Hakim pun Mengancam dengan Hukuman Tuhan
Hakim Herdi Agusten tampak gerah karena kesal. Gara-garanya, para saksi yang dihadirkan tak juga kunjung mengaku ikut menerima cek pelawat seperti yang ditudingkan jaksa. Tiga saksi, yakni para politikus Partai Golkar, berkukuh tak menerima cek pelawat saat pemilihan Miranda S. Goeltom sebagai Deputi Gubernur Bank Indonesia pada 2004.
”Kalau nantinya ternyata terbukti Saudara (saksi) menerima cek tapi tidak mengaku di sidang, kita pakai cara Tuhan saja untuk ambil harta kalian kembali,” ujar ketua majelis hakim Herdi Agusten di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi kemarin.
Para saksi yang diancam hakim adalah politikus senior partai berlambang pohon beringin itu, seperti Paskah Suzetta, Baharudin Aritonang, dan Hengky Baramuli. Ancaman hakim tersebut sampai keluar karena ketiga saksi tersebut terus-menerus berkelit mengenai penerimaan cek pelawat yang dibagikan tak lama setelah pemilihan Miranda.
Paskah Suzetta, misalnya. Bekas Kepala Bappenas ini membantah tudingan menerima cek sebanyak Rp 600 juta yang sebagian telah ia gunakan membeli mobil Honda CR-V untuk putranya. ”CR-V itu dibeli dari hasil penjualan mobil Escudo dan tabungan milik anak saya. Iktikadnya memang beli cash dan tunai,” kata Paskah. Meski hakim telah mengingatkan soal adanya kesaksian dan bukti berupa cek pelawat dengan nomor seri beruntun yang dicairkan oleh seseorang di dealer tempat Paskah membeli mobil.
Senada dengan Paskah, bekas anggota Badan Pemeriksa Keuangan, Baharudin Aritonang, juga membantah disebut mendapat tujuh lembar cek bernilai total Rp 350 juta yang dicairkan oleh stafnya yang bernama Muslimin. ”Staf saya mungkin terima untuk kepentingan percetakan,” katanya. Baharudin mengaku membuka usaha percetakan yang dikelola oleh stafnya bernama Muslimin itu.
Agak berbeda dengan Paskah maupun Baharudin, Hengky Baramuli mengaku mendapatkan cek dari Hamka Yandhu, terdakwa kasus cek pelawat. Tapi cek tersebut, menurut Hengky, adalah bantuan Hamka terhadap rekannya yang kesulitan biaya kampanye.
Hakim pun mengomentari pernyataan Hengky secara sinis, dan merasa sangsi kepada kebaikan Hamka membagi-bagikan uang ratusan juta rupiah untuk biaya kampanye kawannya. ”Apa mungkin begitu?” kata Naniek Indrawati, hakim anggota. Hengky pun membalas dengan berujar,”Lho, uang Rp 500 juta itu jumlah yang kecil dalam politik.” GUSTIDHA BUDIARTIE
Sumber: Koran Tempo, 14 April 2010