Hamka Divonis 3 Tahun, Antony 4,5 Tahun
KPK masih mengincar inisiator skandal suap BI.
Setelah hampir sembilan bulan menjalani penahanan, Antony Zeidra Abidin dan Hamka Yandhu dinyatakan bersalah oleh majelis hakim dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi kemarin. "Keduanya terbukti melanggar dakwaan lebih subsider," kata ketua majelis hakim Masrurdin Chaniago saat membacakan putusan.
Menurut majelis hakim, keduanya terbukti menerima uang senilai Rp 31,5 miliar dari Bank Indonesia. "Uang itu kemudian dibagi-bagikan kepada anggota Komisi IX sesuai dengan kelompok fraksinya masing-masing," kata ketua majelis hakim.
Namun, majelis menganggap dakwaan primer dan sekunder yang diajukan jaksa tidak terbukti. "Beberapa saksi menyatakan tidak mengetahui tujuan uang yang mereka terima," ujar hakim Hendra Yospin. "Pemberian uang bukan atas permintaan kedua terdakwa."
Karena itu, majelis menjatuhkan vonis terhadap kedua mantan anggota Komisi Keuangan dan Perbankan Dewan Perwakilan Rakyat itu dengan hukuman lebih ringan daripada tuntutan jaksa. Untuk Antony, vonis penjara ditetapkan 4,5 tahun. Sedangkan Hamka Yandhu kebagian 3 tahun penjara.
Hukuman itu lebih rendah dibanding tuntutan jaksa, yang menginginkan Antony dihukum penjara 6 tahun dan Hamka 4 tahun. Hakim juga tidak mengharuskan kedua terdakwa membayarkan uang pengganti sebagaimana diminta jaksa. Tapi mereka dijatuhi denda masing-masing Rp 250 juta untuk Antony dan Rp 150 juta buat Hamka.
Hamka Yandhu menyatakan menerima putusan dan akan segera membayar denda. Sedangkan kuasa hukum Antony, Maqdir Ismail, menyatakan puas atas pertimbangan hakim. "Namun, kami tidak puas atas lama hukuman. Seharusnya kedua terdakwa divonis dengan hukuman yang sama," kata Maqdir seusai sidang.
Komisi Pemberantasan Korupsi menyatakan vonis atas Hamka dan Antony tak akan menghentikan penyidikan kasus korupsi dalam skandal di bank sentral ini. "Kami akan cari yang perannya menonjol," kata Bibit Samad Riyanto, Wakil Ketua KPK Bidang Penindakan.
Menurut dia, penyidikan kali ini akan diarahkan pada pengumpulan alat bukti untuk menjerat inisiator pengucuran dana dari BI ke para wakil rakyat. "Hamka dan Antony itu di atasnya siapa? Itu yang kami cari," ujar Bibit.
Dalam kasus yang sama, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi telah menjatuhkan vonis terhadap mantan Gubernur Bank Indonesia Burhanuddin Abdullah pada 29 Oktober lalu. Ia dinyatakan terbukti bersalah dan dihukum penjara 5 tahun serta denda Rp 250 juta.
Mantan Direktur Hukum BI Oey Hoey Tiong dan bekas Kepala Biro Gubernur BI Rusli Simanjuntak juga telah dijatuhi vonis pada 12 November 2008. Keduanya dinyatakan bersalah dalam skandal suap ini dan masing-masing diganjar 4 tahun penjara serta denda Rp 200 juta subsider 6 bulan penjara.
Empat mantan deputi gubernur bank sentral saat ini masih meringkuk di tahanan dengan status tersangka dalam kasus yang sama. Mereka adalah Aulia Pohan, Aslim Tadjudin, Maman H. Soemantri, dan Bun Bunan Hutapea. SUTARTO | FAMEGA SYAVIRA | TOMI
Sumber: Koran Tempo, 8 Januari 2009
------------------
Vonis Anggota DPR dalam Kasus BI, Hamka Yandhu Legawa, Antony Masih Pikir-Pikir
Dua anggota DPR, Hamka Yandhu dan Antony Zeidra Abidin, memang sama-sama diajukan ke meja hijau dalam kasus korupsi aliran dana Bank Indonesia (BI). Namun, dalam sidang di Pengadilan Tipikor kemarin, mereka mendapat ganjaran hukuman yang berbeda.
