Hakim Korupsi Menolak Hadirkan Bagir
Suara majelis hakim terpecah.
Majelis hakim tindak pidana korupsi menolak menghadirkan tiga hakim agung dalam persidangan kasus suap di tubuh Mahkamah Agung dengan terdakwa Harini Wijoso. Majelis berpendapat saksi tersebut tidak perlu dihadirkan karena tidak ada nilai pemberitaannya, ujar ketua majelis hakim Kresna Menon dalam persidangan kemarin. Pada persidangan sebelumnya, jaksa penuntut umum meminta sidang menghadirkan Hakim Agung Bagir Manan, Usman Karim, dan Parman Soeparman sebagai saksi.
Keputusan majelis hakim ini diambil setelah sidang diskors selama 17 menit dan lima anggota majelis hakim, yakni Kresna Menon, Sutiono, Ahmad Linoh, I Made Hendra Kusuma, dan Dudu Duswara, melakukan rapat internal. Dalam pertemuan ini, sikap lima hakim tersebut terpecah. Dua hakim mendukung, dua menolak, dan seorang hakim memilih abstain.
Hakim I Made Hendra Kusuma, yang mendukung penuntut umum menghadirkan Bagir Manan, mengaku kecewa atas putusan ketua majelis hakim. Menurut dia, menentukan layak hadir dan tidaknya saksi tidak terlampau sulit karena sudah ada dasar hukumnya. Saya frustrasi, ujarnya seusai sidang.
Bagi Made, sebenarnya bukan persoalan menghadirkan atau tidak menghadirkan Bagir Manan sebagai saksi. Yang terpenting melihat apakah permintaan penuntut umum harus dikabulkan atau tidak, katanya. Jadi Made menyarankan agar para saksi itu dihadirkan dulu dan diperiksa. Penilaian penyidikan baru kita bicarakan setelah yang bersangkutan memberikan keterangan, ujarnya.
Kresna Menon mengatakan saksi Bagir Manan tidak perlu dihadirkan di persidangan. Dasarnya, majelis hakim punya kewenangan untuk tidak menghadirkan semua saksi yang diajukan di persidangan. Dasarnya Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 1985, katanya. Majelis hakim, kata Kresna, bersikap bahwa saksi-saksi yang diajukan tidak ada nilainya.
Atas penolakan majelis hakim ini, pihak penuntut umum langsung merespons balik. Menurut jaksa Khaidir Ramli, bila majelis berpedoman pada surat edaran Mahkamah Agung, kekuatan hukumnya masih di bawah KUHAP Pasal 160 ayat 1-c, Yang mengatakan hakim wajib mendengarkan keterangan yang akan dihadirkan, baik oleh penuntut umum maupun penasihat hukum terdakwa, kata Khaidir.
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Bidang Penindakan Tumpak Hatorangan Panggabean juga mengaku kecewa atas putusan majelis hakim. Saya kecewa berat. Saksi dan alat bukti itu menjadi hak jaksa untuk mengajukannya ke persidangan, kata Tumpak di Jakarta kemarin. SUJATMIKO | SUTARTO
Sumber: Koran Tempo, 27 April 2006