ICW Desak KPK Segera Tetapkan Aulia Pohan sebagai Tersangka
Rilis Pers
Sejauh ini, dugaan korupsi Aliran Dana Bank Indonesia (BI) sejumlah Rp. 100 Miliar yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) baru menyentuh lima orang. Satu orang telah diproses sebagai terdakwa di Pengadilan Tipikor (Burhanuddin Abdullah, mantan Gubernur BI), dan empat lainnya masih dalam proses penyidikan sebagai tersangka, yakni: Direktur Hukum Oey Hoey Tiong, Kepala BI Surabaya Rusli Simanjuntak, Anggota DPR Komisi IX Anthoni Zeidra Abidin dan Hamka Yandhu.
Ada banyak pihak yang diduga terkait dengan korupsi BI masih belum diproses KPK. Sehingga, wajar jika masyarakat mengkritik, KPK masih tebang pilih dalam penanganan korupsi BI. Guna menjawab kritikan dan keluhan tersebut, ICW menyarankan dan mendesak KPK untuk tetap konsisten menyelesaikan kasus korupsi aliran dana BI secara tuntas. Salah satu pihak yang harus diprioritaskan KPK adalah mantan Deputi Gubernur BI sekaligus mantan Ketua Dewan Pengawas/Pembina YLPPI, Aulia Pohan.
ICW menilai, syarat-syarat adanya bukti awal untuk penetapan Aulia Pohan sebagai tersangka kasus korupsi sudah terpenuhi. Pasal 1 angka (14) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), menyebutkan “Tersangka adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana”.
Berdasarkan berkas: “Matrik Dugaan Korupsi Aliran Dana Bank Indonesia (BI); Indikasi Keterlibatan Aulia Tantowi Pohan”, yang disusun ICW, dapat disimpulkan:
1.
Telah cukup bukti permulaan untuk menetapkan Aulia Pohan sebagai tersangka berdasarkan Pasal 1 angka (14) KUHAP
2.
Bukti permulaan yang menyebutkan adalanya indikasi keterlibatan Aulia Pohan, terdiri dari:
a.
18 Alat Bukti Surat (foto copy)
Anggaran Dasar YLPPI, Surat pengangkatan Aulia Pohan sebagai Ketua Pembina YLPPI dan Deputi Gubernur, Peraturan Dewan Gubernur (PDG) No. 4/15/PDG/2002, PDG No. 4/13/PDG/2002, Keputusan Rapat DewaN Gubernur) RDG tanggal 3 Maret 2003, Keputusan RDP tanggal 3 Juni 2003, Keputusan RDG tanggal 22 Juni 2003, Surat Ketua BPK-RI kepada Ketua KPK tanggal 14 November 2008 tentang penyampaian hasil pemeriksaan atas pemberian bantuan hukum dan penggunaan dana BI dan YLPPI; dan sejumlah CATATAN kepada Aulia Pohan tentang permohonan pencairan dana BI dan YLPPI untuk berbagai kepentingan (diseminasi ke Komisi IX DPR,Kejaksaan Agung, dan dana Bantuan Hukum); Tanda Terima Kwitansi YLPPI; Rekening Taguhan pihak III dan Tanda Terima Kritansi Bank Indonesia (BI).
b.
7 Alat bukti Keterangan Saksi yang disampaikan dibawah sumpah pada Pengadilan Tindak Pidana Korupsi.
Syahril Sabirin, Maman S. Soemantri, Aslim Tadjuddin, Rusli Simanjuntak, Anwar Nasution, Bunbunan EJ Hutapea, dan Aulia Pohan
3.
Aulia Pohan dapat dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) UU nomor 31 tahun 1999 jo UU nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Empat Unsur dalam Pasal 2 ayat (1) UU TPK tersebut dinilai telah terpenuhi, yaitu: Unsur “Setiap Orang”; Unsur “Melawan Hukum”; Unsur “Memperkaya Diri Sendiri”, dan Unsur “Merugikan Keuangan Negara”.
Aulia Pohan dan sejumlah pihak lainnya (termasuk 5 tersangka yang sudah ditetapkan KPK) baik sendiri ataupun bersama-sama, diduga telah melakukan perbuatan yang berakibat merugikan keuangan negara. Perbuatan tersebut bertentangan dengan 5 (lima) aturan hukum (melawan hukum):
a.
UU Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia
b.
Peraturan Dewan Gubernur Nomor 4/15/PDG/2002 tanggal 29 November 2002 tentang Sistem Perencanaan Anggaran dan Manajemen Kinerja BI;
c.
Peraturan Dewan Gubernur Nomor 4/13/PDG/2002 tentang Perlindungan Hukum dalam rangka Pelaksanaan tugas kedinasan BI.
d.
Surat Edaran BI No. 4/55/Intern tahun 2002, tanggal 23 Desember 2002 tentang Sistem Anggaran BI, dan
e.
Anggaran Dasar YLPPI serta semua perubahannya
4.
Memperhatikan indikasi adanya PENYIMPANGAN/PENYALAHGUNAAN KEWENANGAN yang dilakukan Aulia Pohan, maka Aulia Pohan juga dapat dijerat Pasal 3 UU 31/1999 jo UU 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Atas dasar empat poin diatas, ICW mendesak KPK untuk segera menetapkan Aulia Pohan sebagai tersangka kasus korupsi Aliran Dana Bank Indonesia.
Selain itu, poin yang patut diperhatikan dalam kasus ini, antara lain:
1.
Persoalan Kasus Aliran Dana Bank Indonesia tidak hanya terletak pada proses pencairan uang, akan tetapi juga pada KEBIJAKAN.
Kebijakan penyediaan uang Bank Indonesia (BI) pada YLPPI Rp. 100 Miliar memang dikondisikan dari semula untuk disimpangi. Berdasarkan CATATAN No. 5.02.Ctt.DP yang disampaikan kepada Aulia Pohan dan Maman H. Soemantri, tanggal 25 Juli 2003, terlihat Upaya penyusunan LAPORAN BAYANGAN mengenai deposito dan penggunaan dana YLPPI. Dengan kata lain, program insidentil dan Program Sosial Kemasyarakatan (PSK) hanyalah cover up atau bungkus yang diniatkan dari semula, agar seolah-olah dana BI dan YLPPI bukan korupsi atau digunakan secara benar.
2.
Semua aliran uang pada 52 angota Komisi IX DPR-Ri periode 1999-2004, petinggi/stakeholder di Kejaksaan dan sejumlah pengacara harus diusut tuntas oleh KPK.
3.
Hal ini juga menunjukkan masalah besar pada penganan kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), baik yang melibatkan sejumlah pejabat Bank Indonesia, pejabat BPPN ataupun obligor yang sampai saat ini tak tersentuh. KPK dituntut untuk juga memproses kasus mega korupsi BLBI.
Indonesia Corruption Watch
Jakarta, 25 Agustus 2008