Hamka dijatuhi hukuman tiga tahun penjara. Sedangkan Antony menanggung pidana badan lebih berat, yakni empat tahun enam bulan.
Palu yang diketukkan Ketua Majelis Hakim Masrurdin Chaniago itu mengakhiri drama panjang persidangan yang menyeret puluhan anggota parlemen dalam penerimaan dana Yayasan Pengembangan Perbankan Indonesia (YPPI) Rp 28,5 miliar. Hamka dan Antony dinyatakan bersalah telah menerima hadiah sebagai penyelenggara negara.
Selain pidana badan, majelis menjatuhkan denda kepada Hamka dan Antony masing-masing Rp 150 juta subsider lima bulan dan Rp 250 juta subsider enam bulan. Majelis tidak membebankan uang pengganti kerugian negara karena jaksa penuntut umum (JPU) tidak pernah meminta dalam surat dakwaan.
Dalam putusannya, majelis menilai, sebagai anggota DPR, mereka dianggap tidak membantu program pemerintah dalam memerangi korupsi. Sedangkan Antony dianggap juga berbelit-belit memberikan keterangan dalam sidang.
Hamka yang diputus lebih ringan langsung menyatakan menerima. ''Yang Mulia, saya secepat-cepatnya membayar denda itu,'' kata Hamka. Sebaliknya, Antony yang duduk di samping Hamka memberikan pernyataan berbeda. ''Kalau saya, pikir-pikir dulu, Yang Mulia,'' ujar Antony. Selanjutnya, mereka bergegas menyalami majelis dan meninggalkan ruang sidang.
Bobot hukuman tersebut jelas lebih ringan daripada tuntutan JPU yang dibacakan pertengahan Desember lalu. Hamka saat itu dituntut empat tahun penjara dan Antony enam tahun. Dalam surat tuntutan, mereka juga diwajibkan untuk mengembalikan uang pengganti Rp 10,8 miliar. Itu berbeda dengan ketentuan dalam surat dakwaan.
Dalam putusan tersebut, dua pasal UU Tipikor yang dijeratkan kepada Hamka dan Antony dinyatakan tidak terbukti. Dalam dakwaan primer, JPU sebelumnya menilai, keduanya melanggar pasal 12 huruf a UU Tipikor. Mereka dinilai sebagai inisiator dalam penerimaan Rp 28,5 miliar yang diambil dari dana YPPI. Uang itu merupakan ongkos penyelesaian Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dan sosialisasi UU Bank Indonesia (BI). ''Kenyataannya, setelah pengucuran dana tersebut, tidak pernah ada dua agenda itu. Kedua terdakwa juga tidak terbukti menggerakkan permintaan dana itu ,'' ucap hakim Anwar.
Inisiatif permintaan dana juga bukan berasal dari keduanya. Namun, selintas hanya diungkapkan Daniel Tanjung, seorang anggota Komisi IX DPR kepada Deputi Gubernur BI Aulia Pohan. Intinya, penyelesaian BLBI ada ongkosnya. Dakwaan JPU yang menjerat Hamka dan Antony dengan pasal 5 (1) juga dinilai hakim luput.
Meski demikian, amunisi jaksa yang turut menjerat Hamka dan Antony dengan pasal 11 UU Tipikor justru terbukti. Antony dan Hamka dinilai nyata-nyata menerima hadiah dari pihak lain.
''Pemberian itu patut diduga berkaitan dengan jabatannya sebagai anggota DPR,'' ucapnya. Padahal, kode etik anggota parlemen jelas-jelas melarang mereka menerima sesuatu dari para mitra. Setelah menerima dana, Hamka membagi-bagikan uang itu kepada anggota partai lain. Di antaranya, Golkar, PDIP, PPP, PKB, PBB, PDU, dan PAN.
Terkait putusan tersebut, JPU tak langsung menerima. ''Kami menyatakan pikir-pikir atas putusan ini,'' ucap jaksa Rudy Margono. (git/agm)
Sumber: Jawa Pos, 8 Januari 2009