Hari Ini Agung Laksono Dilaporkan ke KPK
Departemen Pendidikan mempersilakan masyarakat mengadu ke KPK.
Sekretariat Bersama empat lembaga, yakni Kelompok Kerja Petisi 50, Gerakan Rakyat Marhaen, Himpunan Mahasiswa Islam-Majelis Penyelamat Organisasi, dan Komite Waspada Orde Baru, hari ini akan melaporkan dugaan penyelewengan penyaluran voucher pendidikan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi. Sekolah yang dituju tidak terukur, kata Ketua Himpunan Mahasiswa Islam-MPO Muzakir Jabir ketika dihubungi di Jakarta kemarin.
Gabungan organisasi ini melaporkan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Agung Laksono dan Menteri Pendidikan Nasional Bambang Sudibyo. Keduanya dianggap merugikan negara karena membagikan voucher pada safari Ramadan, Oktober lalu.
Akuntabilitas penyaluran voucher dinilai rawan kepentingan politik. Sebab, kata Muzakir, Agung dan Bambang tidak menjelaskan ukuran penerimanya. Muzakir hanya melaporkan dua pejabat negara ini. Ia berharap KPK mengusut penyaluran oleh anggota DPR lainnya.
Sebelumnya, lembaga ini juga mengadukan Agung Laksono ke Badan Kehormatan DPR. Mereka menganggap Agung melanggar kode etik.
Dalam safari Ramadan lalu, Agung dianggap menyalahgunakan jabatannya karena menerima uang perjalanan dari DPR senilai Rp 400 ribu per hari dan uang representatif Rp 500 ribu per hari, sehingga total biaya untuk 10 hari mencapai Rp 9 juta. Agung juga menyewakan mobil DPR. Meski menerima uang dari DPR, Agung selalu mengatasnamakan Partai Golkar.
Agung sendiri menanggapi laporan ke Badan Kehormatan itu dengan enteng. Lebih cepat pemanggilannya lebih baik. Nggak ada masalah, ujarnya beberapa waktu lalu.
Juru bicara Departemen Pendidikan Nasional, Bambang Wasito Adi, mengaku Bambang Sudibyo siap diperiksa. Sesuai dengan aturan, pemerintah berwenang memberikan block grant kepada sekolah yang perlu diperbaiki. Sistem voucher bisa memotong jalur birokrasi. Hak menteri menyalurkan voucher, katanya.
Ia mempersilakan masyarakat mengadukan hal ini kepada Komisi Pemberantasan Korupsi. Namun, ia mengingatkan, tidak ada unsur politis dalam pembagian voucher itu. Pembagian itu merupakan kewajiban pemerintah kepada sekolah yang rusak. Semua kriteria bantuan sudah jelas, diberikan kepada sekolah yang perlu direhab. AQIDA SWAMURTI | MUSTAFA MOSES
Sumber: Koran Tempo, 1 Desember 2006