Hakim Syarifuddin Didakwa Terima Suap
Hakim pengawas Pengadilan Negeri Jakarta Pusat nonaktif Syarifuddin didakwa telah menerima suap sebesar Rp250 juta dari kurator PT Sky Camping Indonesia,Puguh Wirawan, atas pengurusan aset pailit perusahaan tersebut.
Atas tindakan ini, Syarifuddin pun diancam hukuman pidana penjara paling lama 20 tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar. Dakwaan ini disampaikan jaksa penuntut umum (JPU) Zet Tadung Allo di Pengadilan Tipikor Jakarta kemarin. JPU menilai, perbuatan terdakwa tersebut bertentangan dengan sumpah jabatannya sebagai hakim pengawas. Menurut Tadung, selaku PNS atau penyelenggara negara, Syarifuddin diketahui menerima hadiah berupa uang tunai Rp250 juta dari Puguh Wirawan.
“Pemberian uang dari Puguh bertentangan dengan kewajiban hakim pengawas dalam mengawasi pengurusan dan pemberesan harta pailit PT SCI,”tegas Tadung.Dia pun menguraikan pemberian tersebut dilakukan agar Syarifuddin selaku hakim pengawas membantu dan memberikan persetujuan terhadap tindakan kurator yang telah menjual aset budel pailit SHGB 7251 atas nama PT Tanaka Cempaka Saputra secara nonbudel pailit tanpa penetapan pengadilan. Tadung menambahkan, pemberian Puguh itu juga bertujuan agar pada saat digelar rapat kreditor terbatas pada 8 Juli 2011, aset tersebut sudah dinyatakan sebagai aset yang layak jual sehingga tidak bermasalah lagi.
Menurut dia,atas perbuatannya itu, hakim yang pernah membebaskan kasus Agusrin itu dijerat dengan dakwaan alternatif. Kuasa hukum Syarifuddin, Hotma Sitompoel, meminta majelis hakim pengadilan tindak pidana korupsi agar membatalkan dakwaan yang didakwakan kepada kliennya.Menurut dia, dakwaan jaksa dalam kasus dugaan suap pengurusan aset pailit PT Skycamping Indonesia tidak cermat dan tidak lengkap.
“Kami meminta majelis hakim Pengadilan Tipikor yang mengadili perkara ini untuk menyatakan surat dakwaan jaksa penuntut umum dalam perkara ini batal demi hukum atau setidak-tidaknya menyatakan surat dakwaan tidak dapat diterima,”tegasnya. Hotma menjelaskan ketidakcermatanituterletakpadatidak diuraikannya status sejumlah uang rupiah dan uang dalam bentuk mata uang asing yang telah disita.
“Ini sangat membingungkan dan merugikan keuangan terdakwa.Menimbulkan pertanyaan untuk apa sebenarnya uang itu disita, kenapa tidak dikembalikan,”paparnya. nurul huda
Sumber: Koran Sindo, 21 Oktober 2011