Hindari Politisasi atau Intervensi Persetujuan Pemeriksaan

Persetujuan Presiden atas pemeriksaan kepala daerah terkait kasus dugaan korupsi menyimpan celah masuknya politisasi maupun intervensi. Semestinya Presiden mempercepat persetujuan atas permohonan pemeriksaan kepala daerah, tanpa mengusik soal substansi kasusnya.

Hal itu mengemuka dalam rapat kerja Komisi II DPR dengan Menteri Sekretaris Negara Hatta Rajasa dan Sekretaris Kabinet Sudi Silalahi, Senin (4/6). Anggota Komisi II DPR, Ferry Mursyidan Baldan (Fraksi Partai Golkar, Jawa Barat II), mempertanyakan alasan kelambanan persetujuan Presiden untuk pemeriksaan kepala daerah. Yang diharapkan, proses tersebut dalam kerangka waktu yang jelas, jangan sampai permintaan izin pemeriksaan ditahan-tahan dan baru dikeluarkan 6-7 bulan menjelang pelaksanaan pemilihan kepala daerah.

Sementara anggota Komisi II, Viktor Laiskodat (Fraksi Partai Golkar, Nusa Tenggara Timur II), mengingatkan, Presiden bisa dinilai mengintervensi proses hukum jika permohonan izin pemeriksaan kepala daerah ditahan-tahan. Padahal, prinsipnya Presiden hanya menerbitkan izin sementara soal substansi selebihnya merupakan kewenangan aparat penegak hukum.

Menurut Sudi Silalahi, Presiden telah menyetujui pemeriksaan 105 kepala daerah. Masih banyak permohonan polisi atau jaksa ditujukan kepada Presiden, tetapi banyak di antaranya yang sulit dikabulkan. Dalam hal kasus yang sulit dipastikan kerugian negara, siapa yang diuntungkan serta kesalahan hanya soal administrasi dan prosedur, misalnya, sudah jelas Presiden sulit mengabulkan.

Sudi menegaskan, Presiden tak mau mengintervensi kasus dugaan korupsi yang melibatkan pejabat di daerah. Namun, Presiden mesti hati-hati sehingga harus ada kriteria yang jelas atas permohonan persetujuan pemeriksaan. Jangan sampai malah terjadi pencemaran atau masuknya agenda politik untuk ganjalan bagi pejabat daerah bersangkutan menjelang pilkada. (dik)

Sumber: Kompas, 5 Juni 2007

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan