Hentikan Pemanggilan Para Pejabat KPK
Citra Polisi Bisa Rusak bila Diteruskan
Pemanggilan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi untuk dimintai keterangan terkait dengan dugaan kasus penyalahgunaan wewenang di komisi itu sebaiknya segera dihentikan. Sebab, analisis polisi dalam kasus itu terlihat belum matang.
”Citra polisi dapat rusak jika pemanggilan diteruskan karena kasusnya masih samar-samar. Apalagi jika nanti tidak ditemukan cukup bukti, bagaimana penilaian masyarakat terhadap polisi, terutama Badan Reserse dan Kriminal Polri?” tanya pengajar Program Pascasarjana Kajian Ilmu Kepolisian Universitas Indonesia, Bambang Widodo Umar, Minggu (13/9) di Jakarta.
Pada Jumat lalu, empat pimpinan KPK, yaitu Chandra Hamzah, Bibit Samad Rianto, M Jasin, dan Haryono datang ke Markas Besar Polri dan diperiksa sebagai saksi. Selasa besok, Chandra dan Bibit akan kembali diperiksa.
Menurut Haryono, dia dan tiga temannya diperiksa terkait dengan pelaksanaan tugas KPK, terutama pencekalan Direktur PT Masaro Anggoro Widjojo serta pencekalan dan pencabutan cekal mantan Direktur Utama PT Era Giat Prima Djoko Tjandra.
KPK telah menetapkan Anggoro sebagai tersangka karena diduga menyuap Ketua Komisi IV DPR (saat itu) Yusuf Emir Faisal. Adapun Djoko Tjandra pernah dicekal karena diduga terlibat penyuapan yang dilakukan Artalyta Suryadi dan mantan jaksa Urip Tri Gunawan. Namun, pencekalan itu dicabut pada September 2008 karena KPK tidak memiliki cukup bukti untuk melakukan proses hukum selanjutnya.
Belum matangnya analisis polisi terhadap kasus di KPK, lanjut Bambang, terlihat dari bentuk kasus yang berbeda-beda. Awalnya berkembang kabar yang dipermasalahkan adalah penyadapan KPK terhadap Direktur Putra Rajawali Banjaran Nasrudin Zulkarnaen dan Rani Juliani. Lalu, Kepala Badan Reserse Kriminal Mabes Polri Komisaris Jenderal Susno Duadji mengatakan, pimpinan KPK dipanggil terkait kasus PT Masaro dalam testimoni Ketua KPK nonaktif Antasari Azhar. Dalam testimoninya, Antasari menulis, sejumlah pimpinan KPK menerima uang dari PT Masaro.
Namun, empat pimpinan KPK itu ternyata diperiksa dalam kasus pencekalan terhadap Anggoro Widjojo dan Djoko Tjandra. ”Polisi hanya menangani masalah pidana dan saya tidak tahu, pidana apa yang diduga dilakukan KPK dalam pencekalan itu? Sebab, secara hukum, KPK memang berwenang mencekal,” tutur Bambang.
Sebelum analisis kasusnya matang, polisi sebaiknya menghentikan dahulu pemanggilan pimpinan KPK. ”Nanti jika sudah diketahui secara lebih jelas tindak pidananya, pimpinan KPK itu dipanggil lagi untuk diperiksa, bahkan kalau perlu dikenakan proses hukum selanjutnya,” ucap Bambang.
Polisi rugi sendiri
Juru bicara Komite Bangkit Indonesia, Adhie Masardi, bahkan menilai, pengusutan polisi terhadap kasus di KPK harus dihentikan. Sebab, sudah tidak wajar dan terlihat penuh muatan politik, yaitu untuk melemahkan KPK.
”Jika polisi ngotot meneruskan pengusutan kasus ini, mereka sendiri yang akan dirugikan,” ucap Adhie sambil mengingatkan tentang hasil survei Transparansi Internasional Indonesia tahun 2007. Saat itu, polisi dipersepsikan sebagai lembaga paling korup.
Sementara itu, pengajar Hukum Pidana di Universitas Indonesia, Rudi Satriyo, melihat, yang diserang dalam kasus ini adalah institusi KPK, bukan orang per orang. ”Dalam kondisi seperti ini, seharusnya Presiden segera turun tangan untuk menyelamatkan institusi KPK,” ucapnya.
Sekretaris Jenderal Transparansi Internasional Indonesia Teten Masduki, saat dihubungi di Jakarta, kemarin, mengatakan, Presiden sebaiknya menegur Polri.
Sangkaan terhadap empat pimpinan KPK dinilai dapat dikategorikan sebagai kriminalisasi penegak hukum oleh KPK dalam upaya pemberantasan korupsi.
”Dengan demikian, tindakan pemberantasan korupsi terancam. Tindakan Polri semacam ini bisa dinilai mewakili kepentingan para koruptor yang selama ini dinilai telah ketakutan terhadap KPK,” ungkapnya.
Menurut Teten, langkah Polri terhadap KPK dikhawatirkan dapat mengancam agenda pemberantasan korupsi yang dicanangkan oleh Presiden.
”Sebaiknya KPK dapat meneruskan penyidikan dan penyelidikan kasus-kasus korupsi lainnya, seperti kasus dugaan suap seorang perwira tinggi Polri dalam kasus Bank Century,” ujar Teten. (HAR/NWO)
Sumber: Jawa Pos, 14 September 2009