Hukuman Mati Layak bagi Pembobol Bank
Gebrakan Kejaksaan Agung yang menuntut Dicky Iskandar Dinata dengan hukuman mati disambut hangat para praktisi dan politisi. Tuntutan itu dianggap sangat layak. Bahkan, banyak yang berharap agar majelis hakim menjatuhkan hukuman sesuai tuntutan.
Dicky ini residivis. Jadi, kalau melihat UU Tindak Pidana Korupsi yang menyebutkan tuntutan seberat-beratnya 20 tahun hukuman penjara atau hukuman mati, tuntutan hukuman mati ini memang sepatutnya, komentar Sutan Remy Sjahdeini, ketua Badan Supervisi Bank Indonesia yang juga ahli hukum perbankan.
Pria yang telah berkarir di dunia perbankan 34 tahun tersebut menilai, Dicky telah melakukan kesalahan besar ketika menyebabkan Bank Duta bankrut pada 1990-an. Dulu kasus Bank Duta, kalau tidak karena Pak Harto (Soeharto, mantan presiden), pasti kolaps juga bank tersebut, sebutnya.
Penulis buku Kredit Sindikasi: Proses Pembentukan dan Aspek Hukum itu mengemukakan bahwa langkah jaksa penuntut tersebut merupakan preseden baik yang harus didukung aparat lainnya. Jadi, tinggal dilihat saja apakah hakimnya memiliki semangat yang sama, imbuhnya.
Staf pengajar Pascasarjana FH UI itu juga menjelaskan bahwa sektor perbankan merupakan sektor yang highly regulated sehingga sensitif terhadap sistem perekonomian suatu negara. Membobol bank itu berpotensi mengganggu sistem moneter suatu negara. Kalau sistem moneternya ambruk, sistem perekonomian negara juga ikut ambruk, tegasnya.
Dia mencontohkan, saat krisis moneter, banyak perbankan yang kolaps, yang mengancam perekonomian Indonesia. Amerika juga pernah mengalami ini (krisis moneter, Red) pada 1929-1930-an. Jadi, membobol bank itu kejahatan yang luar biasa sehingga harus dihukum seberat-beratnya, pungkasnya. (iw)
Sumber: Kompas, 8 Juni 2006