Hukuman Percobaan Sudah Jadi Yurisprudensi

Vonis hukuman percobaan untuk pelaku tindak pidana korupsi yang dijatuhkan Mahkamah Agung telah menjadi tren baru yang diikuti hakim-hakim pengadilan negeri. Vonis tersebut dikhawatirkan hanya menjadi ”akal-akalan” hukum oleh hakim dalam menjatuhkan pidana korupsi.

Terkait dengan hal tersebut, Ketua MA Harifin A Tumpa diminta untuk menindaklanjuti maraknya vonis percobaan dengan memeriksa hakim-hakim yang menjatuhkan vonis tersebut. Harifin juga diminta mengeluarkan surat edaran untuk melarang penggunaan vonis itu.

Permintaan tersebut dikemukakan oleh Koordinator Bidang Hukum dan Monitoring Peradilan Indonesia Corruption Watch (ICW) Emerson Yuntho, Rabu (21/1) di Jakarta.

Berdasarkan catatan ICW, sejak 2008 hingga Januari 2009, terdapat setidaknya 14 terdakwa korupsi yang divonis satu tahun atau dua tahun dengan masa percobaan.

Putusan terakhir dijatuhkan oleh Pengadilan Negeri Cianjur pada 6 Januari 2009 dalam perkara korupsi proyek pembangunan pasar hewan di Desa Nagrak, Kecamatan Cianjur, Kabupaten Cianjur. Pada tahun 2008 vonis hukuman percobaan juga sudah dijatuhkan oleh PN Jakarta Pusat, PN Nganjuk, PN Serui, PN Tanjung Karang, dan PN Pangkal Pinang.

Menurut Emerson, MA sendiri yang menjadi pelopor dalam menjatuhkan vonis hukuman percobaan. Melalui putusan kasasinya, MA pernah menjatuhkan hukuman percobaan kepada mantan Ketua DPRD Jateng Mardijo (majelis hakim terdiri dari Iskandar Kamil, Djoko Sarwoko, dan M Bahauddin Qaudry) dan mantan pimpinan DPRD Kalimantan Timur (hakim Parman Soeparman, Soedarno, dan Imam Haryadi). Kedua vonis tersebut dijatuhkan pada Januari 2008.

”Pemberian vonis percobaan terhadap koruptor ini jelas melukai rasa keadilan masyarakat. Kondisi ini akan menjadi lebih buruk jika putusan vonis percobaan di tingkat kasasi menjadi pedoman atau acuan (yurisprudensi) bagi hakim-hakim lain di tingkat pertama ataupun banding,” ujarnya.

Bisa dibenarkan

Pakar hukum pidana dari Universitas Indonesia, Indriyanto Seno Adji, menilai vonis percobaan untuk pelaku korupsi dapat dibenarkan jika dilihat dari kacamata teknis hukum. Menurut dia, hakim dapat menjatuhkan hukuman dengan masa percobaan asalkan hukuman yang dijatuhkan tidak kurang dari satu tahun.

”Kalau dari sistem pemidanaan, tidak ada pelanggaran ketentuan, yang penting yang bersangkutan tidak boleh dihukum dengan hukuman di bawah satu tahun. Kalau dengan percobaan, itu berarti yang bersangkutan dihukum (secara fisik) kalau melanggar syarat-syarat yang dibuat hakim,” ujarnya.

Namun, Indriyanto mengakui bahwa munculnya hukuman percobaan dalam perkara korupsi memang bermasalah secara sosiologis. Hukuman semacam itu terkadang tidak menimbulkan efek jera.

”Yang saya lihat, jika hakim memutus hukuman percobaan, artinya ada keragu-raguan pada hakim. Seharusnya, kalau hakim ragu-ragu, dia harus membebaskan terdakwa, bukan memberikan hukum percobaan,” ujar Indriyanto. (ana)

Sumber: Kompas, 22 Januari 2009

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan