Harapan Kosong untuk Kejaksaan [23/07/04]
Kejaksaan merayakan ulang tahun ke-44 kemarin. Tak kurang dari Presiden Megawati hadir sebagai inspektur upacara. Prestasi instansi ini dalam menyidik para anggota jaringan teroris mungkin yang jadi salah satu alasan kedatangan Kepala Negara. Keberhasilan yang dibayar cukup mahal ketika jaksa Ferry terbunuh di Sulawesi belum lama ini.
Keberhasilan dalam menyidik teroris ini sayangnya belum menular ke bidang yang lain. Terutama dalam membawa para konglomerat pengemplang utang ke pengadilan. Yang terjadi malah sebaliknya, sejumlah konglomerat bermasalah yang kini berstatus buron malah telah atau akan mendapat surat penghentian penyidikan.
Demikian pula dalam upaya pemberantasan korupsi. Penelitian berbagai lembaga independen menyimpulkan kesan maraknya korupsi di Indonesia seperti tak kunjung usai. Tahun demi tahun peringkat Indonesia sebagai negara yang terkorup terus bertengger di sekitar puncak. Berbagai operasi antikorupsi oleh kejaksaan pernah dilakukan sejak puluhan tahun silam, tetapi hasilnya masih jauh panggang dari api.
Itu sebabnya, upaya memerangi korupsi kini dipimpin Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK), lembaga independen yang dibentuk berdasarkan undang-undang tersendiri, dua tahun silam. Salah satu tugas utama KPK adalah membersihkan korupsi dari jajaran aparat hukum, termasuk kejaksaan. Setelah itu, ibarat sapu kotor yang telah jadi bersih, semua lembaga hukum yang ada akan berfungsi sebagai pembersih di jajaran yang lain.
Tentu saja upaya membersihkan korupsi tak semata-mata berarti menangkapi para koruptor. Hal ini harus dilakukan secara menyeluruh, termasuk memastikan bahwa semua anggota penegak hukum adalah produk sistem seleksi yang baik, pendidikan dan pelatihan yang memadai, perlengkapan yang mencukupi, berada di bawah manajemen pengendalian yang modern, dan mendapat dukungan kesejahteraan yang cukup dari anggaran resmi pemerintah.
Bila kondisi ini tercapai, prestasi kejaksaan diharapkan tak cuma berkilau di bidang antiteroris. Sebagai lembaga penuntut umum, kejaksaan harus menegakkan hukum atas nama kepentingan publik. Ini memang harapan yang masih jauh di awang-awang, mengingat buruknya reputasi kejaksaan saat ini di mata rakyat. Namun, bila mayoritas awak kejaksaan bersedia mereformasi lembaganya, harapan ini bukanlah sebuah mission impossible. Persoalannya sekarang adalah apakah keinginan itu ada?
Tulisan ini merupakan tajuk rencana Koran Tempo, 23 Juli 2004