkap, Surat Pencabutan Pencegahan ke Luar Negeri a.n. Anggoro Widjoyo Kepada Dirjen Imigrasi Up. Direktur Penyidikan dan Penindakan Keimigrasian Nomor: R-85/22/VI/2009 tanggal 5 Juni 2009 yang didalamnya terdapat tanda tangan Chandra M. Hamzah dan Bibit S Rianto adalah PALSU. Diakui oleh Ari Muladi. Padahal surat ini diargumentasikan sebagai janji KPK dalam pemerasan terhadap Anggodo.
- Tim 8 menemukan, dalam dokumen 15 Juli 2009 yang dibuat Anggodo, terlihat inisiatif dan permintaan agar Ari Muladi dan Edi Sumarsono memberikan uang pada pimpinan KPK agar kasus kakaknya, Anggoro “diurus” BERASAL DARI ANGGODO. Jadi, justru yang lebih kuat adalah UPAYA MENYUAP atau berinisiatif menyuap pimpinan KPK oleh Anggodo.
- Penggunaan pasal 23 UU 31/1999 jo UU 20/2001 jo Pasal 421 KUHP sangat dipaksakan dan dicampur adukan dengan Pasal Pemerasan.
- Penyidik dinilai tidak profesional oleh Tim 8, karena alat bukti yang sangat lemah. Dan, kesan penyidik mengikuti “pesanan atasan” sangat kuat dalam kasus ini.
- Berdasarkan Rekaman Penyadapan KPK yang diperdengarkan di MK 3 November 2009, terlihat peran Anggodo yang sangat besar untuk mengatur para penyidik, dan penegak hukum agar sesuai dengan kronologis aliran uang tanggal 15 Juli 2009 yang dibuatnya sendiri bersama sejumlah pihak.
Dengan demikian, jika ada pihak yang mengesampingkan fakta-fakta diatas, publik harus curiga, ia adalah bagian dari kelompok yang ingin melemahkan KPK. Kelompok ini jelas merupakan bagian dari Corruptors Fight Back yang merasa terganggu dengan upaya pemberantasan korupsi yang dilakukan KPK.
Selain itu, publik juga patut sangat hati-hati dengan kemungkinan adanya persekongkolan politik tingkat tinggi untuk mengkriminalisasi pimpinan KPK. Kemungkinan besar mereka akan mempertimbangkan kekuatan masyarakat untuk melakukan aksinya. Jika keadaan sedikit lebih tenang, ditambah dengan strategi-strategi menebar “telur busuk” tentang personal pimpinan KPK, maka kelompok tersebut bisa menjalankan misi awal mereka kembali. Apa? Melumpuhkan KPK dengan cara menyeret pimpinannnya pada proses hukum yang penuh dengan rekayasa.
Kita sungguh berharap, pimpinan politik Indonesia, seperti Presiden dan jajarannya, serta lembaga penegak hukum tidak terjebak dalam permainan mafia hukum dan rekayasa untuk pelemahan KPK tersebut.
Membela Institusi
Sejumlah paparan diatas sesungguhnya memperlihatkan potret yang terang benderang pada publik, bahwa terlalu banyak kejanggalan dan pemaksaan dibalik kasus dua pimpinan KPK tersebut. Akan tetapi, publik tetap diminta tidak terjebak membela perseorangan siapapun. Karena yang harus diproteksi, dirawat dan dijaga adalah institusi KPK. Untuk kepentingan itulah, praktek rekayasa, kriminalisasi dan kemungkinan keterlibatan sejumlah pihak dalam skandal besar mafia hukum ini harus diungkap. Salah satu sarana yang paling mungkin digunakan saat ini adalah persidangan Anggodo Widjoyo di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi dengan dakwaan “percobaan penyuapan terhadap pimpinan KPK” dan upaya menghalang-halangi penanganan kasus korupsi di KPK (obstruction of justice).
Untuk membongkar skandal dan rekayasa tersebut, sepatutnya pihak-pihak yang terkait (terlampir) dengan kasus ini diperiksa. Artinya, tidak hanya berhenti pada Anggodo, akan tetapi melihat kasus Anggodo sebagai pintu masuk membongkar mafia yang lebih besar.
Atas dasar itulah, Koalisi Masyarakat Sipil, meminta:
- Majelis Hakim di Pengadilan Tipikor memerintahkan pemeriksaan sejumlah pihak yang diduga terkait dengan skandal mafia dan rekasaya proses hukum kasus Bibit-Chandra. Dapat dimulai dari memeriksa penyidik polri (Nama: FARMAN) yang menangani kasus pimpinan KPK dan Tim 8 yang telah melakukan penelusuran;
- KPK tetap tegar, tidak patah arang dan melawan persekongkolan politik yang ingin menghancurkan pemberantasan korupsi;
- Masyarakat umum, facebookers, tweeps (pengguna twitter), dan semua masyarakat yang ingin melawan korupsi untuk kembali bersatu melawan praktek mafia hukum dan penghancuran KPK.
Koalisi Masyarakat Sipil
Jakarta, 13 Juni 2010
LAMPIRAN
Daftar Pihak yang harus diperiksa di Pengadilan Tipikor Untuk Mengungkap Rekayasa dan Kriminalisasi Pimpinan KPK
(berdasarkan Rekaman Penyadapan KPK yang diperdengarkan di MK 3 Nov 2009)
Normal
0
false
false
false
MicrosoftInternetExplorer4
/* Style Definitions */
table.MsoNormalTable
{mso-style-name:"Table Normal";
mso-tstyle-rowband-size:0;
mso-tstyle-colband-size:0;
mso-style-noshow:yes;
mso-style-parent:"";
mso-padding-alt:0in 5.4pt 0in 5.4pt;
mso-para-margin:0in;
mso-para-margin-bottom:.0001pt;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:10.0pt;
font-family:"Times New Roman";
mso-ansi-language:#0400;
mso-fareast-language:#0400;
mso-bidi-language:#0400;}
No.
