Hentikan Rencana Bangun Gedung DPR
Rencana pembangunan gedung baru Dewan Perwakilan Rakyat terus menuai protes. Kalangan internal parlemen pun mulai menolak dan meminta pengadaan gedung baru senilai Rp 1,168 triliun itu dihentikan.
Permintaan agar pembangunan gedung baru DPR itu dihentikan, salah satunya berasal dari Fraksi Partai Amanat Nasional (F-PAN). Penolakan disampaikan Sekretaris F-PAN Teguh Juwarno pada rapat paripurna DPR dengan agenda penyampaian rancangan kode etik, Selasa (29/3) di Jakarta. ”F-PAN meminta seluruh proses pembangunan gedung baru DPR dihentikan,” katanya.
Salah satu alasan yang diajukan F-PAN adalah tidak adanya persetujuan dari rakyat. Seharusnya pembangunan gedung baru DPR disetujui rakyat karena gedung itu rumah rakyat.
Apabila DPR tetap melanjutkan pembangunan gedung baru, itu berarti DPR tidak melaksanakan aspirasi rakyat yang mayoritas menolak gedung baru. Pasal 71 huruf s Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD menegaskan, tugas DPR adalah menyerap, menghimpun, menampung, dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat.
F-PAN berpendapat, gedung DPR seharusnya menjadi simbol karakter dan visi bangsa Indonesia sehingga pembangunannya harus melibatkan rakyat, mulai dari pembuatan desain hingga pelaksanaan pembangunan. Pembuatan perencanaan teknis atau detail engineering design (DED) yang tidak melalui persetujuan rapat paripurna juga dikeluhkan F-PAN.
Penolakan juga datang dari Fraksi Partai Gerakan Indonesia Raya. Fraksi ini menganggap pembangunan gedung bukanlah prioritas bagi DPR. Saat ini yang harus menjadi prioritas adalah peningkatan kinerja DPR.
DPR harus menunjukkan empati kepada rakyat yang menghadapi beragam persoalan, seperti kemiskinan, pengangguran, dan kerawanan pangan. ”Baiknya menahan diri dulu. Tunjukkan empati dan pengorbanan kepada masyarakat,” ujar Sekretaris Fraksi Gerindra Edhy Prabowo. Anggaran gedung baru bisa dialihkan untuk menambah dana pembangunan yang langsung menyentuh rakyat, seperti dana pendidikan, kesehatan, dan pengentasan masyarakat dari kemiskinan.
Penolakan pun datang dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan. Ketua F-PDIP Tjahjo Kumolo meminta pelaksanaan pembangunan gedung baru ditunda. Ia minta desain gedung baru dikaji ulang dan dibuat lebih sederhana.
Ketua Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa Marwan Ja’far, secara terpisah di Jakarta, Selasa, juga mengakui, partainya minta pembangunan gedung DPR ditunda. Selain anggarannya dinilai terlalu besar, desain gedung baru DPR juga diharapkan lebih ramah lingkungan.
”Dari sisi anggaran, masih terlalu besar dan tidak transparan. Sebaiknya ada efisiensi,” ujarnya.
Marwan mengakui, anggota DPR tidak mengetahui seperti apa desain gedung DPR yang akan dibangun. ”Intinya, kami ingin rencana ini ditunda dahulu dan desainnya dibuka secara terbuka. Janganlah mengorbankan lingkungan dan anggaran. Sense of crisis kita sedang diuji,” kata Marwan.
Juru bicara Partai Hati Nurani Rakyat Suhandoyo di Jakarta, menjelaskan, partainya juga meminta pembangunan gedung baru DPR ditunda. ”Kalau mau membangun harus melihat prioritas, terutama melihat kondisi kehidupan rakyat,” ujar dia. Hanura ingin Dewan mengedepankan program yang lebih mementingkan rakyat.
