ICW Desak KIP Putuskan Buka Rekening Gendut
Indonesia Corruption Watch (ICW) mendesak Komisi Informasi Pusat (KIP) mengeluarkan putusan untuk memerintahkan pembukaan data rekening gendut perwira tinggi Kepolisian Republik Indonesia (Polri). Setelah tiga kali sidang adjudikasi sengketa informasi antara pemohon ICW dan termohon Mabes Polri, sidang putusan akan digelar pada Selasa, 8 Februari 2011.
"Mendorong KIP membuat keputusan bersejarah. Jangan sampai majelis kehilangan independensi karena tekanan dari luar," ujar koordinator Divisi Hukum dan Monitoring peradilan ICW, Febri Diansyah dalam jumpa pers di kantor ICW, Minggu (6/2/11).
Koordinator Divisi Investigasi dan Publikasi ICW, Agus Sunaryanto, menjelaskan empat poin mengapa data rekening gendut itu harus dibuka. Pertama, uji konsekswensi terhadap pasal yang dikecualikan tidak dilakukan. Wakil dari Polri di persidangan tidak dapat menjelaskan prosedur pengujian konsekwensi atas informasi yang dikecualikan. Padahal, menurut pasal ?? UU Keterbukaan Informasi Publik, uji konsekwensi harus dilakukan dalam menentukan informasi yang dikecualikan.
Alasan kedua, kriteria "wajar" yang dikemukakan Polri tidak jelas. Dalam sidang adjudikasi ketiga pada 18 Januari 2011, wakil Polri tidak dapat menjelaskan secara definitif kategori rekening wajar sebagaimana diungkapkan Kadiv Humas POlri Edward Aritonang pada Juli 2010 lalu. Dalam persidangan, penyidik Bareskrim Polri justru mengatakan bahwa 17 rekening yang dikatakan wajar oleh Edward belum benar-benar bersih. Ketujuh belas rekening itu tidak dapat dibuka ke publik karena masih berstatus "wajar dalam proses". Proses penyelidikan belum selesai.
Ketiga, penjelasan PPATK dalam sidang adjudikasi membantah pernyataan Kadiv Humas Polri yang menyatakan Mabes telah mengembalikan hasil pemeriksaan kepada PPATK. Menurut saksi ahli?, PPATK tidak mengenal pengembalian berkas, termasuk LHA yang telah selesai diperiksa Mabes POlri.
Poin terakhir, inkonsistensi penanganan kasus. Di awal kasus ini terbuka, Mabes POlri mengatakan rekening sudah diperiksa, 17 diantaranya dinyatakan wajar. Secara terpisah, Kapolri saat itu, bambang Hendarso Danuri, juga sudah menyatakan kasus selesai. Keterangan serupa disampiakan Kapolri Timur Pradopo. Namun, pada sidang adjudikasi, Polri menyatakan surat perintah penyelidikan perkara (SP3) belum dikeluarkan, sehingga informasi tidak dapat diberikan karena khawatir akan menghambat proses penanganan perkara.
ICW juga membantah alasan Mabes Polri yang menyatakan data rekening gendut tidak dapat dibuka karena menyangkut hak kekayaan pribadi, yang merupakan informasi yang dikecualikan. Febri mengatakan, ICW punya tiga dalil hukum untuk membantah alasan Polri. Pertama, pasal 18 (2) huruf a dan b UU no 14 tahun 2008. "Kekayaan pribadi memang boleh ditutup-tutupi, tetapi tidak ketika yang bersangkutan dalah pejabat publik," tukas Febri.
Selain itu, dasar hukum yang dipakai ICW adalah Peraturan Kapolri no 16 tahun 2010 mengenai pelaksanaan keterbukaan informasi. Dalil lainnya, UU 28 tahun 1999 tentang penyelenggaraan negara yang bersih dari korupsi, kolusi dan nepotisme. Terakhir, konvensi PBB melawan korupsi yang diratifikasi pada 2006.
"Karena itu, alasan-alasan yang diungkapkan Polri tidak terbukti, dan seharusnya dinyatakan tidak terbukti oleh KIP," kata Febri.
Febri mengatakan, keputusan KIP terkait sengketa informasi ini menjadi penting, sebagai awal untuk menelusuri kasus mafia hhukum di tubuh penegak hukum. Mabes Polri, kata Febri, harus terlebih dahulu dibersihkan dari berbagai indikasi tindak pidana korupsi, kolusi dan nepotisme, sebelum bergerak menangani persoalan hukum yang diamanatkan kepadanya.
Kasus rerekening gendut ini telah mencederai citra kepolisian karena hingga kini, belum ada kejelasan penanganan kasus. Kasus ini bermula ketika Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) merilis Laporan Hasil Analisis (LHA) mengenai rekening mencurigaan milik sejumlah perwira tinggi Polri. Pada 16 Juli 2010, mabes Polri mengumumkan bahwa dari 25 rekening, 17 rekening dinyatakan wajar, dalam artian tidak tersangkut tindak pidana.
Pada 2 Agustus 2010, ICW meminta laporan 17 rekening yang dinyatakan wajar oleh Polri. Dalam tempo dua hari, Polri merespons dengan menolak permohonan ICW. ICW kemudian mengajukan surat keberatan atas penolakan itu pada 8 Agustus 2010. Hingga melewati batas 30 hari, tidak ada respons dari pihak Mabes POlri, pada 21 Oktober 2010, ICW mendaftarkan sengketa informasi kepada Komisi Informasi. Farodlilah