Nama
Posisi/Pembicaraan
Hal.
1.
FARMAN
Penyidik kasus Bibit-Chandra di Kepolisian
(sudah di BAP KPK dalam kasus Anggodo)
§ Komunikasi dengan Anggodo
§ Berbicara ttg kronologis penyerahan uang 3,5 Miliar di Singapura,
§ Sempat terjadi perdebatan apakah akan ditentukan tgl 10 atau tidak, karena tgl 10 hari minggu.
Keterangan:
ü Disebut 8 kali dalam penyadapan.
ü Memiliki peranan penting dalam penyusunan BAP Bibit dan Chandra
24-27
2.
Susno Duadji
Mantan Kabareskrim
§ Disebut beberapa kali dalam komunikasi antara Anggodo dengan Bonaran (dugaan merekayasa agar KPK dijerat PEMERASAN)
105-106
§ dalam komunikasi Anggodo dengan Ketut, LPSK (untuk melindungi Anggoro)
93-99
3.
Wishnu Subroto
Mantan Jamintel Kejaksaan Agung
§ Anggodo konsultasi dengan Wishnu soal bukti “karcis parkir”, yang kemudian digunakan untuk membuktikan serah terima uang di Pasar Festival.
Keterangan:
ü Bukti ini yang dinilai sangat lemah oleh Tim 8. Karena setiap orang bisa saja parkir di suatu tempat pada saat yang sama. Tidak jelas siapa yang membawa mobil, dan penumpangnya. Tidak pernah terbukti kapan serah terima uang terjadi.
ü Merupakan salah satu P-19 jaksa saat mengembalikan berkas ke polisi
29-30
§ Mengatur apa saja yang harus diakui Edi Sumarsono, terkait penyerahan uang ke Chandra;
§ Edi justru mengatakan tidak kenal Chandra dan tidak menyuruh memberikan uang;
§ Sempat muncul nama Antasari sebagai pemberi perintah pada Edi untuk berikan uang pada Chandra
54-55
4.
A.H. Ritongga
Mantan Jampidum dan Wakil Jaksa Agung
§ Disebut terkait dengan dukungan RI-1 (dalam pembicaraan Anggodo dengan Anggoro)
§ Membicarakan gelar perkara final
Keterangan:
ü Setelah menjadi Jampidum, menjabat sbg Wakil Jaksa Agung
ü Menurut Tim 8, nama Ritongga disebut 24 kali sebagai pihak yang memiliki peran penting dalam rencana yang disusun Anggodo
81
5.
Moksin dan Barno
Jaksa
§ Komunikasi Anggodo dengan Wisnus S.
§ Pengaturan seolah-olah nanti berkas yang diajukan Polri belum cukup unsur
64
6.
Kosasih
Advokat
§ Kosasih berencana menemui penyidik Farman
§ Pembicaraan tentang perlu/tidaknya Ritongga (Wakil Jaksa Agung) “dikasih”
33
7.
Alex
Advokat
§ Perhitungan fee pengacara “borongan” dengan Anggodo. (Borongan=termasuk untuk polisi dan jaksa). Total Rp. 5M
125
8.
Bonaran Situmeang
Advokat
§ Merencanakan pertemuan di Restoran Garuda di Hayam Wuruk 103
§ Membicarakan harus segera dilakukan ekspose, karena “truno” sudah mendesak
72
(menggunakan HP Putranevo)
§ Berdasarkan pesanan Susno, nama Edi Sumarsono harus disebut di kronologis
§ Mendisain peran Edy Sumarsono dan Ari Muladi sebagai utusan KPK. (Ari di kubu Bibit dan Edy di kubu Antasari)
§ Mendisain agar dijerat perbuatan PEMERASAN
105-106
§ Bonaran mengakui, sebetulnya KPK benar soal pencekalan. KPK punya kewenangan.
§ Namun, dikatikan saja dengan kasus Yusuf Erwin Faisal dalam kasus Tanjung Siapi-api, agar pencekalan dan penggeledahan tersebut dikatakan “salah sasaran”.
108-109
§ Bonaran lapor ke Anggodo, BAP Ary Muladi sudah sesuai dengan kronologis “kita” yang disusun (dokumen 15 juli 2009)
§ Nama penyidik: FARMAN
§ Disain Bonaran dan Anggodo: “ini seperti sindikat Edy, Ari dan KPK, satu sindikat menipu kita”
75-76
§ Membicarakan dokumen 15 Juli 2009
Keterangan:
ü Dalam dokumen 15 juli 2009 justru muncul adanya inisiatif Anggodo, yakni meminta Ari Muladi yang memiliki teman di KPK untuk “mengurus” kasus PT. Masaro Radiokom pasca penggeledahan Masaro 29 Juli 2008.
ü Menurut Tim 8: hal itu berarti inisiatif awal menyuap datang dari Anggodo (Laporan dan Rekomendasi Tim 8, Hal. 21)
130
9.
Putra Nevo
§ Membicarakan ttg Laporan
Keterangan:
ü Di Pengadilan Tipikor (Selasa, 8 Juni 2010), terungkap: Putra Nevo mengakui diperintahkan Anggodo untuk merekayasa dokumen 15 Juli 2010 dan mengurus cap pos di kantor pos besar
74
10.
Ketut
LPSK
§ Komunikasi dengan Anggodo tentang rencana bertemu dan tanda-tangan perjanjian
§ Menyebut nama Susno
93-99
Sumber: Risalah sidang MK 3 November 2009