Anggota Fraksi Partai Golkar, Siswono Yudo Husodo, mengatakan, anggota DPR tak membutuhkan gedung baru. Anggota DPR hanya membutuhkan tambahan ruangan untuk menyimpan arsip serta ruang tamu yang memadai. ”Untuk ruang tamu, yang bisa menampung banyak orang dan bisa dipakai anggota Dewan secara bergantian,” katanya. Ia pun mengkritisi desain gedung baru yang tak mencerminkan budaya Indonesia.
Ruangan terasa sempit
Namun, sikap Siswono itu tak sejalan dengan fraksinya. Menurut Wakil Ketua DPR dari F-PG Priyo Budi Santoso, anggota Dewan membutuhkan ruangan baru. Namun, gedung baru DPR itu tak semewah yang dibayangkan.
Sekretaris Fraksi Partai Demokrat Saan Mustopa juga menganggap ruang kerja anggota DPR di gedung baru didesain seluas 111,1 meter persegi terlalu besar. Namun, dia mengakui, ruang kerja seluas 20 meter persegi yang kini ditempati anggota DPR terasa sempit. ”Cukup dilebarkan dua kali lipatnya,” katanya.
Ketua Lembaga Bantuan Hukum Partai Persatuan Pembangunan Ahmad Yani menyatakan, pada dasarnya partainya setuju dengan rencana pembangunan gedung DPR untuk peningkatan kinerja anggota DPR. ”Namun, pembangunan itu harus benar-benar fungsional dan uang yang dikeluarkan harus seefisien mungkin dan terbuka. Harus diaudit pengeluarannya,” katanya.
Mengenai masalah detail anggaran pembangunan gedung baru itu, papar Ahmad Yani, yang juga anggota Komisi III DPR, PPP tidak tahu. Hal itu di wilayah Sekretariat Jenderal DPR. ”Mereka yang menyusun berdasar angka yang dikonfirmasi dengan instansi yang mempunyai kompetensi untuk menilai,” ujarnya.
Ahmad Yani mengakui, ruang kerja anggota DPR saat ini sangat tidak memadai untuk bekerja secara optimal karena kecil. Ukuran ruang kerjanya hanya 2,5 meter x 3,5 meter. Ruang staf lebih kecil lagi dan dibagi dua tenaga ahli, satu staf, dan satu asisten. Mereka bertumpuk-tumpuk. ”Jika saya sedang ada banyak tamu, mereka harus menunggu di luar ruang,” paparnya.
Ia berharap ada ruangan rapat bersama staf dan tenaga ahli selain juga tempat untuk beristirahat. ”Kami tak mungkin pulang jika acaranya dari pagi sampai malam. Masih lebih bagus ruang pejabat eselon III,” kata Ahmad Yani.
Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera Mustafa Kamal mengatakan, partainya menerima rencana pembangunan gedung baru DPR, tetapi dengan catatan agar dibuat lebih sederhana. Jika ternyata sekarang ada beberapa partai yang tidak setuju, sebaiknya pimpinan DPR menggelar rapat konsultasi antarfraksi kembali.
”Kami minta pimpinan DPR mempertimbangkan masukan terakhir dari fraksi-fraksi di DPR. Kalau perlu, gelar lagi rapat konsultasi. Jadi, usulan pembangunan itu sebaiknya dituntaskan di antara fraksi-fraksi,” katanya.
Tak ada yang murni
Pengamat politik dari Centre for Strategic and International Studies J Kristiadi menilai, tetap akan dibangunnya gedung baru untuk DPR menunjukkan tidak ada yang murni dalam perilaku di parlemen. Semua didasarkan pada perhitungan untuk mendapatkan popularitas dan kekuasaan.
”Saya tidak percaya jika ada fraksi yang menolak gedung baru untuk DPR sebelum ada bukti rencana pembangunan itu dibatalkan,” katanya di Jakarta.
Ia menegaskan, tahun 2010 ada pernyataan rencana pembangunan gedung itu ditunda setelah ada kritik dari rakyat. Namun, rencana itu ternyata kembali diteruskan pada tahun 2011 setelah kritik mereda. (nta/lok/ong/iam/ina/nwo)
Sumber: Kompas, 30 Maret 2011