Hakim Tidak Boleh Bertemu Orang Yang Beperkara; Langkah MA Perketat Pengawasan Jajarannya
Mahkamah Agung (MA) merasa kecolongan lantaran lima stafnya diduga terlibat jual beli perkara. Karena itu, MA berupaya memperbaiki sistem dan memperketat pengawasan, baik terhadap para hakim maupun pegawai-pegawainya.
Keterlibatan suap pegawai-pegawai MA dalam kasasi Probosutedjo tersebut telah mencoreng dunia peradilan. Hal itu terjadi karena lemahnya pengawasan. Saya benar-benar ngamuk atas kejadian kemarin, ujar Ketua Muda Pengawasan Gunanto Suryono kemarin.
MA akan meminimalkan kemungkinan terjadinya interaksi antara para pencari keadilan dan para hakim atau pegawai MA. Selama ini, ada beberapa lokasi di MA yang ditengarai sering dijadikan tempat jual beli perkara. Misalnya, tempat parkir, kantin, dan wartel MA.
Selama ini, pengawasan tempat-tempat tersebut dilakukan satpam MA. Tetapi, transaksi suap tetap ada. Semua akan saya ganti dengan outsourcing (satpam dari lembaga penyedia, Red), tegas hakim agung asal Jawa Timur itu. Outsourcing tersebut mungkin mulai dilakukan pada 2006.
Lantas, bagaimana dengan para hakim? Bukankah pertemuan bisa dilakukan di ruangan masing-masing atau di tempat lain? Saya ingin menerapkan kembali aturan lama, hakim tidak boleh bertemu orang yang beperkara, ungkapnya.
MA juga mewajibkan, hakim yang hendak bertemu pihak yang beperkara harus melapor dulu. Saya juga memberikan arahan agar para pegawai tidak berjalan-jalan saat jam kerja, katanya.
Langkah lain adalah dengan shock therapy. Di antaranya, mengumumkan staf atau hakim yang dinyatakan bersalah dan diberi sanksi. Karena semuanya sudah rusak, harus ada shock therapy biar yang lain tidak meniru, tegasnya.
Pengumuman sanksi tersebut juga sudah dilakukan Ketua MA Bagir Manan pada Selasa lalu. Saat itu, dia menyatakan bahwa pimpinan MA telah memberhentikan lima stafnya yang nakal yang menerima uang dari Harini Wiyoso, mantan hakim tinggi PT Jogjakarta.
Dalam pemeriksaan, uang yang totalnya Rp 4,8 miliar itu digunakan memperlancar kasasi Probosutedjo. Lima staf MA yang ditangkap KPK tersebut adalah Wakil Sekretaris Korpri Hartoyo, staf Korpri Sudi Ahmad, staf perdata Sriyadi, staf bagian kendaraan Pono Waluyo, serta Kabag Umum Biro Kepegawaian Malam Pagi Senu Hadji.
Dalam kasus itu, Gunanto melihat adanya kemungkinan keterlibatan pihak lain. Namun, dia menyerahkan pengembangan penyelidikan dan penyidikan kepada KPK karena termasuk tindak pidana. Kami memberikan akses seluas-luasnya kepada KPK untuk mengusut kasus ini, katanya. (lin)
Sumber: Jawa Pos, 6 Oktober 2005