Hakim Tolak Eksepsi Direktur Utama Pupuk Kaltim
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menolak eksepsi (keberatan) terdakwa Direktur Utama PT Pupuk Kaltim Omay K. Wiraatmadja. Majelis hakim dalam putusan sela menyatakan sidang kasus dugaan korupsi PT Pupuk Kaltim tetap dilanjutkan.
Hakim menolak eksepsi terdakwa, yang menyatakan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tidak berwenang menyidangkan kasus ini. Pupuk Kaltim mempunyai kantor perwakilan di Jakarta Selatan. Jadi pengadilan berwenang, ujar Sri Mulyani, ketua majelis hakim, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan kemarin.
Omay didakwa jaksa dalam kasus dugaan korupsi penyalahgunaan fasilitas direksi Pupuk Kaltim. Menurut versi jaksa, Omay memberikan dan menggunakan fasilitas direksi di luar ketentuan sehingga menimbulkan kerugian negara sebesar Rp 10,3 miliar.
Tim pengacara Omay dalam eksepsinya menolak dakwaan jaksa. Menurut tim pengacara, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tidak berwenang mengadili perkara Omay karena Pupuk Kaltim berada di wilayah hukum Bontang, Kalimantan Timur.
Sri mengatakan, kendati kantor pusat Pupuk Kaltim berada di Kalimantan Timur, jaksa dalam surat dakwaannya menyatakan ada dua kantor perwakilan Pupuk Kaltim di Jakarta, yakni di Jakarta Pusat dan Jakarta Selatan.
Selain soal dua kantor perwakilan, kata Sri, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan berwenang memeriksa perkara Omay karena sebagian besar saksi dalam perkara ini, bahkan terdakwa sendiri, berdomisili di Jakarta Selatan.
Ditemui seusai sidang, Omay, yang hadir mengenakan kemeja lengan panjang warna biru, menyatakan kecewa atas putusan sela itu. Menurut dia, hakim seharusnya mempertimbangkan seluruh isi eksepsi.
M. Assegaf, pengacara Omay, menilai hakim tidak mempertimbangkan seluruh substansi keberatan. Menurut dia, jaksa dalam dakwaannya tidak mempertimbangkan hasil rapat umum pemegang saham Pupuk Kaltim yang menjadi dasar kebijakan Omay sebagai Direktur Utama Pupuk Kaltim. Kebijakan Omay, kata Assegaf, telah disetujui rapat umum pemegang saham. Kami akan mengajukan permohonan banding, ujarnya. Agoeng Wijaya
Sumber: koran Tempo, 21 November 2006