ICW Datangi BPK, Minta Lakukan Audit Kinerja Penanganan Kasus Korupsi Kepolisian dan Kejaksaan
Jakarta, antikorupsi.org (28/102015) – Indonesia Corruption Watch (ICW) mendatangani kantor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Rabu (28/10/2015), guna meminta melakukan audit kinerja penanganan kasus korupsi 2010-2014 di aparat penegak hukum (aph) khususnya kepolisian dan kejaksaan.
Di BPK perwakilan ICW ditemui Ketua BPK, Harry Azhar Aziz. Permintaan itu tertuang dalam surat resmi No 334/SK/BP/ICW/2017 yang diserahkan langsung perwakilan ICW.
Koordinator Divisi Investigasi ICW Febri Hendri mengatakan bahwa penting bagi publik untuk mengatahui apakah kinerja kepolisian dan kejaksaan telah efektif dan efisien. Selain itu, dua lembaga hukum tersebut juga dibiayai oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
“Kalau melakukan audit kinerja KPK mereka (BPK) sudah pernah dan melakukan audit penanganan kasus pidana umum kepolisian juga sudah pernah. Maka tadi kami sampaikan agar BPK melakukan audit kinerja khusus penanganan kasus korupsi di kepolisian dan kejaksaan,” ujar Febri.
Dari pemantauan ICW, selama 2010-2014 sebanyak 2433 kasus korupsi telah ditangani oleh kepolisian, kejaksaan, dan KPK dengan total kerugian negara sebanyak Rp 29,3 triliun di tahun.
Dari total kasus, 72,9 persen ditangani oleh Kejaksaan dengan kerugian negara Rp 15,5 triliun. Sementara, Kepolisian menangani 22,03 persen atau 536 kasus korupsi senilai Rp 3,2 triliun dan terakhir KPK menangani 5,01 persen kasus korupsi atau 122 kasus dengan nilai kerugian negara Rp 11,4.
Sementara kinerja penanganan kasus korupsi oleh penegak hukum juga tidak menunjukkan perkembangan signifikan. Berdasarkan pemantauan ICW, terdapat 1.223 kasus korupsi senilai Rp 11,0 triliun yang belum jelas perkembangan penanganannya ditiga institusi penegak hukum. Dari total tunggakan kasus tersebut, 70 persen atau 857 dengan kerugian negara Rp 7,7 triliun ditangani Kejaksaan, 304 kasus atau 24,9 persen dengan kerugian negara Rp 1,8 triliun ditangani Kepolisian, dan 54 kasus atau 4,4 persen dengan kerugian negara Rp 1,4 triliun ditangani KPK.
Selain itu, BPK juga menemukan 442 temuan yang memiliki unsur pidana korupsi senilai Rp 43,8 triliun selama periode pemeriksaan 2011-2014. Namun dari total temuan tersebut, sebanyak 64 temuan atau 14,5 persen juga belum ditindaklanjuti oleh penegak hukum.
“Hal ini menunjukan bahwa kinerja penegakan hukum dalam kasus korupsi belumlah maksimal,” katanya.
Febri menegaskan, melihat contoh kasus dugaan korupsi bansos di Sumatera Utara adalah contoh penanganan perkara yang tidak transparan. Sebagaimana disampaikan oleh Evy (tersangka kasus bansos) bahwa Gatot Pujo Nugroho (gubernur Sumatera Utara non aktif) telah menjadi tersangka didalam surat pemanggilan saksi Sekda Sumut. Namun, status tersangka hilang pasca pertemuan Gatot dengan pengacaranya, OC Kaligis dan mantan Sekjen Partai Nasdem. Oleh karena itu, ICW meminta agar penegak hukum khususnya kepolisian dan kejaksaan transparan dalam menangani kasus.
Tidak ada target waktu menunggu jawaban dari BPK. Namun, setelah BPK melakukan audit dan keluarlah Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK yang akan dipresentasikan ke DPR.
‘Kita akan mempelajari audit tersebut. Karenanya kita tidak mau ada jual beli perkara lagi dan lagi,” tegasnya. (Ayu-Abid)